Untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peran yang sangat penting. ASN harus bekerja dengan profesionalisme tinggi, bebas dari praktik-praktik korupsi dan intervensi politik, serta mampu memberikan pelayanan publik yang terbaik. Selain itu, ASN juga diharapkan menjadi perekat persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam konteks ini, wawasan kebangsaan dan nilai-nilai bela negara menjadi krusial untuk memastikan bahwa setiap ASN tidak hanya menjalankan tugas dengan baik, tetapi juga berkomitmen pada integritas dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Memahami dan mengimplementasikan wawasan kebangsaan serta nilai-nilai bela negara adalah langkah penting untuk menjaga kesatuan dan memperkuat identitas bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan.
Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. ASN juga harus mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap ASN wajib menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Untuk memastikan bahwa kepentingan bangsa dan negara selalu ditempatkan di atas kepentingan lainnya, diperlukan langkah-langkah konkret seperti memantapkan wawasan kebangsaan, menumbuhkan kesadaran bela negara, dan mengimplementasikan sistem administrasi NKRI. Wawasan kebangsaan merupakan cara pandang bangsa Indonesia dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, yang didasarkan pada jati diri bangsa dan kesadaran terhadap sistem nasional yang bersumber dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara ini menjadi landasan utama dalam membangun dan mempertahankan negara Indonesia.
Ir. Soekarno menyatakan bahwa Pancasila merupakan philosofische grondslag, suatu fundamen dan filsafat yang mendalam, yang menjadi landasan bagi negara merdeka yang akan didirikan. Pancasila sebagai kesepakatan bersama berbagai komponen masyarakat Indonesia berfungsi sebagai bintang pemandu atau leitstar, ideologi nasional, pandangan hidup bangsa, dan perekat atau pemersatu bangsa. Oleh karena itu, menjaga, memelihara, memperkokoh, dan mensosialisasikan Pancasila adalah tugas yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh para penyelenggara negara dan seluruh warga negara. Setiap individu wajib memahami, meyakini, dan melaksanakan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam negara yang mendasarkan dirinya pada demokrasi konstitusional, undang-undang dasar berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak bersifat sewenang-wenang, sehingga hak-hak warga negara terlindungi. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu, menekankan bahwa meskipun adanya perbedaan, semua komponen bangsa Indonesia tetap satu dalam NKRI. Oleh karena itu, tujuan NKRI sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV mencakup melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia, menjadi sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang mencerminkan simbol kedaulatan dan kehormatan negara. Bendera NKRI adalah Sang Merah Putih, yang melambangkan semangat perjuangan dan keberanian. Sementara itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, dan sarana pemersatu berbagai suku bangsa. Bahasa ini juga menjadi alat komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah, sehingga menjadi sarana untuk memperkuat ikatan antar warga negara. Lambang negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang menegaskan semangat persatuan dalam keragaman. Selain itu, lagu kebangsaan Indonesia Raya menggugah rasa kebangsaan dan semangat nasionalisme setiap warga negara.
Ancaman terhadap negara dapat berasal dari dalam dan luar negeri, yang mengancam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran bela negara perlu ditumbuhkembangkan agar potensi ancaman tidak menjadi ancaman nyata. Oleh karena itu, setiap warga negara harus memiliki kepedulian terhadap lingkungannya, kepekaan terhadap fenomena atau gejala yang mencurigakan, dan kesiagaan terhadap berbagai potensi ancaman. Bela negara adalah tekad, sikap, perilaku, dan tindakan warga negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pembinaan kesadaran bela negara adalah segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku serta menanamkan nilai dasar bela negara. Kegiatan ini diselenggarakan dalam lingkup pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan. Usaha bela negara bertujuan untuk memelihara jiwa nasionalisme warga negara dalam upaya pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap bela negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional. Konsep kesatuan bangsa Indonesia harus dipahami dan dihayati agar seluruh komponen bangsa memiliki pandangan, tekad, dan mimpi yang sama untuk terus mempertahankan dan memperkuat kesatuan bangsa dan negara. Dengan memahami dan menghayati konsep ini, diharapkan tercipta solidaritas dan kerja sama yang kuat di antara seluruh warga negara dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman yang mungkin timbul.
Analisis Isu Kontemporer
Menjadi ASN yang profesional memerlukan pemenuhan beberapa persyaratan, antara lain tanggung jawab, sikap mental positif, keprimaan, kompetensi, dan keteguhan pada kode etik. ASN yang bertanggung jawab dan berorientasi pada kualitas mencerminkan sikap mental positif dan kompetensi yang kuat, serta memegang teguh kode etik dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan tuntutan unit kerja atau organisasinya. Hal ini merupakan wujud nyata dari sikap perilaku bela negara.
Pandangan Urie Brofenbrenner menunjukkan bahwa terdapat empat level lingkungan strategis yang mempengaruhi kesiapan ASN dalam bekerja, yaitu: individu, keluarga, serta masyarakat pada level lokal dan regional, nasional, dan dunia. Perubahan global telah menghilangkan batas-batas negara, mengubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam memahami pola kehidupan dan budaya. Perubahan ini juga mempengaruhi cara pandang keluarga sebagai miniatur dari kehidupan sosial.
