Sikap, yaitu cara berpikir atau perasaan yang mantap tentang sesuatu. Dan bagi banyak kelompok pembelajar yang terpinggirkan dan tidak diikutsertakan, sikap adalah masalah besar. Sikap masyarakat, teman, dan guru semuanya dapat berfungsi untuk membangun atau mendobrak hambatan.
Tapi lama-lama, seperti pengalaman masuk ke sekolah ini, aku mulai terbiasa mengajar anak-anak. Meski awalnya sedikit kesal dengan tingkah laku mereka yang hyperaktif, tapi aku sekarang mencoba memahami latar belakang mereka yang beraneka ragam -- dan kebanyakan dari mereka kurang kasih sayang dari Orangtua. Dan sejak itu aku selalu dan selalu berkata dalam hatiku bahwa ternyata aku lebih beruntung dari mereka, karena saat seusia mereka aku mendapat banyak kasih sayang dari Orangtua ku. Betapa sedihnya hatiku saat mendengar curhatan adik-adikku masih kecil ini, dan ini menjadi semangat ku untuk mengajar mereka dengan memberi perhatian yang mereka butuhkan. Â ~ (cerita pengalaman seorang teman yang menjadi mentor/guru di Sekolah Master)
Tapi kenapa masih adanya hambatan untuk menerima semua siswa di sekolah? Mungkin kebenarannya adalah kita, sebagai manusia, belum dapat menyikapi perbedaan dengan baik. Orang harus "normal" - maka mereka harus seperti saya.
Karena persepsi kita dapat mempengaruhi perilaku kita dan penerimaan kita terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan tersisihkan. Mengubah sikap sulit dilakukan, bisa memakan waktu lama, tetapi dengan kesabaran dan dedikasi, hal itu adalah mungkin.
3. Menerima semua siswa (dan contoh dari Skotlandia)
Setiap situasi yang berbeda mungkin memerlukan respons yang berbeda. Itu sebabnya sulit untuk mengatakan "apa yang berhasil" - karena kadang sebuah cara hanya berfungsi dalam keadaan tertentu. Tapi terlepas dari konteks yang berbeda di mana kita tinggal, sekarang kita mencoba melihat negara lain dalam mengedepankan hak pendidikan masyarakatnya.
Kota Glasgow adalah tuan rumah bagi populasi pengungsi terbesar dan pencari suaka dibawah kebijakan Kerajaan Inggris serta memiliki sejarah menjadi tuan rumah bagi komunitas besar migran. Maka sekolah harus memikirkan bagaimana cara untuk bisa menerima semua siswa disini.Â
Satu sekolah di Glasgow telah memiliki banyak pengalaman dengan anak-anak dari komunitas yang berbeda. Mereka telah mengadopsi pendekatan yang sangat inklusif untuk bekerjasama dengan anak-anak dan Orangtua untuk membuat sekolah ramah dan bersahabat - pemberitahuan dan informasi dari sekolah-pun diberikan dalam berbagai bahasa.
Guru menghargai pengalaman budaya dan pembelajaran yang dibawa oleh siswa (yang berasal dari berbagai komunitas dan lapisan masyarakat) ke sekolah dan menggunakannya di kelas mereka untuk membuat pembelajaran menjadi relevan dan mudah diakses.Â
Anak-anak didukung tidak hanya dalam pembelajaran mereka, tetapi juga dibantu untuk bekerja secara kolaboratif. Mereka berpartisipasi di semua tingkat sekolah dan ide mereka secara aktif digali dengan berbagai kegiatan dan perkembangan di sekolah. Sekolah terus membangun tradisi pengajaran yang kaya ini.
Sekarang, kita sebagai generasi penerus memiliki tanggung jawab dalam mewujudkan Sustainable Development Goals, terutama dalam hal pendidikan untuk semua masyarakat. Apa yang mungkin Anda rasakan jika sekolah Anda berada di daerah marjinal? Perbedaan apa yang dirasakan dan bagaimana hal itu dapat menarik perhatian Anda soal hak pendidikan di masyarakat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H