Baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah mengumumkan rencananya untuk melakukan penyensoran terhadap konten di Netflix dan layanan streaming video lainnya.Â
Tujuan dari langkah ini adalah untuk menyesuaikan konten dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Namun, langkah ini juga telah memicu perdebatan tentang siapa seharusnya bertanggung jawab atas proses penyensoran tersebut.
Rencana ini muncul di tengah perdebatan tentang peran pemerintah dan lembaga penyiaran dalam mengawasi dan menyensor konten over-the-top (OTT) seperti layanan streaming.Â
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo, Usman Kansong, telah mengungkapkan bahwa pemerintah sedang dalam proses mempertimbangkan aturan tata kelola yang lebih baik terkait hal ini.
Tantangan muncul karena undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tidak secara khusus mengatur tentang konten film di layanan OTT.
Pemerintah ingin mencegah penayangan konten negatif di layanan streaming, dengan tujuan untuk menjaga keberlangsungan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat Indonesia.Â
Namun, permasalahan yang muncul adalah bagaimana implementasi penyensoran akan dilakukan, terutama ketika berbicara tentang layanan seperti Netflix yang menampilkan berbagai jenis film dari berbagai negara dan genre.
Dalam upaya untuk mencari solusi terbaik, Kemkominfo telah berkomunikasi dengan Lembaga Sensor Film (LSF). Namun, masih terdapat pertanyaan tentang apakah lembaga penyiaran atau Kemkominfo yang seharusnya bertanggung jawab atas proses penyensoran ini.Â
Isu ini menjadi lebih rumit karena perkembangan teknologi telah membuat konten streaming dapat diakses melalui berbagai perangkat, bahkan di perangkat seluler.
Perdebatan ini juga menyoroti perlunya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab terhadap konten yang ditampilkan kepada publik.Â