Pemahaman tentang perubahan dan perkembangan lingkungan strategis pada tataran makro merupakan faktor utama yang menambah wawasan ASN. Wawasan ini melingkupi pemahaman terhadap globalisasi, demokrasi, desentralisasi, dan daya saing nasional. Dalam konteks globalisasi, ASN perlu memahami berbagai dampak positif dan negatif, serta perkembangan demokrasi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik bangsa. Desentralisasi dan otonomi daerah perlu dipahami sebagai upaya memperkokoh kesatuan nasional dan keadilan yang merata, sehingga membentuk wawasan strategis untuk menghadapi tantangan dan membangun daya saing nasional.
Selain itu, ASN juga dihadapkan pada pengaruh eksternal dan internal yang menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, penting bagi setiap ASN untuk memahami isu-isu kritis saat ini, seperti bahaya radikalisme, terorisme, narkoba, kejahatan siber, pencucian uang, korupsi, proxy war, hate speech, dan hoax. Fokus utama adalah membenahi diri dengan mengembangkan potensi manusia sebagai modal insani, yang mencakup pengetahuan, ide, kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja. Modal manusia adalah komponen penting dalam organisasi, yang jika dikerahkan secara maksimal akan menghasilkan kinerja luar biasa. Seiring dengan pemahaman modal insani, terdapat enam komponen yang harus diperhatikan, yaitu: modal intelektual, emosional, sosial, ketabahan, etika/moral, dan kesehatan fisik/jasmani.
Konsep negara, bangsa, dan nasionalisme di Indonesia kini menghadapi dilema antara globalisasi dan etnik nasionalisme. Untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, diperlukan solusi yang komprehensif. Kesadaran ASN digugah untuk memberikan sumbangsih dalam menyelamatkan negara dari tantangan-tantangan yang ada.
Pemberantasan korupsi, penanganan masalah narkotika, serta ancaman radikalisme, terorisme, dan separatisme harus ditangani dengan pendekatan strategis yang terintegrasi. Masyarakat harus terlibat dalam pencegahan terorisme, sedangkan upaya pemberantasan pencucian uang memerlukan kerja sama seluruh lapisan masyarakat dan aparatur negara. Selain itu, ancaman dari efek globalisasi dan proxy war yang dapat mempengaruhi politik, ekonomi, sosial, dan budaya harus diantisipasi. Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara sangat penting untuk mencegah konflik antar suku, agama, dan daerah. Dengan perkembangan teknologi informasi, penting untuk menggunakan media komunikasi secara bijak guna menghindari cyber crime, hate speech, dan hoax. ASN dan masyarakat perlu memanfaatkan media massa untuk mengadvokasi nilai-nilai persatuan dan membangun kesadaran positif. Dengan pendekatan yang terintegrasi, tantangan yang ada dapat ditangani secara efektif.
Kesiapsiagaan Bela Negara
Kesiapsiagaan adalah keadaan siap siaga yang melibatkan kemampuan fisik, mental, dan sosial seseorang dalam menghadapi berbagai situasi kerja. Hal ini mencakup respons cepat dan efektif terhadap tantangan dan ancaman yang mungkin muncul dalam tugas sehari-hari. Setiap individu perlu memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing serta siap menghadapi segala situasi dengan sigap.
Bela negara melibatkan sikap, tekad, dan perilaku yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan kerelaan berkorban demi NKRI. Bela negara ini didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan tujuan untuk menjaga, merawat, dan memastikan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, kesiapsiagaan bela negara menjadi penting untuk dipahami oleh setiap ASN.
Kesiapsiagaan bela negara adalah kombinasi kesiapsiagaan umum dan tekad bela negara, yang menggabungkan kesiapan fisik, mental, dan sosial dalam menghadapi situasi kerja dengan sikap ikhlas dan kerelaan berkorban demi NKRI. Oleh karena itu, ASN harus mampu mengurangi risiko dalam pelaksanaan kerja dan mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, serta gangguan dari dalam dan luar. Pelatihan kesiapsiagaan bela negara meliputi pemahaman masalah bangsa, kewaspadaan terhadap provokasi dan informasi palsu, serta penolakan terhadap narkoba. Selain itu, penting untuk mempersiapkan jasmani dan mental demi bela negara. Kesadaran ini melibatkan kesediaan berbakti dan berkorban untuk negara.
Nilai-nilai dasar bela negara mencakup kesiapan fisik dan non fisik. Secara fisik, hal ini melibatkan menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Secara non fisik, hal ini mencakup etika, etiket, moral, dan kearifan lokal yang mencerminkan jati diri bangsa. Dengan demikian, internalisasi nilai-nilai ini memerlukan kesehatan dan kesiapsiagaan jasmani serta mental yang mumpuni, bersama dengan etika, etiket, dan moral sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H