Peternakan sapi perah tengah dilanda berbagai permasalahan yang datang silih berganti. Pada awal tahun 2020, bersamaan dengan outbreak pandemi Covid-19, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai menyebar di Indonesia dan memakan banyak korban hewan ternak. Belum selesai pulih dari wabah PMK, muncul wabah Lumpy Skin Disease (LSD) yang berakibat pada turunnya produksi susu. Merebaknya wabah PMK dan LSD memperparah keadaan ekonomi peternak, di mana penurunan produksi susu terjadi bersamaan dengan naiknya harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, BBM, dan lain-lain.
Selain wabah penyakit, harga pakan konsentrat yang menjadi penentu produksi susu mengalami kenaikan. Meskipun harganya naik, kualitas pakan ternak justru malah turun. Hal ini turut serta berkontribusi pada penurunan produktivitas sapi perah. Tidak seimbangnya biaya dan manfaat dari beternak sapi menyebabkan tidak sedikit peternak sapi perah di Desa Warnasari yang menjual sapinya dan beralih profesi.Â
Di tengah berbagai krisis yang melanda sektor peternakan sapi perah, masih ada beberapa peternak sapi yang bertahan memelihara sapi karena bukan hanya susu yang dihasilkan dari beternak, tetapi juga kotoran ternak yang dapat diolah menjadi biogas untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Pak Agus Gomloh, ketua kelompok ternak di Desa Warnasari menyebutkan bahwa terdapat setidaknya 26 lubang atau instalasi biogas di Dusun 2 Desa Warnasari. Satu instalasi biogas berkapasitas 4000 liter ini cukup diberikan 40 kg kotoran sapi dan 40 liter air per hari sehingga peternak skala kecil dengan dua hingga tiga ekor sapi sudah cukup untuk memasok bahan baku biogas tersebut. Biogas yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang umumnya membutuhkan tiga tabung gas LPG ukuran tiga kilogram per bulannya sehingga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga peternak hingga Rp75.000 per bulan.
Selain membantu perekonomian keluarga peternak, instalasi biogas juga menyerap sebagian limbah kotoran sapi. Hal ini juga merupakan alternatif penyelesaian masalah limbah kotoran ternak yang ada di Desa Warnasari, di mana mayoritas kotoran ternak dibuang tanpa pengolahan. Di Desa Warnasari, limbah kotoran ternak ini menjadi masalah lingkungan tersendiri karena mencemari air di Situ Cileunca. Harapannya, program biogas dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat penanganan limbah yang kurang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H