Mohon tunggu...
Aufa Nur Afidah
Aufa Nur Afidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Do the best and be the best

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Hadirnya Seorang Anak dari Kisah "Cinta Dushmanta Terpaut di Hutan"

24 Desember 2022   19:53 Diperbarui: 24 Desember 2022   20:14 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh Aufa Nur Afidah, Mahasiswa Universitas Pamulang Jurusan Sastra Indonesia

Anak bukan hanya hadiah yang paling berharga tetapi juga merupakan amanah dan titipan yang diberikan Tuhan kepada seorang laki-laki dan perempuan yang telah menikah. Setiap pasangan suami istri menyimpan harapan bahwa kebahagiaan mereka akan meningkat dengan penambahan seorang anak ke dalam unit keluarga di masa depan. Bukan hal yang aneh bagi pasangan tanpa anak untuk mencoba peruntungan memiliki anak dengan cara yang sulit dengan mengadopsi, menggantikan, atau mengadopsi secara internasional.

Sejak zaman dahulu keturunan dalam keluarga selalu menjadi hal yang paling dinantikan. Kehadirannya mampu mengubah suasana rumah tangga menjadi penuh warna. Melalui anak pula orang tua menggantungkan cita-cita dan harapannya. Mereka adalah investasi yang sangat menguntungkan dunia maupun akhirat, membanggakan dengan prestasinya dan menentramkan dengan akhlaknya.

Membicarakan tentang anak mengingatkan penulis tentang salah satu cerita dalam Epos Mahabharata pada bab 1 yang menceritakan tentang "Cinta Dushmanta Terpaut di Hutan". Menurut sudut pandang penulis kisah ini sangat relate dengan kehidupan kita saat ini. Sejarah perkembangan Epos Mahabharata secara kritis dipelajari oleh Ch. Lassen pada tahun 1837. Ch. Lassen berpendapat bahwa epos asli Mahabharata lahir kira-kira pada tahun 400-500 SM. A. Weber (1852) dan A. Ludwig (1884) mencoba mengadakan penelitian tentang asal-usul epos Mahabharata.

Mahabharata adalah peristiwa besar yang pernah terjadi dalam sejarah manusia. Perlawanan yang awalnya adalah kecemburuan atau iri hati antar saudara sedarah, kemudian semakin membesar melibatkan banyaknya beberapa sekutu antar kerajaan lain atau dinasti dalam peperangan besar tersebut. 

Diceritakan secara singkat dalam Epos Mahabharata pada bab satu, seorang Raja Dushmanta yang tampan dan gagah perkasa pergi berburu bersama balatentaranya yang kuat dan bersenjata lengkap. Setelah berjalan beberapa lama, tibalah mereka di hutan lebat dengan pohonnya yang besar-besar. Raja Dushmanta dan balatentaranya memburu gajah. Setelah puas berburu, Raja Dushmanta dan balatentaranya meneruskan Perjalanan. Mereka menyeberangi padang rumput yang tandus dan sangat luas. Raja Dushmanta memutuskan untuk berhenti berburu dan mengunjungi pertapaan Resi Kanwa. Sampai di gerbang pertapaan, Raja memerintahkan semua pengiringnya menunggu. Sendirian dia masuk ke halaman pertapaan. Di sana dia tidak menemukan siapa-siapa, kecuali seorang gadis cantik bernama Syakuntala yang mengenakan pakaian pertapa. Karena kecantikannya yang begitu menawa Dushmanta jatuh cinta kepada gadir tersebut dan dia berniat akan menikahinya. Sebelum menerima tawaran Dushmanta, Syakuntala memberikan syarat kepada Dushmanta bahwa anak laki-laki yang akan dia lahirkan hendaknya kelak menjadi ahli waris kerajaan Dushmanta. Mendengar syarat dari Syakuntala, Dushmanta pun barzanj akan mengabulkan permintaan Syakuntala. Lalu mereka berdua menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki.

Setelah anaknya lahir dan tumbuh Dushmanta tidak mau mengakui bahwa Syakuntala sebagai istrinya dan anak laki-laki itu adalah anaknya. Dushmanta menganggap kehadiran anak laki-laki tersebut merupakan aib yang harus dia tutupi sebagai seorang Raja. Karena dia malu jika seluruh rakyatnya tahu dia telah menikahi wanita yang tidak jelas asal-usul nya. Namun Syakuntala meyakinkan raja bahwa hadirnya anak laki-laki itu adalah anugerah, dan bukan suatu aib. Setelah Syakuntala berbicara panjang kepada Dushmanta, dan Dushmanta pun mendapat banyak dukungan dari rakyatnya, akhirnya Dushmanta pun menerima kehadiran Syakuntala dan anaknya. Raja memerintahkan agar dilakukan upacara khusus, yaitu upacara yang dipersembahkan seorang ayah untuk anaknya. Dengan upacara yang lain, Syakuntala diterima sebagai permaisuri. Anak itu diberi nama Bharata dan dinobatkan menjadi putra mahkota. Kelak di kemudian hari, keturunan Bharata menjadi bangsa yang besar.

Mengingat kembali cerita tersebut dapat kita rasakan bahwa kehadiran anak merupakan karunia terindah yang harus kita jaga dan kita syukuri.

“Biarlah anak ini menyentuh dan memelukmu. Di dunia ini, tak ada yang lebih nikmat daripada pelukan anak kandung kita. Wahai Pahlawan Perkasa Penakluk Musuh, akulah yang melahirkan anak ini! Wahai Raja, anak inilah yang akan bisa mengenyahkan segala kesusahanmu."

(Epos Mahabharata Bab 1, Karya Nyoman S Pendit)

Dalam kehidupan kita banyak sekali ditemui kasus seperti kisah di atas. Tidak jarang kita temui orang tua yang memperlakukan anaknya dengan tidak baik, atau bahkan ada orang tua yang tidak mengakui anaknya sendiri. Dari kisah Dushmanta dan Syakuntala penulis teringat tentang cerita salah satu kisah kerabatnya. Kisahnya sangat mirip dengan kisah di atas. Kita sebut saja namanya Ratih. Seorang ibu rumah tangga yang pernah berusaha menerima kehadiran seorang anak yang tidak dia harapkan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun