Jumlah kasus korupsi di Indonesia terus meningkat. Kasus korupsi yang telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) dari 2014-2015 sebanyak 803 kasus. Jumlah ini meningkat jauh dibanding tahun sebelumnya. Hasil penelitian Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, mengungkap 803 kasus itu menjerat 967 terdakwa korupsi.
Data lain menurut Litbang Kompas 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI, Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU, KY, KPPU, Ditjen pajak, BI, dan BKPM. Kejahatan yang merugikan negara tersebut, anehnya dilakukan “oknum” orang yang berpendidikan tinggi.
Dewasa ini, kondisi system pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini terbukti dari adanya beberapa hasil studi international tentang kemampuan peserta didik Indonesia dalam kancah internasional. Berdasarkan hasil survey“Trends in International Math and Science” tahun 2007, yang dilakukan oleh Global Institute, menunjukkan hanya 5% peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi, padahal peserta didik Korea dapat mencapai 71%. Sebaliknya, 78% peserta didik Indonesia dapat mengerjakan soal hapalan berkategori rendah, sementara siswa Korea hanya 10%.
Pendidikan karakter
Dengan ilmu pengetahuan modern, binatang buas akan menjadi lebih buas, dan manusia keji akan semakin keji. Tapi jangan dilupakan, dengan ilmu pengetahuan modern binatang-binatang yang sebuas-buasnya juga bisa ditundukkan. (Pramoedya: 2006).
Jika anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana: pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku mulia. (Fatchul Mu’in: 2016).
Pendidikan karakter diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dan menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain. Pendidikan karakter, bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. (Doni Koesoema: 2007).
Pendidikan karakter di sekolah secara sederhana bisa didefinisikan sebagai, “pemahaman, perawatan, dan pelaksanaan keutamaan (Practice of virtue). Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menghidupkan nilai-nilai itu, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Dikutip dari Kompas.com Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi mengatakan, “Salah satu penyebab terjadinya kriminalitas yang menyeret pelaku anak usia dini dan remaja adalah kekacauan system pendidikan di Indonesia. System pendidikan kita sudah salah. Dari TK (taman kanak-kanak) sampai SD (sekolah dasar) anak-anak disuruh menghafal dan banyak PR (pekerjaan rumah). Memang cerdas mereka. Namun jika cerdas, sedangakn ajaran moral dan etikanya minim, yang terjadi seperti kekerasan anak SD. Contoh kasus Renggo, tawuran, dan kekerasan seksual,” ujar pria yang akrab disapa kak Seto ini kepada Kompas.com, Senin (12/5/2014).
Kalau kita melihat kondisi generasi bangsa kita saat ini, sangat miris sekali. Krisis moral yang ada di kalangan pemuda dan pemudi bangsa sudah merajalela. Hal ini bisa kita lihat di berbagai media cetak maupun media elektronik yang menampilkan moral dan karakter siswa-siswi kita yang sangat bobrok. Di stasiun Televisi, ditayangkan tindakan tawuran oleh peserta didik kita, terlibat aksi asusila yang baru-baru ini banyak ditayangkan di stasiun TV, tindakan kriminal, dan masih banyak lagi aksi brutal lainnya. Mereka tidak memperlihatkan hasil pendidikan yang mereka peroleh di sekolah.
Melihat kondisi demikian, tentu kita sangat mendukung sekali adanya upaya untuk mengembangkan pendidikan berkarakter di sekolah-sekolah. Penulis berharap dengan pendidikan karakter anak didik yang belum mempunyai etika akan menjadi lebih baik lagi dan anak didik yang sudah beretika diharapakan mampu memberi contoh, inspirasi, motivasi kepada anak didik yang lain, sehingga tercipta kembali generasi yang bermoral dan bertanggung jawab serta mampu menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang berbudaya.
Mengembangkan pendidikan karakter di sekolah, lebih diutamakan pada bagaimana menanamkan nilai-nilai tertentu pada diri anak didik. Nilai-nilai yang dimaksud adalah yang berguna bagi pengembangan pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sebagai makhluk sosial dalam lingkungan sekolah.
Konsep keteladanan dalam pendidikan sangat penting dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya dalam membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Dalam pandangan Islam, keteladanan merupakan metode pendidikan yang terbaik dan yang paling membekas. (Mualiffah: 2009).
Pendidikan karakter dewasa ini menjadi solusi alternatif bagi perkembangan siswa menjadi insan ideal. Pendidikan karakter diarahkan untuk menanamkan karakter bangsa secara menyeluruh, baik pengetahuan (kognitif), nilai hidup (afektif), maupun tindakan terpuji (psikomotor). Tujuannya adalah membentuk siswa supaya mereka mampu menjadi insan kamil.
Pendidikan tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif yang bersifat teknis, tetapi harus mampu menyentuh kemampuan soft skill seperti aspek spiritual, emosional, social, fisik, dan seni. Yang lebih utama adalah membantu anak-anak berkembang dan menguasai ilmu pengetahuan yang diberikannya. Berdasarkan penelitian Harvard University AS (Sudrajat: 2010) mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang (siswa) 80% ditentukan oleh kemampuan mengelola diri (soft skill) dan 20% ditentukan oleh kemampuan teknis (hard skill).
Pelaksanaan pendidikan karakter diprioritaskan pada penanaman nilai-nilai transeden yang dipercayai sebagai motor penggerak sejarah (Koesoema: 2007). Tujuannya adalah meningkatkan mutu pendidikan yang menekankan kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia para siswa secara utuh dan seimbang sesuai dengan SKL yang ditentukan.
Dengan pendidikan karakter diharapkan lahir manusia Indonesia yang ideal seperti yang dirumuskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU Sisdiknas tersebut menyatakan bahwa fungsi pendidikan Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan Indonesia adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan dan fungsi pendidikan nasional tersebut mengandung makna secara substansi bahwa pendidikan kita diarahkan kepada pendidikan berbasis pembangunan karakter. Oleh karena itu Pendidikan di sekolah harus diselenggarakan dengan sistematis sehingga bisa melahirkan siswa yang kompetitif, bertika, bermoral, sopan santun dan interaktif dengan masyarakat. (Doni Koesoema: 2007).
Harapan penulis, dengan diterapkannya sistem pendidikan yang ideal maka bangsa Indonesia ini akan terbentuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang mampu menterjemahkan sebuah perbedaan menjadi rahmat. Selain itu, sinergitas antara orang tua, guru, lingkungan masyarakat, dan pemerintah bersama-sama membangun sistem pendidikan yang ideal akan mampu menularkan siswa-siswa yang ideal pula, yakni menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga ke depan, pendidikan di indonesia akan lebih bermutu dan berkualitas karena mempunyai karakter atau kepribadian yang berakhlak mulia. Dengan kata lain, pendidikan yang ideal di indonesia yaitu penerapan pendidikan karakter di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H