Mohon tunggu...
Auki G. T.
Auki G. T. Mohon Tunggu... -

Nama lengkapku Auki Gabriel Tekege, tetapi nama pangilku Ebi. Auki itu nama kakeku. Kakekku bernama Aukii, sedang aku Auki. Itu nama pertamaku. Sedang Gabriel adalah nama babtisku. Sedangkan Tekege adalah margaku. Ebi adalah nama bangilankui. Ebi itu kependekan dari Gabriel. Dulu, sewaktu saya masi kecil, mama, bapa, om, tante dan sanak-saudaraku yang lainya memangil aku dengan sebutan Gebi karena Kata Gabriel terlau panjang. Saat aku berumur 4 tahun, Ayahku dipinda tugaskan ke Paroki Diyai, Tigi Barat (sekarang kabupaten Deiyai). Teman-temanku di Diyai karena pengaru dialek setempat memangilku dengan sebutan ebi, tidak lagi Gebi. Huruf G-nya di hulangkan. Sejak itu aku dipangil dengan nama Ebi. Bukan berarti udang kering y... Ketika, kulia di Bogor, keadaanya lebih berbeda lagi. Teman-temanku di kampus rupanya lebih suka mempersingkat lagi. Mereka bukanya memangil aka Ebi, tapi Bi. he,he.... Ya, akhirnya, aku hanya punya dua huruf pada nama pangilanku. Tapi, itu semua tidak jadi soal. Saya angap ini hanya masalah evolusi alami. Toh, namaku tetap Auki Gabriel Tekege. Tetapi kamu boleh menyebutku Ebi, ada dengan lebih singkat lagi Bi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menulis? Jangan Takut!

9 Oktober 2010   21:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:34 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh Auki G. T.

Takut sesunggunya adalah masalah terbesar yang perlu diselesaikan. Ketakutan itu wajar. Rasa takut adalah salah satu ciri manusia. Tetapi ketakutan jangan sampai mengguasai manusia. Hal yang perlu ditakuti adalah ketakutan itu sendiri. Bila ketakutan itu menguasai manusia, yakinlah manusia yang dikuasai rasa takut itu tidak akan perna membuat progers dalam hidupnya.

Sebut saja Pilemon. Ia seorang siswa SMA swasta bergengsi di sebuah kota di ufuk timur negeri 'abra katabra.' Suatu ketika mendapatkan tugas menulis untuk kelas bahasa. Oleh guru bahasanya, ia dan teman-temanya diminta membuat artikel tentang salah satu permasalahan sosial di kota itu.

Pilemon sesunguhnya adalah anak yang baik. Ia selau rajin masuk sekolah, rajin membuat PR, tidak perna absen misa hari mingu di Gereja dan masih banyak hal lain lagi. Ia tidak jauh berbedah dengan teman-temannya. Ia juga tergolong anak yang pandai.

Pilemon juga memiliki satu kebiasaan baik. Pada malam hari, sebelum menjelang tidur ia sering menuliskan pengalaman-penglamanya dalam sebua diary. Sambil menulis ia juga sering menambahkan refleksi intelektual atas penglaman-pengalamanya dalam buku hariannya itu. Baginya, hidup ini tidak boleh lewat begitu saja. Hidup ini perlu dimaknai. Salah satu cara memaknai hidup adalah dengan mencatat penglaman-pengalamnya yang berharga dalam buku harianya.

Pada suatu ketika Pilemon mendapatkan tugas menulis artikel bertemakan masalah social. Ketika mendapatkan tugas menulis artikel itu, Pilemon klabakan. Walaupun ia sering menulis dalam buku harian, baginya menulis untuk khalayak bukanlah hal yang mudah. Kata guru bahasanya, artikel yang dibuat oleh setiap siswa akan dikirim ke media lokal yang terbit di kota itu. Pilemon, tentu saja belum terbiasa menulis artikel tentang masalah sosial untuk komsumsi publik.

Takut.

Pilemon adalah anak yang rajin. Ia tidak perna absen mengerjakan tugas. Lepas dari baik buruknya nilai atas tugas yang ia buat, ia selalu berupaya sekuat tenaga untuk membuat tugas. Kebiasaan baiknya itu membuat pilemom memberanikan diri memulai membuat tugas menulis artikel itu. Sejak siang ia jalan-jalan ke pasar untuk melakukan pengamatan. Ia mengumpulkan berbagai data dan informasi. Beberapa orang ia jadikan sampel untuk ia wawancarai. Ia menanyakan tentang subyek yang ia teliti.

Pada malam hari Pilemon memulai menuliskan serangkayan kata di atas sebua kertas. Ia mulai menuliskan artikel. Perlahan-lahan informasi mentah yang ia peroleh dari pengamatan langsung di lapangan itu ia analisa. Ia munambahkanya dengan beberapa refrensi tentang subyek yang ia tulis dari berbagai litelatur.

