Mohon tunggu...
ilham aufa
ilham aufa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, Penulis Lepas

Masih Belajar dan Terus Belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sujud Terakhir Kangjeng Sunan Kudus (Seri 2)

18 September 2018   17:15 Diperbarui: 18 September 2018   17:24 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

--Menjelang Haul ke 482--

Berita tentang memburuknya kesehatan Kanjeng Sunan Kudus Ja'far Shoddiq dalam beberapa hari terakhir ini sudah menyebar luas hingga ke Giri Kedaton dimana Sunan Giri Prapen tinggal.

Lantunan zikir tengah malam yang biasa digelar, kini berganti dengan alunan doa dan pengharapan. Mereka berharap penuh atas kesembuhan sang Sunan yang bergelar waliyyul ilmi. Sunan Giri Prapen yang memimpin doa dan zikiran itu terus saja memutar tasbih tiada henti.

Sementara itu, rombongan Sunan Gunung Jati di istana Caruban bergegas berangkat menuju Kudus setelah salah satu utusan Demak mengabarkan kondisi terakhir sang Qadhi utama istana peninggalan Raden Fatah.

Di selatan, adipati Pajang Adiwijaya segera membubarkan Paseban Agung. Rapat besar bersama para adipati bawahan Demak itu diakhiri tanpa keputusan. Sutawijaya yang sedang asik berlatih pedang di bawah pengawasan Ki Ageng Pemanahan dipanggil untuk diajak turut serta ke utara. "Sekalian menengok Benawa yang nyantri di Padepokan Kudus," ujar Adiwijaya yang waktu muda berjuluk Jaka Tingkir.

Sementara jauh di pesisir utara, Kangjeng Sunan Kudus Ja'far Shodiq masih belum bisa dijenguk, meski para tamu terus saja berdatangan.

***

Setelah kematian Sultan Trenggono, Sunan Kudus banyak menghabiskan waktu bersama muridnya di Padepokan Tajug. Padepokan ini merupakan peninggalan dari guru beliau bernama Kiai Telingsing, ulama berdarah Cina, anak dari prajurit Laksamana Ceng Ho yang memilih menetap di kadipaten Semarang.

Selain karena banyaknya fitnah  yang beredar di antara para putra mahkota-menantu, hingga antar Sunan anggota majlis panatagama, absennya Sunan Kudus di Demak juga sebab usia beliau yang sudah tidak mungkin lagi bisa maksimal menyelesaikan berbagai persoalan kerajaan.

Peristiwa terbunuhnya Sultan Demak keempat Raden Bagus Mukmin alias Sunan Prawoto, yang berlanjut dengan kematian Pangeran Hadirin, suami dari Ratu Kalinyamat Jepara adalah deretan fitnah yang hingga kini terus tercatat dalam goresan sejarah.

Puncaknya, saat Aria Penangsang, putra Pangeran Sekar, cucu Raden Fatah, yang juga murid kesayangan Sunan Kudus harus berhadapan dengan Adipati Pajang Adiwijaya, yang tak lain adalah menantu Sultan Trenggono.

Peristiwa palagan yang terjadi di Bengawan Sore, antara Pajang dan Jipang, antara adipati Adiwijaya dan adipati Penangsang, antara dua murid Kudus berdarah biru kental itu semakin menambah duka mendalam bagi guru besar kerajaan Islam pertama di Jawa itu.

Cerita telik sandi tentang tombak sakti Kiai Plered yang berhasil merobek perut Penangsang hasil bidikan Sutawijaya, hingga kemudian Keris Kiai Setan Kober memotong sendiri usus sang tuan, membuat si penerima laporan tak henti-hentinya bersedih penuh penyesalan.

Telik sandi yang diperintahkan oleh Sunan Kudus untuk mengamati jalannya peristiwa di perbatasan Jipang itu sampai tak tega melanjutkan kisahnya, demi melihat mata sang Sunan yang terus saja terpejam di pembaringan. Dengan iringan linangan air mata di sisi kiri dan kanan kelopak matanya.

Ada ruangan dalam dada beliau yang tiba-tiba terasa sesak oleh banyaknya peristiwa di menjelang usia senjanya.

Menantu Pecatandu Terung Raden Kusen itu kembali tak sadar dalam pingsannya. Panembahan Kudus, anak pertama dari istri kedua Sunan Kudus meminta sang telik sandi untuk undur diri ke luar ruangan.

Setelahnya, ia kembali bersama anak-anak Sunan Kudus yang lain. terlihat Panembahan Mekaos, Panembahan Kaletja dan Pangeran Pujonggo, duduk tafakur di sisi pembaringan sang ayahanda. Berzikir dan berdoa penuh hikmat.

Sementara dua putri beliau Probodinabar dan Raden Ajeng Pembayun bergantian memijat tangan dan kaki Romonya itu yang semakin dingin terasa.

Di ruangan lain, santri Kudus bernama Pangeran Benawa, anak Adiwijaya yang sedang menginjak usia remaja, tampak sigap bergerak di pawon ageng, sebuah ruangan besar yang khusus diperuntukkan kegiatan memasak bagi para santri.

Dia membantu cucu Sunan Kudus yang sepantaran dengannya, menyiapkan makanan untuk meladeni para tamu yang terus saja berdatangan.

Pangeran Gemiring, Pangeran Patih, Pangeran Singopadon dan Pangeran Beji, nama para cucu itu, turut terbantu atas kesigapan Benawa.

Aria Pangiri, anak mahkota Raden Bagus Mukmin, calon mantu Adiwijaya, yang baru saja tiba dari Jepara juga turut serta menemani Benawa. (bersambung)

Pamulang, 14 September 2018

Ilham Aufa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun