Mohon tunggu...
Audy Nasution
Audy Nasution Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Resensi Sepotong Senja untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma

15 Mei 2018   00:18 Diperbarui: 15 Mei 2018   01:53 10174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul Buku     : Sepotong Senja untuk Pacarku

Penulis            : Seno Gumira Ajidarma

Cetakan          : Ketiga Januari 2017

Penerbit          : PT. Gramedia Pustaka Utama

Tentang Penulis

Para pecinta sastra pasti sudah tidak asing lagi dengan inisial SGA. Seno Gumira Ajidarma adalah penulis dari generasi baru sastra Indonesia. Pria ini lahir di Boston, Amerika Serikat pada tanggal 19 Juni 1958. Putra dari Prof. Dr. M.S.A Sastroamidjojo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada ini telah menulis beberapa buku karyanya antara lain Atas Nama Malam, Wisanggeni---Sang Buronan, Biola tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, Negeri Senja, dan pastinya Sepotong Senja untuk Pacarku. 

Selain menulis, Ia juga bekerja sebagai wartawan, fotografer, dan kritikus film Indonesia. Seno menjadi seniman karena terinspirasi oleh Rendra yang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, dan rambut boleh gondrong. Ia juga sudah mendapatkan beberapa penghargaan, salah satunya yaitu penghargaan SEA Write Award pada tahun 1987. Kesibukan Seno saat ini adalah membaca, menulis, memotret, jalan-jalan, selain bekerja di Pusat Dokumentasi Jakarta-Jakarta. Kini Ia juga membuat komik, baru saja Ia membuat teater dan sekarang Seno menjadi Rektor di Institut Kesenian Jakarta sejak 2016 dan tetap menjadi dosen di Fakultas Film dan Televisi.

Tentang Buku

Buku Sepotong Senja untuk Pacarku merupakan kumpulan dari beberapa cerpen. Dalam buku ini dibagi menjadi tiga bagian di mana bagian pertama menceritakan tentang Trilogi Alina, yaitu mengenai kisah laki-laki yang ingin mengirimkan sepotong senja untuk pacarnya yang jauh di sana melalui tukang pos dan sepotong senja itupun dimasukkan ke dalam amplop. Dalam Trilogi Alina tersebut dibagi lagi menjadi tiga cerita yaitu cerita pertama tentang bagaimana laki-laki itu mengirimkan sepotong senja untuk pacarnya. 

Cerita kedua yaitu jawaban Alina (pacar sang lelaki) terhadap amplop surat yang berisikan sepotong senja dari Sukab (sang lelaki). Dan cerita terakhir dalam Trilogi Alina ini yaitu mengenai tukang pos yang membawakan amplop surat dari Sukab kepada Alina. Dalam cerita tukang pos tersebut diceritakan bahwa amplop surat yang berisikan sepotong senja dari Sukab untuk Alina baru diterima Alina dalam waktu 10 tahun.

Bagian kedua yaitu tentang Peselancar Agung. Dalam bagian Peselancar Agung ini terdiri dari tiga belas cerita mengenai sebuah kota di tepi pantai di mana pelangi tidak pernah memudar dan diceritakan dengan pembahasan yang beragam seperti Ikan Paus Merah, Kunang-Kunang Mandarin, Anak-Anak Senja, Mercusuar, dan lainnya dimana semua cerita ada hubungannya dengan senja.

Lalu bagian terakhir berjudul Atas Nama Senja dimana dalam bagian ini terdiri dari tiga cerita yaitu Senja di Pulau Tanpa Nama, Perahu Nelayan Melintas Cakrawala, dan Senja di Kaca Spion.

Pada intinya kumpulan cerpen dalam buku ini mengisahkan tentang laki-laki yang rindu dengan kekasihnya tetapi sang kekasih terlalu mustahil untuk ditemui. Seperti halnya kata-kata terakhir pada surat Sukab untuk Alina yang disampaikan melalui tukang pos dimana ditulis oleh Sukab dengan alamat: Alina Ujung Dunia yang juga sempat membuat tukang pos kesulitan untuk mencari Alina. Alasan Sukab mengirimkan sepotong senja untuk pacarnya yaitu sama seperti yang dikatakan dalam cerpen, "Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia Alina. 

Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Alina."

Dari banyak cerita dalam buku ini, ada beberapa yang sangat menarik perhatian salah satunya yaitu bagian Peselancar Agung dengan judul cerpen Kunang-Kunang Mandarin dimana dalam cerita tersebut Sukab membuat peternakan Kunang-Kunang di kota di tepi pantai di mana pelangi tidak pernah memudar. 

Peternakan Kunang-Kunang itupun bukan hal biasa. Melainkan kunang-kunang yang berasal dari potongan kuku orang-orang Mandarin. Begitulah dikisahkanbahwa orang Mandarin selalu menyimpan potongan kuku mereka dan bila mereka tiada, potongan kuku itu ikut dikuburkan. Pada malam hari, potongan kuku itu menjelma menjadi kunang-kunang, dan terbang melayang keluar, membuat malam yang gelap gulita di kuburan orang-orang Mandarin menjadi bercahaya.

Dalam buku ini terdapat keunikan yaitu teks di atas judul-judul dengan penulisan bahasa zaman dahulu yang lumayan menarik perhatian untuk mengetahui apa pembahasan cerita di dalamnya. Terdapat pula pada cover belakang buku yang menusuk ke hati yaitu sebuah e-mail ucapan terima kasih dari seorang perempuan kepada penulis (Seno Gumira Ajidarma) mengenai senja yang dibicarakan dalam buku ini. Buku ini menarik perhatian sang perempuan karena ternyata Ia mengalami rabun senja sejak berusia 10 tahun dan akhirnya dengan kehadiran buku "Sepotong Senja untuk Pacarku" karya Seno Gumira Ajidarma, Ia dapat menikmati senja yang sedemikian indah dalam cerita-cerita Seno.

Keunggulan 

Keunggulan buku ini yaitu Seno dapat menulis kata-kata sedemikian indah dan mudah untuk dibaca. Dalam buku ini pun Seno membebaskan para pembaca bagaimana Ia menerima maksud dan pesan Seno dalam buku ini sehingga kesimpulan ada pada para pembaca itu sendiri. Seno dapat pula menuliskan kata-kata yang dapat menarik perhatian pembaca sehingga pembaca merasa penasaran dengan perkataan atau cerita selanjutnya yang akan dibicarakan. 

Buku ini tidak tipis dan tidak begitu tebal, dengan ukuran tulisan yang pas dan enak untuk dibaca serta ringan untuk dibawa ke mana-mana. Kumpulan enam belas cerpen ini pun bercerita tentang hal-hal yang mungkin ada dalam imajinasi Seno dan setiap cerita selalu berhubungan dengan senja itu sendiri. Seperti perkataan Seno pada awal buku tersebut, bahwa kumpulan cerita ini sama halnya dengan satu loyang pizza dimana pizza itu sama tapi dengan bagian-bagian yang berbeda dan dengan adanya para pembaca membuat loyang pizza itu tidak selalu lingkaran, melainkan bebas sesuai hati dan pikiran para pembaca. Buku ini juga menyampaikan banyak pesan moral yang dapat bermanfaat untuk para pembaca.

Kelemahan

Walau pada keunggulan buku ini terdapat kata-kata indah dan menarik, tapi dalam buku ini terdapat pula kata-kata yang sedikit sulit untuk dipahami yang pada akhirnya membuat pembaca masih bertanya-tanya apa maksudnya atau apa yang dibicarakan. Terdapat pula kata yang sering diulang walau dengan maksud menegaskan pembahasan tetapi kadang membuat pembaca bingung dan membaca ulang kalimat tersebut. Setiap orang memiliki imajinasi yang berbeda ketika membaca buku ini.

Kesimpulan

Sepotong Senja untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma ini sangat menarik perhatian dengan kata-kata dan pembahasan yang begitu indah dan tidak biasa. Dalam setiap ceritanya pun terdapat pesan yang dapat diterima dan dijadikan moral dari cerita itu sendiri. Terdapat banyak kata-kata yang bagus dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Kumpulan cerpen yang menceritakan tentang cinta, rindu, perjuangan, dan senja ini mudah dan nyaman untuk dibaca. 

Salah satu inti dari sekian pesan yang dapat diambil yaitu dari alasan Sukab memberikan sepotong senja untuk pacarnya dimana Ia berkata bahwa orang-orang sibuk berkata-kata tanpa mendengar kata-kata, yang dimaksudkan zaman sekarang orang-orang hanya banyak bicara tanpa ingin mendengarkan orang lain. Dan terakhir terdapat pula pesan dari Peselancar Agung dimana semua orang percaya bahwa Ia dapat terbang di atas pantai ketika senja tiba padahal Ia hanya tukang kibul. Diartikan bahwa masih banyak orang percaya dengan kata-kata orang lain yang sebenarnya Ia tidak mengatakan kebenaran dan pendengar tidak pernah tau kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun