PENDAHULUAN
Beberapa pengertian pola asuh menurut tokoh psikologi dan sosiologi, diantaranya: menurut Singgih D Gunarsa, pola asuh adalah sebagai gambaran nyata dipakai orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga, mendidik) anak. Kemudian menurut Chabib Thoha, pola asuh adalah salah satu cara yang terbaik sebagai tanggung jawab orang tua ke anak. Menurut Sam Vaknin, pola asuh adalah sebagai "parenting is interaction betwee parent's and children during their care" (Tridonanto, 2014). Menurut Nasrun Faisal (2016), Pola asuh adalah interaksi yang dilakukan antara orangtua dan anak yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis. Selanjutnya Kohn, pola asuh orang tua terhadap anaknya adalah melalui interaksi dengan anak-anaknya, yang mana perlakukan ini terdiri dari "memberi aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan juga cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan kepada anaknya" (Susanto, 2015).
Penelitian tentang pola asuh, sudah dilakukan sejak pertengahan abad ke 20, yang dilakukan oleh Baumrind. Dari penelitian ini, Baumrind membagi tiga pola asuh yang berbeda-beda, diantaranya otoriter, permisif dan demokratis (Hasnawati, 2013). Ketiga tipe pola asuh ini, diantaranya: Pertama, pola asuh orang tua tipe otoriter adalah orang tua yang berusaha untuk "membentuk, mengendalikan, dan mengevaluasi, perilaku serta sikap anak" berdasarkan kemauan orangtua. Kemauan orangtua dari tipe ini, selalu menginginkan kebaikan terhadap anaknya, tetapi malah anak justru salah tanggap terhadap orangtua, sehingga anak merasa tertekan atau stress bahkan bisa juga menimbulkan depresi. Namun dibalik itu ada dampak positif yang bisa dirasakan oleh anak nantinya jika mereka sudah dewasa yaitu terbentuknya jiwa disiplin yang tinggi di dalam diri anak dan menjadi pribadi yang keras. Kedua, pola asuh permisif adalah menerima dengan secara terbuka kemauan anak, tetapi kepada hal yang positif, apa yang anak kerjakan. Tipe ini juga, orangtua sangat longgar terhadap anak sehingga anak diberi kebebasan semaunya namun dalam kelonggaran ini anak cenderung menjadi manja dan memiliki mental yang lemah sehingga mudah dibuli. Ketiga, pola asuh orang tua tipe demokratis atau autoritatif adalah mengarahkan anak secara rasional dan selalu sikap terbuka kepada anak, dan mengajari anak untuk selalu hidup mandiri. Pola asuh tipe demokratis, anak lebih condong melihat dampak negatif terhadap sesuatu yang dilakukannya, sehingga anak lebih menjauh jika terjadi sesuatu yang dianggap mencelakakan dirinya, misalnya perkelahian antar pelajar (Afiif & Kaharuddin, 2015; Faisal, 2016; Fellasari & Lestari, 2017; Marini & Andriani, 2005; Rahman dkk., 2015; Susanto, 2015; Widyarini, 2009).
Dari ketiga pola asuh tersebut sekarang kini mengenal Pengasuhan Modern, setiap keluarga itu unik, berdasarkan profesi anggota keluarga, lokasi, gaya hidup, status keuangan, dan tradisi mereka. Oleh karena itu, orang tua modern lebih dapat diandalkan dalam menemukan gaya pengasuhan yang unik dan personal yang sesuai dengan rutinitas sehari-hari dan membuat mereka bertahan dalam kehidupan profesional dan pribadi. Mereka tidak ingin mengikuti gaya pengasuhan yang dibuat oleh kelompok keluarga atau komunitas lain, mereka lebih bisa diadalkan karena mereka yang akan memutuskan rantai pola pengasuhan tradisonal yang lebih membuat penekanan pada apa yang diinginkan orang tua sehingga mereka menjadi pribadi yang keras.
Orang tua modern lebih menikmati fakta-fakta ilmiah dan database terbukti yang disetujui oleh para profesional. Karena paham teknologi, orang tua lebih nyaman dan dapat diandalkan terhadap buku-buku parenting, artikel yang ditulis oleh para ahli, dan sumber informasi modern lainnya tentang parenting. Mereka dipengaruhi oleh tips dan teknik yang tersedia melalui internet. Mereka juga lebih mengeksplorasi pola asuh versi lanjutan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya.
Orang Tua Modern lebih sadar dalam mengasuh anak, tanpa mengganggu kenyamanan kehidupan sehari-hari anaknya. Orang tua ini jauh lebih sadar akan kenyamanan fisik dan mental anak mereka. Mereka tidak ingin membuat anak mereka tidak nyaman dengan mengikuti teknik pengasuhan tradisional yang mereka gunakan saat mereka dibesarkan. Karena mereka percaya pada perubahan maka mereka mencari teknik Parenting modern. Bukan berarti mereka menentang pola asuh tradisional, mereka bersedia memberikan pemikirannya, namun jika mereka merasa anak-anaknya tidak nyaman dalam mengikuti hal-hal tradisional tersebut maka mereka tidak akan mengambil kesempatan kedua dan akibatnya mereka mulai mengeksplorasi. cara modern untuk mengembangkan anak-anak yang bahagia dan seimbang.
PEMBAHASAN
Pola Asuh Authoritarian (Otoriter)
Pada pola asuh ini, orang tua menjadi pemegang kekuasaan tertinggi alias otoriter. Karakteristik otoriter yaitu, kaku, tegas, mersa selalu benar dalam mengemukakan pendapat, dan menerapkan hukuman jika tidak sesuai aturanatau kemauan orang tua. Pola asuh ini akan membentuk seorang anak dengan karakter disiplin dan patuh. Namun sayangnya, orang tua yang otoriter sering melayangkan ungkapan "pokoknya" ketika sedang mengutarakan pendapat, tanpa memedulikan atau mendengar pendapat dan keinginan anak. Hal ini dapat membuat anak menjadi tidak terbiasa dalam membuat keputusan sendiri dan takut mengungkapkan pendapatnya.
Pola Asuh Indulgent (Permisif)
Pola asuh permisif berkebalikan dari pola asuh otoriter. Orang tua cenderung untuk mengikuti semua keinginan anak atau istilahnya (memanjakan) anaknya. Orang tua yang permisif dapat menjadi seorang teman baik bagi anaknya, karena memberikan perhatian, kehangatan, dan juga interaksi yang cukup baik. Anak yang tumbuh dengan pola asuh permisif akan tumbuh menjadi anak yang kreatif. Karena terbiasa bebas mengekspresikan dirinya dalam berbagai hal. Namun, dalam jangka panjang, anak menjadi tidak disiplin. Berperilaku agresif terutama bila keinginannya tidak dipenuhi.