Mohon tunggu...
Aurelius Haseng
Aurelius Haseng Mohon Tunggu... Freelancer - AKU yang Aku tahu

Mencari sesuatu yang Ada sekaligus tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tikus Putih Tanpa Pamit: Cerita Opa

28 Desember 2020   08:14 Diperbarui: 28 Desember 2020   08:35 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"maut telah menyusup ke jendela-jendela kita, masuk ke dalam istana-istana kita; ia melenyapkan kanak-kanak dari jalan, pemuda-pemuda dari lapangan." (Yeremia 9: 21)

Opa Nadus duduk di bale-bale bambu. Dari bere[1]-nya, ia keluarkan dengan hati-hati potongan daun koli yang sudah dihaluskan, irisan tembakau, dan bubuk cengkeh. Lalu disatukannya menjadi satu gulungan. 

Meskipun tangannya terlihat gemetaran, usahanya berhasil menghasilkan sebatang rokok koli. Nyala rokok ditemani mince[2] dari ruas bambu. Aura kedamaian merembes melalui ceria wajahnya yang tak lapuk oleh masa tuanya yang kian renta. 

Berkali-kali, menantu perempuannya melarang agar berhenti merokok dan minum arak, tapi tak dihiraukannya. Tak bosan-bosan, satu alasan sama selalu ia jawab, "mengapa saya berumur panjang?"

Lebih baik tidak makan, dari pada tidak rokok. Begitu dipetik dari prinsip utama hidupnya. Rokok seperti bahan bakar utama hidup. Tanpa rokok, gairah hidupnya dirasa tanpa makna, malas bekerja, dan loyo tanpa tenaga.

Berada di dekatnya, akan dihirup semerbak bau tembakau dan koli yang menyatu dalam darah dan aroma tubuhnya, bercampur usia tua yang menempel pada kulit dan pakaian.     

Tidak tahu pasti kapan tanggal dan tahun ia mulai berumur. Katanya, dari cerita mamanya, ia seusia hamparan sawah. Waktu itu, ia lahir saat pastor orang Belanda, bersama orang-orang di kampungnya mengaliri padang rumput dengan air dan membagi-baginya menjadi petak-petak sawah. Petak-petak ini dibagikan kepada setiap keluarga sama besar dan sama banyak. Sejak itu, sawah mengisi seluruh perjalanan hidupnya.

Biarpun pikirannya tidak dicecoki oleh huruf-huruf dan angka-angka, pengalaman hidup bersama dengan pastor Belanda membuat dirinya pandai menulis dan berhitung. Kemahiran ini membuat dirinya diangkat jadi guru, sebelum didepak oleh persyaratan ijasah. Tapi orang-orang menaruh hormat padanya sebagai guru tanpa ijasah.

Kata orang-orang kampung, yang pernah rasakan jerih payah jasanya, cara khas ia menganjar murid-muridnya adalah dengan dongeng atau bercerita. Murid-muridnya akan duduk di bawah kakinya mendengar ia bercerita. Hingga kini, pundi-pundi cerita itu masih ada.

***

bareskrim.com
bareskrim.com
Patrik lewat di depan bale-balenya, dengan noda lumpur dan kaki dilekati abu tanah, pulang main bola. Dipanggilnya cucunya itu ke sebelah dudukannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun