Air Mataku Bercerita Bu...
Bulan ke tujuh
Merupakan bulan penuh pilu bagi saya
Banyak luka yang belum sempat terbasuh
Tertimpa lagi luka yang baru
Mata terpejam, dalam ceruk ruang sepi ku menyendiri
Hanya dalam dekapan sunyi saya merintih,
Kalbu terasa terperas perih dan meneteskan
Butir-butir simbah peluh dari celah bola mata
Sungguh ku tak bermaksud seperti itu kepadamu
Pada dasarnya ku hanya ingin yang terbaik,
Namun nyatanya berbanding terbalik karena anakmu yang durhaka ini
Menghiraukan yang konon kata mereka "Restu Ibu".
Ku tuliskan secercah rangkaian kata ini tuk ku tumpahkan
Seluruh air mata ini,
Tuhan...seberapa kau gelapkan kalbu hambamu ini
Ku rindu pada diriku yang dulu
Tuhan...seberapa banyak kah dosa hambamu ini
Sehingga kalbu tak dapat melihat hati Nurani ini
Bu...
Sungguh ku ingin ku peluk erat tubuhmu
Dan dalam dekapmu ingin kubisikkan
Bahwa ku sungguh sangatlah mencintaimu
Ingin ku kecup kening dan telapak kakimu
Sungguh maafkan anakmu yang keterlaluan ini Bu,
Meskipun sejuta kata maaf tak pernah cukup
Namun rangakaian kata dari awal hingga akhir ini
Menjadi saksi bisu jatuhnya sejuta tetes air mata ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H