Ranah pendidikan di Indonesia masih diresahkan oleh tindak kekerasan yang semakin marak. Mirisnya, kekerasan dalam dunia pendidikan yang telah terjadi bukan hanya dilakukan oleh siswa atau mahasiswa kepada kawannya saja, tetapi juga oleh siswa atau mahasiswa kepada guru atau dosen.Â
Tidak menutup kemungkinan bahwa guru atau dosen juga dapat melakukan tindak kekerasan kepada peserta didiknya maupun sesama guru atau dosen. Kekerasan tersebut pun dapat berlangsung secara fisik maupun verbal.
Segala bentuk kekerasan atau perundungan sangat memengaruhi kehidupan korban ke depannya. Dampaknya bisa timbul dalam jangka pendek maupun panjang.Â
Dalam jangka panjang, efeknya memang tidak dapat terlihat secara langsung, tetapi hal tersebut membuat korban tersiksa dalam hidupnya karena memiliki trauma berat yang berkepanjangan selepas indisen terjadi.
Kehidupannya akan berjalan dengan tidak tenang. Kondisi fisik dan mentalnya akan terganggu. Bahkan, bisa jadi terdapat keharusan bagi korban untuk menerima perawatan dari psikiater. Lebih fatal lagi, korban kekerasan atau perundungan bisa meninggal dunia akibat tindakan pelaku yang tidak manusiawi.
Baru-baru ini masyarakat diramaikan oleh kasus penganiayaan yang menewaskan santri Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Tewasnya santri AM (17) pada 22 Agustus 2022, ramai diperbincangkan publik karena meninggal dunia di tangan seniornya.Â
Berdasarkan berita, pelaku MF (18) dan IH (17) selaku kakak tingkat yang menjabat sebagai Ketua Perlengkapan Kegiatan Perkajum (Perkemahan Kamis Malam Jumat), melakukan pemukulan menggunakan tongkat pramuka dan tangan kosong kepada AM (17) karena telah menghilangkan dan merusakkan perlengkapan perkemahan. Selain itu, pelaku juga menendang dan memukul bagian dada korban. Akhirnya AM terjatuh dan tidak sadarkan diri. Korban dilarikan ke RS Yasyfin Pondok Gontor menggunakan becak untuk mendapatkan perawatan.Â
Namun, sebelum mendapatkan pertolongan medis, AM dinyatakan telah meninggal dunia. Jenazah korban dibawa ke rumah duka di Palembang, Sumatera Selatan, keesokan harinya. Tersangka MF telah ditahan atas tindakannya, sedangkan HI yang masih di bawah umur dititipkan ke dinas sosial. Tersangka diancam 15 tahun penjara dan atau denda paling banyak tiga miliar rupiah.
Peristiwa penganiayaan yang terjadi pada santri Pesantren Gontor hingga hilangnya nyawa korban merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Kekerasan tentu sangat bertentangan dengan konsep Pancasila. Kasus tersebut mampu melemahkan integritas bangsa. Pelaku harus ditindak tanpa pandang bulu demi keadilan dan kesejahteraan bersama serta demi menjaga citra Pancasila untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perkara kekerasan di instansi pendidikan membuktikan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila yang seharusnya tertanam dalam setiap warga negara mulai mengalami kemerosotan.
Kasus kekerasan bertentangan dengan sila Pancasila, khususnya pada sila kedua karena dalam persoalan tersebut manusia tidak diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat kesenjangan derajat, hak, dan kewajiban asasi karena berlaku semena-mena kepada orang lain. Nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi, seakan-akan sudah tidak dihiraukan lagi.
Selain bertolak belakang dengan sila kedua Pancasila, tindak kekerasan juga berlawanan dengan ajaran agama. Pada agama mana saja, tindakan kekerasan sangat dilarang. Sesama umat beragama, kita seharusnya membina kerukunan antarsesama agar terbangun kehidupan masyarakat yang harmonis dan damai.