Mohon tunggu...
Audreylita Tolaya
Audreylita Tolaya Mohon Tunggu... Lainnya - so grateful to be sharing my world with you

Creating my own sunshine

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Should I Wait or Should I Go?

22 September 2023   20:11 Diperbarui: 11 Oktober 2023   21:54 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku benar-benar sudah tidak pernah berharap dengan yang namanya cinta. Makannya aku sudah muak sebenarnya menaruh harapan dengan seseorang. Setelah lulus SMP, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak pernah menaruh harapan lagi dengan orang, muak sekali rasanya. Tapi untuk orang yang sangat mudah sekali jatuh pada pesona seseorang seperti aku, itu adalah hal yang sangat sulit dilakukan.

            Hari itu adalah hari MPLS, hari dimana aku benar-benar menginjakkan kakiku di sekolah SMA untuk pertama kalinya. Aku berbaris di bagian belakang kelompokku, melihat sekelilingku dimana ada ratusan orang yang sebagian masih asing bagiku. Namun pandanganku terhenti ketika melihat sepasang mata yang sedang menatapku lekat dengan jarak yang tidak cukup jauh.

            Aku menatap balik mata itu. Kupikir dia akan segara mengalihkan tatapannya ke arah lain. Namun, dugaanku salah. Dia tetap menatapku dengan tatapannya yang tidak bisa ku artikan. Tatapan itu, indah. Entah kenapa aku juga tidak bisa lepas dari tatapan itu, aku menatapnya juga dengan tatapan yang tidak bisa ku artikan sendiri. Semakin lama aku menatapnya, semakin besar juga keinginanku untuk terus menatap mata itu. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat, aku mengalihkan tatapanku ke depan secepat kilat. Aku tau pasti sekarang wajahku sudah berwarna merah pekat seperti tomat. Tapi seperti kataku sebelumnya, aku tidak akan menyimpan perasaan kepada seseorang semudah itu. Apalagi hanya dengan sebuah tatapan mata.

              Seminggu berlalu, aku kembali ke dalam realita kehidupan. Aku kembali ke sekolah, sialnya hari ini aku hampir saja telat, bel bunyi pukul 06.55 sedangkan aku datang pukul 06.47. Aku segera turun buru-buru dari mobil dan berlari ke arah gerbang. 

Tapi tunggu, di trotoar depan gerbang aku melihat seorang dengan postur yang tinggi, berkacamata dan rambutnya terlihat seperti tidak diatur. Aku tidak memakai kacamataku, tapi dengan mata buramku ini aku tahu bahwa itu adalah dia, lelaki yang ku temui saat MPLS. Aku tidak terlalu menghiraukannya, aku lari masuk ke dalam sekolah dan naik ke atas. Tapi tunggu, saat aku menaiki tangga, aku merasa bahwa.... dia melihat ke arahku? Entahlah, mungkin dia melihatku karena dia mempunyai satu pasang mata, jangan terlalu menghiraukannya!

            Karena masih memiliki sedikit waktu menjelang bel, aku bersama temanku sedikit mengobrol berdua di koridor depan kelas yang sebenarnya penuh dengan kerumunan orang. Aku dan temanku mengobrol dekat tembok di samping kiri segerombolan anak lelaki. Aku dan temanku tertawa melihat video lucu di ponsel yang ditunjukkan temanku, aku tertawa tanpa sadar melihat ke arah kananku. Ada satu orang dari segerombolan anak lelaki itu yang bersender di tembok, aku yang tertawa dan menoleh ke kanan baru menyadari bahwa dia melihatku sudah dari sebelum aku menoleh ke kanan. Anak lelaki itu adalah lelaki yang bertemu denganku di trotoar sekaligus orang yang bertatapan mata denganku saat MPLS kemarin. Kami bertatapan lumayan lama, rasanya seperti kembali ke waktu MPLS dimana semua interaksi tatapan mata ini dimulai.

            Sejak saat itu aku mulai mencari tahu siapa namanya, dari kelas mana dia berasal dan semua informasi yang bisa kudapatkan. Aku mengingkari janjiku, aku rasa aku mempunyai sedikit perasaan kepadanya, temanku yang tahu perasaanku juga sedikit-sedikit mulai membantuku untuk mendekatinya. Aku dan temanku memanggilnya dengan sebutan "Paus", karena hewan kesukaanku adalah paus.

            Dua minggu lamanya aku menyukai dia, interaksi antara aku dan dia hanya sebatas tatapan mata atau lirikan mata saja. Meskipun kita tahu perasaan kita sama-sama tertarik lewat tatapan itu, tapi di antara kita tidak mau ada yang membuat pergerakan pertama. 

Kadang aku hanya ingin menyerah, karena jika hari ini dia terlihat seperti menyukaiku, terkadang besoknya dia pura-pura seperti tidak melihatku. Sungguh aku dibuat bingung olehnya. Seperti kejadian kemarin, aku kemarin tidak masuk sekolah karena demam, saat bel berbunyi, temanku melihat bahwa dia celingak-celinguk ke arah tempat duduk ku yang kosong. Temanku juga bercerita bahwa saat istirahat, dia terlihat mondar-mandir di depan kelasku sambil sekali-sekali melihat ke arah tempat duduk ku yang kosong itu. Aku yang mendengar cerita temanku itu pun merasa senang di rumah, karena kondisiku juga semakin membaik aku memutuskan untuk datang kembali ke sekolah.

            Besoknya aku jalan berpapasan dengannya, aku tersenyum melihat ke arahnya, berharap bahwa dia tahu kalau aku sudah masuk hari ini. Tapi dugaanku salah, dia malah tersenyum ke arah temannya di belakangku dan malah menyapanya. Aku yang melihat itu terdiam, aku mulai berpikir bahwa semua yang diceritakan temanku kemarin salah. Jujur aku kecewa, entah kecewa kepada siapa, tapi perasaanku sangatlah kecewa dengan aksinya dia tadi. Tapi apa yang bisa ku harapkan, belum tentu juga dia memiliki perasaan yang sama besarnya dengan diriku. Aku masih melanjutkan perasaanku terhadap dia, meskipun aku tidak mau terlalu berharap, karena pada dasarnya patah hati karena perasaan tidak terbalas itu karena harapan kita yang terlalu berlebihan daripada aksi kita di dunia nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun