Mohon tunggu...
Audy Lia putri
Audy Lia putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Ingin Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik Lagi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Analisis pencemaran udara akibat pembakaran hutan secara ilegal terhadap kesehatan masyarakat di provinsi riau

23 Desember 2023   23:35 Diperbarui: 23 Desember 2023   23:43 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

C. Pengaruh Pembakaran Hutan Secara Ilegal Terhadap Kesehatan Masyarakat di Provinsi Riau
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan bahwa resiko kesehatan akibat kebakaran hutan diberbagai wilayah pada provinsi Riau akan terus meningkat dengan situasi kekeringan yang terjadi dengan awan panas serta angin yang kencang.  Disebutkan bahwa komposisi asap kebakaran hutan provinsi Riau ini mengandung campuran dari berbagai jenis pencemar udara, seperti PM2.5, NO2, ozon, hidrokarbon aromatik dan timbal. Selain dampak pencemaran udara, kebakaran hutan juga mempengaruhi cuaca secara umum dengan dikeluarkannya karbon dioksida dan gas rumah kaca secara besar ke atmosfer.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environment Protection Agency-US EPA) menyebutkan bahwa asap kebakaran hutan merupakan gabungan dari gas (seperti karbon monoksida), polutan udara berbahaya (hazardous air pollutants/HAPs) seperti hidrokarbon polisklik aromatik  (polycyclic aromatic hydrocarbons/PAHs), uap air dan polusi partikel. Polusi partikel adalah komponen utama asap kebakaran hutan yang memengaruhi kesehatan manusia. Partikel ini dapat terdiri atas berbagai komponen seperti asam (misalnya asam sulfat), bahan anorganik (seperti ammonium sulfat, ammonium nitrat, dan natrium klorida), bahan kimia organik, timbal, logam, partikel debu serta material biologik seperti serbuk dan spora.
Dampak dari partikel itu memang bergantung pada seberapa ukurannya. Jika ukurannya kecil ( PM2.5) yaitu partikel berukuran 2.5 m atau lebih kecil lagi, maka ini merupakan salah satu komponen utama asap kebakaran hutan yang dapat melewati hidung, tenggorokan dan masuk jauh ke dalam paru-paru bahkan bisa masuk kedalam peredaran darah dan menimbulkan dampak buruk pada kesehatan, terdapat juga partikel yang amat kecil (ultrafine particles) berukuran di bawah 0.1 m. Untuk partikel yang lebih besar dengan diameter lebih dari 10 m, memang tidak akan berdampak besar bagi kesehatan paru tetapi akan tetap mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan. WHO menyebutkan bahwa dampak kesehatan kebakaran hutan mungkin dapat berhubungan dengan kematian prematur di masyarakat umum. Asap kebakaran hutan juga dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit paru, jantung, otak atau sistem syaraf, kulit, usus, ginjal, mata, hidung dan hati.

Penelitian ilmiah jelas menunjukkan bahwa risiko respirasi dan kardiovaskular akan semakin meningkat bila intensitas dan densitas asap kebakaran hutan juga terus bertambah. WHO menyebutkan bahwa yang paling rentan terdampak akibat asap kebakaran hutan adalah anak-anak, wanita hamil dan warga lanjut usia. US EPA secara lebih luas menyebutkan bahwa yang termasuk kelompok rentan meliputi masyarakat yang memang sudah mempunyai riwayat penyakit paru dan pernapasan (respirasi) serta penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), kaum lansia, anak di bawah usia 18 tahun, wanita hamil, pekerja lapangan di area kebakaran hutan dan masyarakat dengan status sosio ekonomi yang rendah. WHO selalu bekerja sama dengan negara-negara anggotanya untuk melakukan mitigasi, kesiapan dan respons pada kebakaran hutan ini.
Laporan penelitian dari para pakar Amerika Serikat menunjukkan bahwa asap kebakaran hutan dapat menimbulkan dampak pada kesehatan mental, kesehatan repoduksi, sistem imunologi dan tentunya berbagai dampak lebih luas akibat disrupsi sosial dan finansial. Adapun slah satu penelitian yang masih berskala kecil di California Amerika Serikat menunjukkan bahwa paparan asap pada kehamilan trimester dua dan tiga akan dapat memengaruhi penurunan berat badan bayi. Partikel asap kebakaran hutan juga dapat mencemari sumber air penduduk yang berada pada daerah di sekitar hutan yang terbakar. Warga yang terpaksa menggunakan air itu untuk konsumsinya sehari-hari tentu akan menimbulkan dampak pula bagi kesehatannya.

KESIMPULAN

Hasil penelitian mengenai "Dampak dari pembakaran hutan secara ilegal terhadap kesehatan masyarakat di Provinsi Riau ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi biofisik lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan penerapan hukum serta kebijakan terkait alokasi ruang.
Hasil analisis dari berbagai jurnal mengenai jarak lokasi titik panas menunjukkan kecenderungan bahwa jumlah titik panas semakin tinggi di areal lahan gambut (jarak 0 m) hingga jarak 2.500 sampai 3.000 m dari lokasi gambut. Selain itu, ketersediaan akses jalan (aksesibilitas) yang dapat dipergunakan oleh masyarakat maka mungkin akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran. Hal ini menunjukkan bahwa jarak yang semakin dekat dengan jaringan jalan akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran. Aktivitas masyarakat dalam mengolah lahan pertanian ataupun perkebunan dengan menggunakan metode tebas-bakar (slash and Burn) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kebakaran hutan atau lahan di Provinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA

Appanah, S. 1997. Peat swamp forest of peninsular Malaysia: the endanger ecosystem. Pages in P. Havmoller, C. Tuek Yuan and Razani U. Eds. Proceedings of the Workshop on Sustainable Management of Peat Swamp Forest. Forstry Department Head-quarters And State Forestry Department Selangor.
Kuala Selangor, 29 Sept-1 Oct. Malaysiaa-DANCED Project on Sustainable Management of Peat Swamp Forest. Malaysia. P.6-14. Barber CV, Schweithhelm J. 2000. Trial by Fire: Forest Fire and Forestry Policy in Indonesia's Era of Crisis and Reform. World Resources Institute -- Forest Frontier Initiative in Collaboration with WWF-Indonesia & Telapak Indonesia Foundation.
Chowdhury, R.R., 2006. Driving forces of Tropical deforestation: The role of remote sensing and spatial models. Department of Geography and Regional Studies, University of Miami, Florida, USA Singapore Journal of Tropical Geography, 27, pp. 82--101.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun