Mohon tunggu...
ilham aufa
ilham aufa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, Penulis Lepas

Masih Belajar dan Terus Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tepuk Tangan Ibu

11 September 2016   12:00 Diperbarui: 11 September 2016   21:42 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu diantara kedua cucunya. Foto diambil 8 tahun lalu (dokumen pribadi)

Di lain waktu, kadang ada pekerjaan-pekerjaan rumah yang membuat rasa iri antar-saudara. Pasalnya, kadang tak sengaja terjadi penumpukan perintah terhadap satu anak. Sementara yang anak yang lainnya sedang asik dengan mainannya di sudut rumah.

Maka, segala jenis keluhan, aduan, omelan dan doa-doa lucu dari anak-anaknya itu selalu saja hadir setiap hari. 

“Kok aku lagi. Itu tuh mas lagi tiduran,”

“Tanganku cuma dua, bu. Yang ini belum selesai. Adek tuh lagi asik nonton TV mulu.”

“Ya Allah, kenapa seperti ada pelumas di lidah Ibu. Begitu mudahnya namaku selalu dipanggil ibu untuk menerima perintahmu. Adakah nama-nama saudaraku lainnya susah untuk diucapkan?”

Masih banyak kalimat-kalimat lain yang mewarnai kehidupan kami sehari-hari. Dan ibu hanya tertawa kecil saat mendengar ucapan anak-anaknya itu.

***

Akibat terlalu banyaknya pekerjaan yang dikerjakan, selalu saja ada yang banyak terlupakan oleh ibu. Saat teringat pada sesuatu yang terlupa, ada bunyi unik yang berasal dari arah ibu berada.

Kami baru sadar setelah sekian lama. Selalu ada suara tepuk tangan dari dalam kamar. Selalu berbunyi saat ibu persis selesai mengucap salam tanda berakhir shalat.

Tepuk tangan itu sakral. Tak ada yang berani menolak untuk menanggapi. Di antara kami, selalu sedia untuk datang ke kamar ibu untuk menanyakan tentang hal penting yang mesti dikerjakan. Jika tak ada yang menanggapi, maka tepuk tangan semakin keras, melebihi dua kali volume suara TV di tengah.

Namun, lagi-lagi kami adalah bocah yang masih senang dengan keasikan permainan. Saat anak-anak sedang berkumpul di ruang tengah, dan tiba-tiba ada suara tepuk tangan, sikap kami yang pertama adalah diam. Saling menunggu, memandang dan tersenyum kecil. Seakan ada kesepakatan, yang terdekat dengan kamar ibu, yang punya kewajiban untuk menghadap. Menghadap berarti siap melaksanakan perintah ini dan itu. Saat itu juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun