Mohon tunggu...
Audrey Thalia Christovani
Audrey Thalia Christovani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Audrey Thalia Christovani, seorang yang memiliki hobi di bidang kuliner, kesehatan, musik, olahrga dan juga senang untuk menata karir untuk masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengulas Film One Night Stand, Film Pertama Jourdy Pranata

25 Maret 2024   16:52 Diperbarui: 25 Maret 2024   16:58 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  sumber : kompasiana.com

One Night Stand berkisah tentang seorang pria yang bernama Baskara (Jourdy Pranata) atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Ara melakukan perjalanan ke Jogja untuk menghadiri dua acara dalam satu hari, yaitu pemakaman dan pernikahan. Dalam perjalanannya menuju kedua acara tersebut, Ara dipertemukan dengan seorang perempuan bernama Lea. Pertemuan kedua insan tersebut membawa mereka ke dalam kisah cinta satu malam yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pertemuan ini pun memberi mereka sebuah pelajaran tentang gambaran kisah kehidupan yang akan datang nantinya di masa depan. 

Kisah kehidupan dan asmara kedua insan ini memberikan pelajaran bagi para penonton akan cinta yang dapat tumbuh dalam waktu yang sekejap bahkan hanya dengan satu malam saja. Cinta di film ini tidak dapat dikatakan sebagai cinta yang sementara saja karena nyatanya Ara dan Lea membuktikan kepada para penonton bahwa mereka tetap hidup berdampingan satu sama lain di hari-hari selanjutnya. Begitu banyak adegan yang mencerminkan momen dimana Ara dan Lea saling bertukar cerita. Keduanya terlihat saling mendengarkan dan berusaha untuk merasakan perasaan lawan bicaranya itu. Dari banyaknya adegan romantis yang terkandung di film ini, maka dapat disimpulkan bahwa film ini memiliki genre romansa. 

One Night Stand merupakan film yang disutradarai oleh Adriyanto Waskito Dewo. Beliau lahir di Jakarta dan menjadi salah satu lulusan Institut Kesenian Jakarta jurusan Film dan Televisi. Pada tahun 2014, ia berkesempatan untuk menjadi sutradara dari film pendek hitam putih berjudul "Menunggu Warna". Film ini menjadi salah satu bagian dari film Sanubari Jakarta. "Menunggu Warna" berhasil meraih dua penghargaan, yakni film pendek terbaik di Hanoi International Film Festival 2014 dan Europe on Screen Short Film Competition 2014. Tidak hanya berhenti disitu saja, nyatanya ia pun memiliki kesempatan lagi untuk menyutradarai film panjang pertamanya yang berjudul "Tabula Rasa". Film ini menceritakan tentang drama keluarga yang bertema hidangan khas Indonesia. Lagi dan lagi, film ini pun membawanya pada kemenangan menjadi sutradara terbaik pada Festival Film Indonesia 2014. 

One Night Stand ini memiliki alur yang maju sehingga mempermudah para penonton untuk memahami alur ceritanya tanpa harus berpikir keras. Alur yang maju ini dapat dilihat dari adegan-adegan yang terdapat di dalam film terlihat saling berhubungan dan berkelanjutan satu sama lain. Kesederhanaan yang disajikan dalam film ini dapat menjadi poin charming karena difokuskan hanya pada pembangunan hubungan antara Ara dan Lea. Selain poin tersebut, penonton juga dapat difokuskan dalam pergulatan batin yang dirasakan oleh Ara. 

Adegan dalam film ini dimulai dari pagi hingga malam hari. Pada siang hari, film ini mayoritas memberikan adegan dimana Ara dan Lea saling bertukar cerita dan berkeluh kesah. Film yang berlatar tempat di Yogyakarta ini menyajikan film dengan suasana menyedihkan karena adanya perpisahan antara dua individu. Perpisahan ini mengajarkan penonton bahwa setiap orang akan datang dan pergi. Selain menyedihkan., nyatanya film ini pun memberikan suasana menyenangkan dan menenangkan karena terdapat adegan dimana Ara dan Lea bangkit kembali dari kesedihannya dan memberikan ketenangan terhadap para penonton bahwa dimanapun manusia berada pasti akan ada saatnya bertemu dengan orang yang tepat bahkan di tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. 

Tokoh Lea (Putri Marino) dan Ara (Jourdy Pranata) baru dipertemukan sebagai rekan akting untuk pertama kalinya dalam film One Night Stand ini. Walaupun begitu, chemistry diantaranya dibangun begitu sempurna sehingga membuat penonton ikut terhanyut dengan tingkah laku keduanya. Lea ini adalah pribadi yang peduli dengan perasaan orang lain. Ia terlihat begitu antusias untuk mendengarkan disaat Ara menceritakan keluh kesah hidupnya. "Ayo Ra, mau ga kita teriak buat meluapkan segala emosi dan permasalahan hidup kita? Jangan terus-terusan di pendem kayak gini, takutnya nanti ga baik buat kesehatan mental kita." Perkataan ini keluar dari mulut Lea yang ia lontarkan kepada Ara untuk membantu dirinya serta Ara merasa lega sementara untuk perasaan dan kekhawatiran yang sedang mereka berdua rasakan. 

Kisah cinta satu malam itu tidak hanya berhenti di hari itu saja. Terdapat adegan yang dimana Ara nampak berusaha untuk membangkitkan semangat Lea dengan menyetir mobil mengikuti kemauan Lea dan selama perjalanan dipenuhi oleh canda tawa. Walaupun Ara dan Lea ini terlihat begitu romantis, sebenarnya Ara awalnya merasakan pengalaman pedih, yakni saat ia putus dengan pacarnya. Ara putus dengan pacarnya dikarenakan suatu kesalahpahaman dan dimana pacarnya merasa bahwa Ara melupakannya. "Kamu kemana aja sih?" Kata-kata tersebut terdengar oleh kuping Ara yang ternyata sedang menelepon pacarnya. Kejadian ini dapat dikatakan suatu "keegoisan" yang dimana dua individu tidak mengerti posisi pasangannya tersebut dan hanya berpikir ke arah yang negatif. Sebenarnya, Ayu (pacar Ara sebelum ke Jogja) adalah seorang yang mandiri, pemberani dan gentar. Namun, adanya miskomunikasi inilah yang membuat hubungan antara keduanya harus usai. Karakter Ayu yang pemberani dapat terlihat pada adegan dimana Ayu dengan seorang diri saja ia berani untuk bepergian tanpa harus ada orang yang menemani di sampingnya. 

Tujuan utama Baskara datang ke Yogyakarta adalah untuk menghadiri pemakaman dan pernikahan. Ia menghadiri acara pemakaman tersebut karena tetangganya semasa ia kecil meninggal dunia. Dimas yang merupakan teman Ara semasa kecil pun turut terlibat dalam acara pemakaman itu. Awalnya mereka masih lupa dengan satu sama lain, namun karena diperkenalkan kembali oleh Lea, hubungan mereka berdua pun kembali terjalin dengan baik. Dimas adalah sosok yang penyabar, inisiatif dan penyabar kepada semua orang. Saat adegan Dimas dan Ara kembali bertemu untuk pertama kalinya, Dimas terlihat begitu sabar untuk menanggapi pernyataan maupun pertanyaan yang keluar dari mulut Ara, walaupun terkadang Ara menggunakan intonasi suara yang keras dan tinggi. 

Para penonton mungkin akan terlihat sedikit kebingungan akan akhir dari film ini karena terlihat menggantung. Adegan dimana Ara yang awalnya hendak pulang ke rumahnya yang berbeda kota dengan Lea, namun nyatanya bertolak belakang dengan yang sebenarnya terjadi. Terlihat bahwa Ara nampaknya meninggalkan tiket keretanya dan pergi. Namun kepergian Ara dari stasiun ini belum ditunjukkan jelas di dalam film. Selain itu, pengambilan gambar ataupun video dari beberapa cuplikan di film ini terlihat tidak stabil. Ketidakstabilan kamera ini akan berdampak terhadap kualitas video yang diambil. Disini, kualitas kameramen kurang profesional karena belum dapat merekam video dengan baik layaknya film yang akan tampil di layar besar. 

Audio yang digunakan pun sama, terdapat cuplikan yang dimana dialog tokoh tidak terdengar begitu jelas, terlebih saat di acara pernikahan. Adegan pernikahan dilakukan di luar ruangan, yang dimana akan berdampak pada kualitas audio yang diambil. Dibutuhkan mic khusus untuk merekam suara agar lebih jelas terdengar, sehingga dialog atau pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada para penonton dapat tersampaikan dengan jelas. Dalam adegan ini, pemilihan background music pun sudah tepat, membuat penonton hanyut dalam suasana yang terjadi di film.  

Dengan segala kelebihan dan kekurangan dari film ini, jika dilihat dari segi adegan yang ditampilkan, film ini tidak layak untuk ditampilkan kepada mereka yang masih dibawah umur, khususnya di bawah 17 tahun. Adegan dewasa yang ditampilkan tidak melewati batas sensor, menjadikannya film ini tidak layak untuk ditonton oleh semua usia. Walaupun begitu, bahasa yang digunakan cukup mudah untuk dimengerti bagi mereka yang sudah cukup umur, khususnya di atas 17 tahun. Selain dari bahasa yang cukup mudah dimengerti, terdapat beberapa bahasa gaul yang turut disajikan dalam beberapa adegan menjadikannya suatu keunggulan yang terdapat dari film ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun