Sama halnya dengan berita Hoax, masyarakat juga gampang sekali kemakan berita Hoax yang lewat di FYP atau For Your Page Tiktok. Salah satu efek dari seringnya menonton video pendek berdampak pada sifat kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (perilaku). Attention span nya menjadi turun dan dengan menurunnya attention span, masyarakat semakin menjadi malas membaca, malas menggunakan pola pikirnya, malas menganalisa, dan malas mencari tentang fakta berita tersebut.Â
Pendidikan Media dan Literasi Informasi
Mengingat tantangan ini, penting bagi generasi muda untuk memiliki keterampilan media yang baik. Pendidikan media harus menjadi bagian integral dari kurikulum untuk mempelajari analisis dan evaluasi sumber informasi. Memahami cara kerja algoritma media sosial dan bagaimana Hoax menyebar akan membantu generasi TikTok menjadi konsumen informasi yang lebih kritis.Â
Selain itu, platform seperti TikTok juga memiliki tanggung jawab untuk memerangi hoax. Mereka perlu meningkatkan upaya untuk mengidentifikasi dan menandai konten yang berpotensi menyesatkan. Dengan menggunakan teknologi dan kolaborasi dengan organisasi pemeriksa fakta, TikTok dapat membantu mengurangi penyebaran hoax di platform mereka.Â
Kesimpulan
Generasi TikTok tidak harus menjadi generasi Hoax. Dengan adanya pendekatan yang tepat, mereka dapat menjadi pionir dalam mengurangi penyebaran berita Hoax. Bagi semua pihak untuk berperan aktif dalam mendidik generasi sekarang tentang betapa pentingnya verifikasi informasi dan berpikir kritis. TikTok, sebagai platform yang sangat berpengaruh, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa penggunanya tidak hanya terhibur, tetapi juga teredukasi. Hanya dengan cara inilah kita dapat berharap membangun lingkungan digital yang lebih sehat dan bermanfaat bagi generasi yang akan mendatang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H