Mohon tunggu...
Audy Nasution
Audy Nasution Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Trip

Perjalanan Mengenal Cirebon Kota Mancanegara

23 Mei 2018   23:50 Diperbarui: 24 Mei 2018   00:05 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pada mulanya terasa biasa-biasa saja bagi beberapa mahasiswa. Kota Cirebon, Kuningan, dan tempat-tempat wisata yang tertera di buku panduan perjalanan hunting fotografi Akademi Televisi Indonesia (ATVI) Semester II itu terkesan begitu dekat dengan Jakarta dan para mahasiswa berharap dapat melakukan hunting di kota yang sedikit lebih jauh. Kegiatan yang menuntut para mahasiswa ATVI untuk uji kemampuan fotografi tersebut sudah terlaksanakan awal Mei kemarin.

Diawali bangun pagi dan berpamitan dengan keluarga para mahasiswa sampai di Stasiun Gambir, Jakarta, pada pukul 05.00 WIB. Sambil menunggu semua mahasiswa datang, pihak kampus ATVI mengabsen seluruh mahasiswa, sedangkan Kedai Travel sibuk membagikan tiket perjalanan Kereta Api Eksekutif dan name tag mahasiswa dengan warna tali berbeda untuk setiap bus sesampainya di Cirebon.

Ujian bagi para mahasiswa dimulai. Memotret keindahan perjalanan di luar jendela selama di kereta adalah tugas pertama untuk memenuhi kebutuhan Ujian Akhir Semester (UAS) fotografi. Tiga jam dalam kereta sudah dilalui. Menandakan bahwa para mahasiswa baru tiba di Stasiun Cirebon dan harus melanjutkan perjalanan dengan empat bus menuju ke tempat selanjutnya. Nasi Jamblang Khas Cirebon adalah objek foto kedua yang akan diabadikan oleh para mahasiswa dan juga sebagai sambutan pertama untuk para mahasiswa serta civitas akademika ATVI yang baru saja menginjakkan kaki di kota udang tersebut.

Makan bersama siang itu dilaksanakan di Taman Budaya Hati Tersuci yang merupakan Taman Hati atau Taman Doa Gereja Santa Maria Cirebon-Jawa Barat. Taman tersebut menganut gaya arsitektur Cirebonan dengan dominasi rona merah bata serta ornamentik bernuansa Jawa Hindu Kuno. Di Taman Hati tersebut mahasiswa dapat mengambil objek-objek foto di bagian dalam Gereja maupun di bagian luar Gereja.

Usai menambah energi, para mahasiswa melanjutkan perjalanan ke Keraton Kasepuhan. Ada yang singgah ke masjid terdekat untuk menunaikan sholat dzuhur terlebih dahulu, ada juga yang langsung berburu objek foto di luar maupun bagian dalam keraton. Tempat sunyi, sepi, dan bersejarah ini identik dengan dua buah patung macan putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran (keturunan Prabu Jaya Dewata - Silih Wangi) di Taman Bundaran Dewandaru pada area utama Keraton Kasepuhan. Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana raja. Keraton ini merupakan keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Para mahasiswa sibuk mengambil objek foto dari detail hiasan dinding keraton yang berbentuk piring porselen peninggalan Tiongkok, arsitektur bangunan keraton, dan suasana keraton itu sendiri serta human interest yang tidak sengaja diabadikan khususnya untuk para mahasiswa jurnalistik televisi yang lebih mengutamakan objek foto human interest demi kebutuhan UAS fotografi jurnalistik.

Setelah beberapa jam berlalu, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Gerabah Sitiwinangun. Seperti nama desanya sendiri, Sitiwinangun merupakan gabungan dari dua kata, Siti berarti tanah dan Winangun berarti dibangun dimana di desa tersebut mayoritas penduduk memproduksi gerabah yang memiliki nilai estetika sangat tinggi. Gerabah Sitiwinangun itu dibuat dari tanah liat atau lempung yang dicampur pasir. Para penghasil gerabah di desa tersebut hanya menggunakan dua cara yaitu dicetak dan menggunakan alat putar. Para mahasiswa berjalan kaki bergiliran sesuai bus menyusuri jalan di samping kali hingga sampai di rumah-rumah penduduk di mana banyak sekali hasil-hasil gerabah yang dapat mereka saksikan dan abadikan. Dari berbagai jenis guci, patung, dan topeng-topeng yang unik dan khas, para mahasiswa berpencar memburu hasil foto terbaik.

dok-pribadi-2-5b059fadcaf7db53967721e3.jpeg
dok-pribadi-2-5b059fadcaf7db53967721e3.jpeg
Setelah puas mengambil objek foto dan meninggalkan desa, mereka bergerak lagi untuk makan malam bersama lalu menuju tempat penginapan yang akan menjadi rumah sementara selama 4 hari 3 malam di dekat Balaikota. Hari yang belum begitu melelahkan, tapi kalimat pertama dari artikel ini sudah mulai berkembang. Pemikiran yang pada mulanya biasa - biasa saja mulai tumbuh dan rasa penasaran seketika menggebu, bagaimana hari selanjutnya? Apakah Kota Cirebon juga memiliki daya tarik seperti kota mancanegara lainnya?

Tidur yang cukup lalu bangun pagi dengan teman sekamar, bergegas mandi dan sarapan di lantai 2 adalah kegiatan para mahasiswa untuk mengawali hari kedua. Tidak lupa mengenakan seragam hunting fotografi, pagi itu para mahasiswa diajak Kedai Travel ke Pusat Batik Trusmi Khas Cirebon. "Pagi segar, aktivitasnya hampir di setiap rumah. Ada toko, halaman dengan jemuran, ada yang sedang membatik, dan aneka kegiatan lainnya. Kegiatan pagi adalah target foto yang menantang. Buatlah foto terbaik kegiatan masyarakat pembatik, rancangan batik khas Cirebon dan suasana lingkungannya", kutipan kalimat dalam buku panduan hunting yang hanya dibaca oleh beberapa mahasiswa tersebut ternyata lumayan berguna untuk menambah semangat dan juga inspirasi.

Wanita-wanita tua maupun muda yang sedang membatik menggunakan canting, laki-laki separuh baya yang sedang membatik dengan teknik cetak, mencuci kain batik, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menjadi target para mahasiswa pagi itu sedikit menimbulkan kesulitan karena lokasi yang terbilang gelap sehingga sulit untuk mengatur segitiga eksposur pada kamera mereka masing-masing. Tapi dengan begitu bukan berarti mereka tidak menghasilkan apapun. Foto-foto yang dihasilkan para mahasiswa pun tetap bagus dan indah.

dok-pribadi-3-5b059db5dd0fa85eb02c6af4.jpeg
dok-pribadi-3-5b059db5dd0fa85eb02c6af4.jpeg
Kegiatan dilanjutkan untuk berburu foto di sekitar Stasiun dan Balaikota Cirebon. Arsitektur Balaikota dan Stasiun, serta lingkungan di sana menjadi objek foto para mahasiswa. Siang hari tiba dengan panggilan sholat jumat, seluruh mahasiswa bergegas ke Masjid Sang Cipta Rasa dekat Keraton Kasepuhan. Masjid tersebut bukan masjid biasa. Ketika muazin mengumandangkan adzan, di masjid tersebut dilakukan secara bersamaan oleh 7 orang muazin. Hal itu menjadi salah satu ciri khas Masjid yang melambangkan Wali Songo dari 9 jumlah pintu yang ada di sana.

Kisah selanjutnya dimulai dari makan siang nasi kotak di bus menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Bondet. "Kalian harus makan yang banyak dan manfaatkan istirahat di bus karena kita akan menempuh perjalanan jauh", begitu ucapan salah satu pengurus Kedai Travel kepada para mahasiswa di dalam bus. TPI ini adalah satu-satunya yang masih melelang hasil para nelayan bekerja seharian di laut di antara 11 TPI Cirebon lainnya yang sudah tinggal cerita. Jalan yang cukup panjang dan melelahkan itu tidak mengurangi semangat para mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa, civitas akademika ATVI pun ikut terjun langsung jalan kaki bersama sampai di titik terakhir tempat pelelangan ikan. Pemandangan laut, kapal-kapal beraneka warna, nelayan-nelayan separuh baya hingga tua usia, dan ikan-ikan kecil basah serta yang sedang dijemur adalah objek-objek foto yang dapat diabadikan di sana. Tidak lupa ada juga anak-anak dan orang tua yang memancing di pinggiran laut. Beberapa jam yang sangat berkesan bagi para mahasiswa.

Dapat melihat dan mengamati kegiatan para nelayan dari mencuci ikan hingga mengangkut ikan dari kapal ke daratan dengan keranjang, merupakan kegiatan yang sangat menarik dipandang.  Dari situ terlihat bahwa kerja sama antar nelayan masih sangat kental, mereka berjejeran bahu-membahu saling membantu membawa keranjang berisikan ikan-ikan kecil basah yang tidak ringan. Itu adalah kegiatan yang biasa mereka lakukan.

Para mahasiswa lagi-lagi berpencar mengambil objek foto terbaik untuk kebutuhan tugas UAS fotografi. Sebelum matahari tenggelam, civitas akademika ATVI mengajak para mahasiswa bergiliran kembali ke parkiran bus dengan kapal besar nelayan yang tentunya sudah seizin para nelayan. Para mahasiswa begitu senang karena tidak harus menempuh jalan jauh dengan tubuh yang sudah mulai kelelahan. Di atas kapal selama perjalanan menuju parkiran, mereka juga dapat mengambil banyak objek human interest dan juga pemandangan-pemandangan indah. Begitu banyak pelajaran, keseruan, dan kesan pesan yang dapat diterima dari Bondet.

dok-pribadi-4-5b059fb216835f01b811a102.jpeg
dok-pribadi-4-5b059fb216835f01b811a102.jpeg
          Hari ketiga tiba. Pagi buta seluruh mahasiswa bergegas menuju bus dan melanjutkan perjalanan menuju Pantai Kejawanan untuk mengejar sunrise tanpa mandi sebelumnya. Diawali sholat subuh di masjid terdekat lalu melanjutkan perjalanan kaki melewati bebatuan menuju ujung pantai untuk mencari sunrise terbaik. Sedikit licin dan batu yang begitu keras menyulitkan para mahasiswa menyusuri perjalanan ditambah dengan cahaya yang kurang, tetapi mereka sangat antusias untuk berburu sunrise di pantai tersebut, terlebih karena di Jakarta sangat jarang bisa ditemui pantai yang dapat begitu menenangkan.

Usai berburu sunrise, mereka kembali ke hotel untuk bersiap-siap melanjutkan perjalanan berikutnya. Situs Purbakala Cipari dan Gedung Linggarjati adalah tujuan selanjutnya. Perjalanan lumayan jauh karena sudah berbeda kota. Kota Kuningan sedikit lebih dingin dari Kota Cirebon. Kedua tujuan hunting tersebut merupakan tempat-tempat bersejarah. Situs Purbakala Cipari dominan dengan objek batu-batu peninggalan sejarah, sedangkan di Gedung Linggarjati lebih banyak memperlihatkan ruangan-ruangan yang zaman dahulu digunakan untuk perundingan linggarjati, mulai dari dari ruang kamar, ruang makan, ruang mandi, pemandangan dari luar gedung, dan meja-meja yang digunakan saat perundingan berlangsung. Hal tersebut begitu menarik perhatian ditambah dengan terdapat kutipan-kutipan dari Soekarno yang sudah menjadi bentuk ketikan dalam pigura di beberapa dinding ruangan.

Setelah setengah hari di Kuningan, para mahasiswa kembali ke Kota Cirebon untuk menyaksikan Tari Topeng di Keraton Kanoman malamnya. Tempat pertunjukan yang kurang cahaya dan gerakan Tari Topeng yang begitu cepat adalah tantangan yang harus dijawab oleh para mahasiswa selanjutnya. Tidak lama setelah pertunjukan usai, para mahasiswa kembali ke penginapan untuk bersih-bersih lalu sebelum tengah malam mereka menyebar di sekitar hotel sampai alun-alun kota untuk mengambil objek light trails atau low speed bersama kelompok hunting fotografi demi kebutuhan UAS.

