Cut asnawiyah seorang wanita kelahiran 1958 yang menjadikan juru parkir sebagai provesi demi menghidupkan 4 anak dan menjadi tulang punggung keluarga selepas kepergian sang suami.
Siang itu, disela kendaraan yang melintas di jalan tampak seorang wanita paru baya yang berdiri di pinggiran jalan kota Meulaboh, tepat di depan pintu gerbang Suzuya Mall Meulaboh, ia berdiri dan tampak sedikit bungkuk, dengan topi bundar dan jilbab biru yang diikat dikepalanya. Baju bermotifkan bunga-bunga yang ditutupi oleh rompi berwarna orange yang agak memudar serta tampak tulisan DISHUB dan logonya,kakinya ditutupi dengan stoking berwarna hitam dengan motif bunga pula yang sangat identik dengan wanita.
Ia tampak sibuk mengatur jalanan untuk mengeluarkan satu mobil x-pander berwarna abu-abu yang ingin keluar dari pinggiran jalan tempat mobil itu berhenti, dengan menggunakan sebuah peluit dimulutnya serta dengan tangan yang di rentang seakan mengisyaratkan untuk berjalan perlahan kepada pengendara yang sedang melintas.Wanita yang sangat tangguh serta rendah hati menyambut kedatangan kami dengan ramah dan mempersilahkan untuk duduk di sampingnya.
Cut asnawiyah merupakan orang tua tunggal yang membesarkan 4 orang anak seusai meninggalnya sosok suami yang seharusnya menjadi tulang punggung keluaraga. Sudah lebih dari 10 tahun lamanya ia mengemban provesi sebagai tulang punggung keluarga. "saya punya anak 2 laki-laki yang sudah menikah dan hidup masing-masing dan 2 anak perempuan yang masih tinggal dengan saya" ucapnya menjelaskan dengan wajah yang sedikit menekan.
Awalnya ia membuka usaha warung Mie Bakso namun berhenti karena modal yang tidak sanggup untuk dipenuhinya. Dan akhirnya ia menjadikan juru parkir sebagai provesinya. Selama lebih kurang 8 tahun lamanya ia menjadi seorang juru parkir, ada banyak suka dan duka yang dia lewati, "jadi tukang parkir itu terkadang tidak di hargai" ungkapnya dengan binaran sedih dimatanya.
"apalagi oleh orang-orang yang naik mobil sering nggak bayar parkir bahkan yang pakai-pakai peci dikepala juga pernah seperti itu" sambungnya dengan nada menekan.
Wajah kesal tampak dari raut wajah yang sudah keriput itu, ia seakan kecewa dengan perlakuan yang dia terima dari beberapa orang yang ditemui, bahkan orang-orang yang tampak solehpun melakukan hal itu, ia menumpahkan kekesalannya dan megungkapkan kekecewaannya seraya menggusuk lututnya.
Ini kali pertama berjumpa dengan asna, namun ia sangat leluasa saat menceritakan kisahnya dengan begitu terbuka. Ia menceritakan setiap keluarganya, ia mengakui dihari tuanya yang harusnya sudah beristirahat, namun dirinya tetap harus bekerja demi mendapat makan setiap harinya. "tidak perlu yang besar, untuk makan sehari-hari saja terpenuhi itu sudah sangat bersyukur" jelasnya.
setiap hari, penghasilan dari jeri payahnya itu tidak mentah-mentah untuknya, ia mengatakan setiap harinya ia harus menyetor pajak sebanyak Rp.70.000 perharinya kepada Pemerintah Daerah (PEMDA) Aceh Barat. "biasanya akan ada orang yang mengutip pajak" jelasnya, "tapi bukan orang dinas langsung yang kutip" tambahnya dengan nada agak sedikit ditinggikan.
Sesekali suara kendaraan yang melintas lebih mendominasi dari suara sang ibu. beberapa kali sang ibu bangun dari duduknya dan membantu orang yang ingin beranjak dari tempat parkirnya. Panas matahari disiang hari tidak meyulutkan sang ibu untuk bekerja. Tak jarang ia juga menyeka keringat yang ada di keningnya.
Saat sang ibu melanjutkan perbincangan, ia mengatakan, ia akan mendapat untung yang agak besar pada saat hari libur seperti sabtu dan minggu, "tidak pasti pendapatan perhari, hanya bisa untuk makan sehari-hari". Jelasnya sambil menatap kearah pohon didepannya.