Mohon tunggu...
August Sinaga
August Sinaga Mohon Tunggu... -

Saya August Sinaga , Penyayang Ibu, Bukan Penulis tapi tidak suka Baca, dan Pecandu Kopi Hitam Pekat\r\n\r\nIsi blog ini bermacam-macam dan tidak fokus pada satu tema atau niche saja. Tidak tahu menulis entah sampai kapan. Mungkin dalam dua hari ke depan masih rajin nulis atau bisa jadi besok sampai setahun ke depan blog ini tidak lagi update. Semoga tetap bisa konsisten menulis karena tulisan itu tidak pernah mati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Papua Tidak Butuh Nyanyianmu, Jenderal!!

8 November 2011   03:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:56 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum fajar menyingsing tanggal 1 Mei 1963, Sang Saka Merah Putih harus sudah berkibar di Puncak Cartenz ( Soekarno). Dan sumpah ini terwujud, dan tanggal 1 Mei 1963 disebut hari “kembalinya” Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia. Dulu, ibu kota Papua ( Sekarang)  dikasih nama Soekarnopura (kini Jayapura) . Kepentingan politik membuat Bung Karno mengubah nama gunung,nama kota,dan nama provinsi itu. Dan kepentingan politik pula yang membuat Pak Harto mengganti semuanya,menjadi nama-nama yang kita kenal sekarang. Tapi nama Papua itu muncul di zaman Gus Dur. Sekarang, apa yang terjadi di papua saat ini. Bukan rahasia lagi kalo saat ini papua adalah ibarat Bidadari tertidur atau memang bidadari yang sengaja ditidurkan. Banyak orang mengklaim masyarakat Papua memiliki SDM yang minim padahal tanpa disadari manusia sejenius apapun sebenarnya jika dibodohkan akan menjadi bodoh. Masyarakat papua itu juga toleran kok, lo pernah kan ketemu orang papua? Coba deh lo sapa, mereka pasti mengeluarkan senyuman terbaik seraya mengucap “siang kaka!! Noh coba lo ketemu orang Jakarta dihalte busway, boro-boro nyapa, lo kena musibah aja mungkin doi hanya melihat kearah lo selama 5 detik,setelah itu berlalu menuju waktu yang udah menjajah moralnya. Nah, sekarang orang-orang baik kayak gini digerogoti dan dirongrong hak-haknya. Anak kecil ajapun bakalan ngamuk kalo mainannya direbut anak lain yang notabene ga punya hak atas mainan tsb. Itu baru mainan cui, gimana kalo itu duit, emas atau berlian, bisa-bisa darah dulu mengucur baru elo bisa berbicara. Trus bagaimana dengan raksasa Freeport. Dimulai dengan peran Si Belalang Tua yang menginisiasi Kontrak Karya Freeporrt pertama ditandatangani pada Juli 1967 sebagai imbalan termahal kepada AS. Kontrak karya Freeport inilah, babak baru kran investasi asing merajalela di bumi Nusantara sampai ke Papua. Jadilah kenyataan pahit, status Penyelesaian Papua ditarik dari buat mengakomodasi negeri-negeri barat. Yup investasi juga sih secara ekonomi, tapi bukan inventasi secara sosial. Trus mau gimana sekarang? Kita juga bukan negara barbar yang secara gampang mengusir perusahaan asing. Secara legal Freeport itu sah,nah harusnya Pemerintah intens lobi ( sedikit mengancam) untuk Renegoisasi Kontrak dengan gerombolan McMoRan dkk. Kita ga bisa bilang juga Freeport belum berbuat apa-apa disana, tapi liat sikon sekarang harusnya kita sudah bisa ambil alih Sumber Daya disana. Pelan-pelan tapi bisa jadi perusahaan nasional yang berbicara keluar dan mensejahterakan papua pastinya. Gue sih ga pernah minat jadi presiden. Secara gue ga bisa berpolitik, tidak punya dana dan juga ga bisa ciptain lagu. Tapi harusnya SBY bisa lebih cermat memperhatikan permasalahan ini. Buat lagunya nanti aja deh pak sehabis 2014. Lo mau ngeluarin album Harmoni kek , Bidakara Cina kek, Gelanggang Remaja kek, Sarinah kek ,sampai Kampung Rambutan-pun, gue bakalan janji borong album dan memasangnya diplaylist gue sebulan penuh, asal lo bisa nyelesain masalah papua.( Tapi kalo bisa ya)!! Nasionalisme emang wajib kita jaga. Papua engga bisa lepas dari NKRI. Tapi kalo lo berada diposisi mereka, lo sempat mikir ga sih kalo emang ga adil buat lo dan memang jauh lebih baik (.. Ah sudahlah…) . Jangan pernah pikir Papua itu aman dengan lo cukup mendekati ketua adat dan semua masalah beres. Atau dengan menyogok uang keamanan buat aparat, masalah jadi beres. Ada yang lebih besar dari itu, masalah keberlanjutan hidup dan kesejahteraan, masalah teriakan anak-anak di Timika, masalah kelaparan di Yahukimo, masalah traumatis pelanggaran HAM Berat yang “afgan” ( baca : sadis). Itu jauh lebih besar dan lebih penting dibandingkan mengurusi seorang Jenderal yang memetik gitar menciptakan sebuah lagu berjudul : “Ku Yakin Sampai Disana’!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun