Empat seperempat sebelum tamat, aku mendengar merah, hitam, padam, entah menyampah. Melongok pada ia, yang mendiamkan pedih merangkak jauh di lipit ketiak waktu. Pelan-pelan mengaduk kantuk yang terantuk-antuk di dinding kepala. Sungguh hari yang bising sebab sibuk mengunting-gunting logika Tuhan.
Empat seperempat sebelum tamat, aku mendengar gaduh hati mendengking ribut. Terengah-engah merebus bonggol nurani hingga nyaris mampus. Menganyam, menjiplak Tuhan, sebelum akhirnya membusuk di area abu-abu. Menuhankan absurditas dengan sungguh-sungguh.
Empat seperempat sebelum tamat, berhenti sajalah sampai di situ, seperti itu. Sebab aku teramat enggan dan malas menghitung-hitung yang tak terhitung, jika yang tak terhitung itu tidak untuk diperhitungkan.
"Berhentilah berjingkat-jingkat mencukil ayat, sebelum berakhir menjadi sesat.
Berhentilah berjungkat-jungkit sakit menggencet fikir, mengangkangi Tuhan.
Kataku, berhentilah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H