***
Subuh itu begitu khusuk. Sebab sang guru besar hadir di antara para tamu dan murid. Datang hendak berjamaah dengan kondisi badan yang sungguh lemah karena sakit tuanya. Ingin sekali mereka bertanya dan membantu, tapi seperti ada suara yang menyekat untuk tak mengganggu kehadiran Ja'far Shadiq di jamaah Subuh itu.
Bacaan surat AlQuran di solat subuh itu begitu merdu. Mengalun pelan. Seperti menembus awan meminta kesembuhan sang Sunan.
Panembahan Kudus yang menjadi imam subuh, beberapa kali tampak melelehkan air mata hangat, pertanda harapan yang sangat dahsyat kepada sang Ilahi yang maha Kuasa.
Jamaah subuh pun larut dalam ayat yang panjang. Mengamini doa yang terlantun dalam dua rakaat yang sedang berjalan.
Pontjowati yang berada persis di samping sang Sunan juga merasakan hal yang sama. Saat telah duduk dalam tahiyyat akhir, dia melihat Sunan Kudus tak beranjak dari sujudnya.
Sujudnya begitu panjang. Seperti menikmati kebahagiaan yang tak terbayang. Pancaran itu menyemburat di antara wajah dan bumi yang sedang diciumi. Bagai seorang kekasih yang sedang berjumpa dengan pasangan yang telah lama dirindunya.
"Assalamualikum warahmatullah, assalamualaikum warahmatullah," terdengar sang imam mengakhiri solat subuhnya. Para jamaahpun mengucapkan hal yang sama. Pertanda shalat Subuh jamaah telah selesai.
Sunan Kudus masih asik dengan sujudnya. Sujud yang penuh kedamaian.
"Kanjeng Sunan.. kanjeng Sunan," kata Pontjowati pelan hendak menggugah kesadaran guru kesayangannya.
Demi mendengar suara di ujung shaf pertama, Panembahan Kudus langsung beranjak. Mendekat di ujung shaf dimana ayahandanya masih terpaku dalam sujud subuhnya.