Dalam akuntansi keuangan, aset adalah sumber daya ekonomi. Ada yang berwujud atau tidak berwujud. Aset bisa dimiliki atau dikendalikan untuk menghasilkan nilai. Kepemilikan aset merupakan nilai yang dapat dikonversi menjadi uang tunai (walaupun uang tunai itu sendiri juga dianggap aset). Bila dilihat dari jenisnya aset dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian:
#1. Aset Berwujud
Aset Berwujud adalah mereka yang memiliki substansi fisik dan dapat disentuh, seperti mata uang, bangunan, real estate, kendaraan, persediaan, peralatan, dan logam mulia.
#2. Asset tidak berwujud
Aset tidak berwujud kurangnya substansi fisik. Mereka termasuk paten, hak cipta, franchise, goodwill, merek dagang, nama dagang, dan lain-lain.
Pertanyaannya, apakah Anda sudah memiliki aset?
Setiap orang pada dasarnya telah memiliki aset yang telah ada sejak dilahirkan. Aset yang paling berharga yang harus dimanfaatkan sedemikian rupa. Dengan aset ini kita semua bisa membangun dan memperoleh aset dengan lebih banyak dan lebih bervariasi. Aset itu adalah diri kita, badan kita, otak kita, pemikiran kita dan semua yang menempel menyatu pada raga dan jiwa yang dibawa sejak lahir.
Tahap Pertama yang harus dilakukan terlebih dulu adalah mensyukuri terhadap kesempurnaan yang telah diperoleh. Bersyukur ini sangat penting karena dengan bersyukur niscaya kita akan lebih intropeksi kedalam siapa sebenarnya diri kita. Dengan bersyukur kita juga dapat lebih memantapkan diri untuk lebih memanfaatkan seluruh perlengkapan yang ada sehingga menjadi lebih bermanfaat baik bagi diri pribadi maupun orang lain.
Tahap Kedua yang harus dilakukan untuk membangun Aset adalah dengan memaksimalkan fungsi diri, memotivasinya dan membuatnya lebih produktif serta lebih bermanfaat.
Tahap Ketiga sebagai manusia ketika terlahir kedunia kita diibarat seperti kertas kosong putih bersih tanpa noda sama sekali yang bilamana diteteskan diatasnya tinta maka tinta itu akan menyerap, seandainya disapukannya diatasnya coretan maka dia akan membekas. Sehingga sampailah dewasa kertas itu tidak lagi kosong putih bersih, namun telah penuh dengan noda-noda yang mungkin saja sulit dihilangkan. Salah satu cara supaya kita sebagai manusia bisa menerima lebih banyak, mendengar lebih banyak, memahami lebih banyak, maka kita harus merendahkan hati, membuka pikiran dengan lebih lebar, supaya hati lebih bisa mencerna dan menerima segala masukan, kritik, saran. Dengan hati tenang kita akan bisa menerima kritikan, hinaan, cemoohan, ledekan, dll sebagai suatu kritik membangun untuk lebih maju dikemudian hari.
Lalu kenapa ketiga tahapan diatas itu saya tuliskan disini, karena itulah adalah dasar untuk kita supaya bisa lebih baik dimasa mendatang. Dengan memulai tahapan itu tahapan-tahapan berikutnya akan lebih mudah dicerna, akan lebih mudah dimengerti dan dipahami. Meski ada kontra maka kondisi itu tidak akan ditanggapi dengan arogan dan tinggi hati, semuanya akan berjalan pada relnya.
--- Ini adalah dasar ---
bersambung ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H