Apabila mengacu pada Pasal 29 huruf l Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS), Puskesmas memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Tindakan Puskesmas yang menolak transparansi dokumen kepada pasien telah melanggar kewajibannya.Â
Terhadap pelanggaran ini, Puskesmas dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau denda dan pencabutan izin sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 ayat (2). Pasien dalam hal ini berhak mengetahui, apakah kesalahan tersebut ada pada resep obat dokter atau tidak karena akan berimplikasi pada subjek yang dapat dimintakan pertanggungjawaban.Â
Secara umum, terdapat beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh oleh korban demi mendapat pertanggungjawaban. Merujuk pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran), tindakan dokter yang sekiranya merugikan dapat dilaporkan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Dalam hal ini, laporan tersebut tidak akan mencabut hak korban untuk kembali menuntut pidana atau menggugat perdata di pengadilan.
Gugatan perdata dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat berdasarkan Pasal 1365 dan 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Apabila tindakan malpraktik telah memenuhi unsur delik pidana, korban dapat mengajukan laporan berdasarkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 190 UU Kesehatan.Â
Adapun dalam hal terjadi kelalaian dokter/tenaga kesehatan layaknya contoh kasus di atas, kelalaian tersebut menurut Pasal 29 UU Kesehatan wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui jalur mediasi.
Sejatinya, kasus AK merupakan salah satu dari sekian banyak kasus malpraktik yang terjadi karena seluruh unsurnya telah terpenuhi. Pada dasarnya, pihak penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki peran penting dalam menyelesaikan kasus-kasus malpraktik.
Hal tersebut berkaitan dengan tanggung jawabnya dalam memberikan transparansi informasi sebagai bentuk informed consent kepada pasien. Dengan adanya kejelasan informasi, pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban secara etik dan/atau hukum akan lebih jelas.
Artikel ini ditulis oleh:
Amalia Putri
Aufa Azizah Putri
Berlian Zahra Arwaa