Sebelum meninggalkan tempat penginapan, para mahasiswa mengemas barang-barang bawaannya untuk persiapan pulang ke Jakarta. Minggu pagi itu mereka mengelilingi area depan tempat penginapan untuk mengambil objek foto car free day di Kota Cirebon. Begitu banyak objek foto human interest yang dapat diabadikan, mulai dari ibu-ibu senam pagi, interaksi jual-beli pedagang dan pembeli, anak-anak kecil yang asik balapan tamiya di arena mobil-mobilan kecil, dan kegiatan-kegiatan menarik lainnya.

dok-pribadi-5-5b059d5bab12ae11a54b3d63.jpeg
dok-pribadi-5-5b059d5bab12ae11a54b3d63.jpeg
Selanjutnya Kedai Travel mengajak para mahasiswa untuk naik ke bus membawa seluruh barang bawaan untuk melanjutkan perjalanan. Goa Sunyaragi adalah tujuan selanjutnya. Menurut Wikipedia, nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah Bahasa Sanskerta. Tujuan utama didirikannya goa tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.

Goa Sunyaragi tersebut sangat luas sehingga para mahasiswa dapat berpencar untuk mencari objek-objek foto yang dianggap menarik. Banyak sekali bagian-bagian gua diantaranya Goa Pengawal sebagai tempat berkumpul para pengawal sultan, Goa Peteng sebagai tempat nyepi untuk kekebalan tubuh, dan Goa Lawa sebagai tempat khusus kelelawar. Terdapat pula beberapa mitos, salah satunya yaitu tepat di depan pintu masuk goa setelah melewati kolam, terdapat patung batu Perawan Sunti yang konon jika disentuh akan sulit mendapatkan jodoh. Tapi jika tidak sengaja menyentuhnya, ada baiknya masuk ke Goa Kelanggengan agar enteng jodoh.

Siang pun tiba, para mahasiswa menuju tempat makan untuk menyantap makanan kedua khas Kota Cirebon, yaitu Empal Gentong. Tidak lupa, Empal Gentong sendiri pun merupakan salah satu objek foto yang diuji dalam Ujian Akhir Semester II. Alhasil, ketika makanan datang para mahasiswa sibuk mengambil gambar terbaik untuk objek foto kuliner tersebut.

Setelah kenyang dan beristirahat sejenak, para mahasiswa langsung menuju Stasiun Cirebon. Perjalanan 4 hari 3 malam yang terasa melelahkan menjadi hari-hari yang berkesan bagi para mahasiswa. Perjalanan memang sudah berakhir, tapi tuntutan tugas sebenarnya justru berada di depan mata. Membuat karya tulis perjalanan, mencetak satu foto terbaik, dan membuat slide show kumpulan foto-foto per kelompok. Begitu banyak kisah klasik untuk masa depan yang nantinya akan dirindukan.

Mungkin untuk tujuan wisata mancanegara Cirebon kalah dengan kota-kota pariwisata lainnya yang lebih sering dikunjungi oleh berbagai turis asing, padahal Cirebon-Kuningan juga memiliki daya tarik dari segi tempat bersejarah, kuliner, dan wisata-wisata lainnya. Salah satu hal yang dapat disimpulkan, Cirebon memiliki Tempat Pelelangan Ikan Bondet yang seperti sebelumya dijelaskan bahwa TPI tesebut merupakan satu-satunya yang masih beroperasi saat 11 TPI lainnya hanya tinggal cerita. Di Bondet pula terdapat hal-hal menarik, seperti kegiatan para nelayan di sana dan juga pelajaran hidup yang dapat diambil.

Pada akhirnya sesuatu yang ingin dirasakan atau dipahami akan lebih berkesan jika dialami oleh orang itu sendiri. Cerita atau deskripsi dalam sebuah tulisan akan tetap menjadi sebuah bayang-bayang imajinasi jika tidak dilakukan prakteknya secara langsung. Mulai sekarang, ada baiknya untuk mencoba traveling ke kota-kota di Indonesia untuk mencari tahu setiap keunikan yang ada di dalamnya. Kalau bukan orang Indonesia itu sendiri yang melestarikan dan mendukung kekayaan alam negerinya sendiri, siapa lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun