Pendidikan Di Sulawesi Utara Mau Dibawa Kemana?
"Dalam sejarah Indonesia, salah satu daerah yang pendidikan umumnya yang terlambat adalah kita (Sulsel). Bayangkan di tahun 1920 sudah ada doktor orang Manado sementara di Sulsel orang bergelar sarjana baru pada tahun 1949, Bahkan guru-guru yang ada di Sulsel pertama kali didatangkan dari Manado dan Ambon.
Dewasa ini baru ada pembaharuan pendidikan di Sulsel. Sekarang Makassar itu merupakan pusat pendidikan kawasan timur sama posisinya dengan Malang, Yogjakarta dan Bandung", Â kata wakil presiden Jusuf Kalla saat memberikan sambutan pada peresmian Gedung Guru Jusuf Kalla di Makasar pada bulan Juli 2017. Bagaimana dengan kondisi pendidikan di Sulawesi Utara?
Membaca salah satu media nasional pada tanggal 26 Desember 2017, hati rasanya seperti tersayat-sayat melihat hasil uji kompetensi guru yang menempatkan Sulawesi Utara berada pada urutan 25 dengan nilai 51, 65 dan berada dibawah standar nasional yang bernilai 56,69. Provinsi Gorontalo yang merupakan adik kita berada di urutan 21 dengan nilai 52,31.
Pikiran saya langsung melayang kepada murid-murid yang diajar oleh guru tersebut. Apa yang akan terjadi dengan mereka 10 dan 20 tahun mendatang?. Â Inilah yang akan menjadi wajah Sulawesi Utara dalam beberapa tahun kedepan.
Salah satu koran lokal juga melansir tentang  angkatan kerja berpendidikan rendah dominan di Sulut, seakan mempertegas tentang betapa SDM di Sulut sudah tertinggal jauh. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2017 menunjukkan angkatan kerja berpendidikan SD ke bawah sebanyak 468,4 ribu orang (39,63 persen). Sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan Diploma sebanyak 33,4 ribu orang (2,82 persen) dan penduduk bekerja dengan pendidikan Universitas hanya sebanyak 92,9 ribu orang (7,86 persen).
Ditengah kondisi pendidikan yang memprihatinkan ini, kita sudah masuk dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dimana para perkerja dari negara-negara Asean bisa bebas bekerja di semua negara Asean. UMP Sulut yang telah ditetapkan sebesar Rp 2.824.286 merupakan UMP terbesar ketiga di Indonesia dan paling besar di Pulau Sulawesi. Dengan kondisi ini, akan membuka peluang bagi para pencari kerja di luar Sulut untuk datang mencari pekerjaan dan dengan bekal pendidikan yang lebih baik tentunya. Akibatnya angkatan kerja di Sulut akan kalah bersaing dengan para pencari kerja dari luar daerah.
Perbaikan yang sudah dimulai di UNSRAT dan UNIMA sebagai lembaga pendidik tenaga pendidikan harus kita apresiasi,meskipun masih memerlukan waktu untuk dapat mengejar ketinggalan demi mempersiapkan generasi Sulut yang lebih berdaya saing. Komitmen gubernur dan wakil gubernur seperti yang tertuang dalam visi dan misinya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkepribadian dan berdaya saing masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Â UNIMA yang berada di urutan 53 universitas di Indonesia, dan sebagai salah satu lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang dipercaya pemerintah, memiliki peran strategis dalam mempersiapkan tenaga kependidikan.
Guru adalah pilar pendidikan itu sendiri. Maju mundurnya suatu bangsa akan ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan seperti kata Nelson Mandela adalah kekuatan. Kekuatan untuk bangkit dan merubah keadaan. Memang guru tidak harus menanggung semua beban untuk menghasilkan generasi Sulut kedepan. Tanggung jawab guru yang besar ini haruslah mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Mencermati hasil kompetensi guru tersebut, ada banyak cara dan masukan untuk membangkitkan kembali semangat pendidikan (tomoutou) di bumi nyiur melambai Sulawesi Utara. Seperti diskusi yang terjadi di salah satu group WA, pertanyaan yang mengemuka akan dimulai dari mana, kapan dan siapa yang mau terlibat?.
Pertanyaan ini adalah buat kita semua, dan bukan hanya ditujukan buat pemerintah (eksekutif), legislative yang membuat peraturan dan penganggaran, tapi ini harus menjadi tanggung jawab bersama. Daripada memaki kegelapan, lebih baik memasang lilin.
Beberapa hal yang bisa menjadi langkah strategis untuk mengangkat kembali pendidikan di Sulut khususnya peningkatan kualitas guru sebagai berikut:
Pertama merevitalisasi lembaga pendidikan tenaga kependidikan/LPTK menjadi awal untuk peningkatan kualitas guru, selain menguatkan guru dan lembaga sekolah. Pelatihan dan pendidkan guru yang dilakukan oleh LPMP harus "dikawal" hingga bisa diimplementasikan disekolah, sampai menjadi gaya hidup dari seorang guru.
Baik saat dia mengajar di kelas ataupun membangun interaksi dengan murid, lingkungan sekolah dan masyarakat. Uji kompetensi guru hanyalah alat untuk mengukur kemampuan guru, pada akhirnya yang dituntut dari seorang guru adalah panggilan jiwanya untuk mengabdi dan membuat anak didiknya mengalami transformasi, mengalami perubahan hidup. Â
Yang kedua adalah kolaborasi antara berbagai pihak. Baik eksekutif, legislative, swasta dan juga para pihak untuk meningkatkan kualitas SDM khususnya tenaga pendidikan. Anggota dewan seharusnya memberikan masukan yang konstruktif bagi eksekutif dalam membuat program yang strategis.Â
Harus dikawal dengan serius pelaksanaan di lapangan. Jangan hanya menjadi program semata di atas kertas tapi tidak bisa diimplementasikan dilapangan atau hanya menggugurkan program saja (asal dikerjakan) tanpa ada monitoring dan evaluasi. Kemitraan-kemitraan yang dibangun antara pemerintah dan swasta dalam meningkatkan kualitas guru, janganlah hanya sebatas tindakan charity, tetapi harus berkelanjutan dan tepat sasaran.
Ketiga adalah pemanfaatan teknologi. Untuk hal pemanfaatan teknologi, kita bisa belajar dari dinas pendidikan Sulawesi Selatan yang yang punya aplikasi E-Panrita, teknologi cerdas yang dilengkapi dengan fitur-fitur pendidikan untuk memastikan kualitas dan pemerataan pendidikan di Sulsel. Guru juga bisa memanfaatkan teknologi untuk belajar metode dan bahan ajar yang kreatif guna menstimulus belajar siswa untuk aktif dan kritis.
Dengan adanya revitalisasi lembaga pendidikan, kolaborasi dengan  memanfaatkan teknologi kita berharap akan menghasilkan guru-guru yang kritis dan merdeka. Guru-guru yang tidak berhenti untuk belajar, guru-guru yang kelak akan menghasilkan generasi terbaik untuk Sulawesi Utara.
Pada akhirnya education for all (pendidikan buat semua) harus menjadi hak dan kewajiban Negara untuk mewujudkannya. Sama seperti cita-cita bangsa ini untuk mencerdasakan kehidupan bangsa. Bagaimana pemerintah membuka akses dan menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung terjadinya proses-proses transformasi, kritis dan bermanfaat buat masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai luhur pendidikan harus menjadi mercusuar yang akan mengarahkan ke mana provinsi ini akan dibawa, bagaimana mengelolah alam ciptaan Tuhan ini yang akan bermanfaat untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dengan tetap memperhatikan lingkungan dan kehidupan.@AK
Audy Kalangi
Pemerhati Pendidikan, Anak Dan Keberlanjutan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H