Pilemon mulai menulis. satu menit berlalu, dua menit berlalu, dan waktu terus berputar. Ada yang aneh. Satu jam berlalu. Sebentar lagi akan memasuki jam kedua. Sejau itu ia belum buat kemajuan. Artikelnya masi mentok pada baris pertama. Ketika melangkah ke baris ke dua dan baris ke tiga, ia selalu merasa rangkayan kata-katnya tidak nyambung. Kata-katanya kacau balau.

Kertas tempat Pilemon mengoreskan tulisan yang tidak nyambung itu pun ia sobek. Jadilah setumpuk kertas sobekan di bawah mejah belajarnya. Hampir saja ia menghabiskan kertas HFS yang ia beli untuk mengerjakan tugas menulis artikelnya itu.
Dalam keadaan stress bercampur kelelahan itu, Pilemon membaringkan diri. Sejenak ia menutup matanya. Ia memutar audio tapenya, sekedar untuk mendengarkan sebuah lagu. Ia bermaksud mencairkan suasanya batinnya yang jenuh karena tidak mampu mengerjakan tugas. Akhirnya ia pejamkan mata sejenak.

Ketika terbangun beberpa saat kemudian, Pilemon sadar masi ada tugas yang mesti ia kerjakan. Tugas membuat artikelnya belum selesai. Ia masi ingin melanjutkan pekerjaan itu. Namun ia masi ragu, apakah mungkin ia akan mengerjakan tugas tersebut dengan baik.

Ia pun menuju kamar mandi. Ia ingin mandi untuk menyegarkan badanya. Ia tahu, dalam keadaan tertekan ia tidak mungkin bisa mengerjakan tugasnya itu. Hal yang sama akan dialami lagi kalau ia memaksakan dirinya untuk menulis. Tulisanya tidak akan tuntas. Akhirnya ia putuskan untuk mandi. Ia berpikir pulah, siapa tau ada inspirasi yang muncul selagi mandi.

Sehabis mandi Pilemon kembali duduk di belakang mejah belajarnya. Ia bermaksud melanjutkan pekerjaanya yang belum tuntas itu. Namun hari sudah larut malam. Ia mesti tidur. Ia harus membaringkan tubuh untuk beristirahat. Besok ia harus bangun cepat untuk berangkat ke sekolah. Akhrinya ia memutuskan untuk tidur.

Kebiasaannya untuk menulis di diary, mendorong Pilemon untuk mencatat pengalamanya hari ini. Ia membuka diarynya. Lalu, mulai membalik-balik lembar-halaman diarynya itu. Sesakili ia berhenti pada satu halaman tertentu dan membaca pengalamanya itu. Kadang ia tertawa sendri, kadang ia menganguk, mengelengkan kepalah, ia tidak percaya ia bisa menulis sebagus itu dalam buku hariannya itu. Ia merasa tulisan-tulisanya berbobot. Tidak hanya karena ceritanya yang ia alami sendiri, tetapi karena refleksi intelektual dan analisanya yang begitu tajam.

Sampailah Pilemon pada perenungan. Kok, ia tidak mampu menyelesaikan tugas menulis artikelnya? Bukankah catatan harianya begitu dasyat. Bukankah catatan harian yang ia buat seakan-akan ditulis oleh seorang pemikir yang brilian, atau seorang maestro ternama? Sejenak ia berhenti untuk merenung. Ada apa ini?

Takut. Ya, Pilemon sadar ia mengalami ketakutan luar biasa. Ia takut menulis artikel buat komsumsi khalayak. Ia takut, jangan sampai orang menilai tulisannya tidak berbobot. Ia takut jika membuat ejaan yang keliru. Akhirnya, koreksi batinya mengatakan, “saya mengalami ketakutan yang luar biasa, saya takut tulisan saya dikritik oleh orang lain.” Lucu memang. Pilemon rupanya takut untuk dikritik. Padahal kritikan itu penting sebagai bahan intropeksi diri.

Ketakutan yang melilit Pilemon membuatnya tidak maju-maju. Ia selalu mentok pada baris ketika membuat sebuah tulisan. Akhirnya Pilemon berupaya keras untuk melawan ketakutanya itu. Ketakutanya itu ia lawan dengan berupaya menumbukan sikap berani menulis dalam dirinya. Ia mulai belajar memegang teguh prinsipnya, ia harus membuang semua belenguh ketakutan dari dalam dirinya sendri.

Pada malam berikutnya, Pilemon kembali menulis artikel untuk tugas bahasanya itu. Ia mencobah lagi dengan berani. Berlahan-lahan ia rangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat. Ia mencoba membuang jau bayangan akan dikritik oleh pembaca. Ia berusaha untuk menulis. Tulis dan tulis lagi. Akhirnya. Artikel sebanyak dua halamat HFS berhasil ia buat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun