Mohon tunggu...
Audrey Devina
Audrey Devina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Transplantasi Organ: Setuju atau Tidak?

21 September 2017   22:01 Diperbarui: 21 September 2017   22:31 4295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Reaksi penolakan hiperakut yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah transplantasi disebabkan oleh penghancuran oleh antibodi yang sudah ada pada pasien akibat transplantasi/transfusi darah atau kehamilan sebelumnya. Kemudian, reaksi akut terjadi sesudah beberapa minggu sampai bulan setelah transplantasi tidak berfungsi sama sekali dalam waktu 5-21 hari. Umumnya terjadi 5-10 hari setelah transplantasi, dan dapat menghancurkan transplantasi tersebut. 

Yang terakhir adalah penolakan kronik yang mengakibatkan hilangnya fungsi organ transplantasi secara perlahan dalam beberapa bulan setelah berfungsi normal. Hal tersebut disebabkan oleh sensitivitas yang muncul terhadap antigen transplantasi karena timbulnya intoleransi terhadap sel T, terkadang juga diakibatkan sesudah penghentian pemberian obat penekan imun. Maka dari itu, obat penekan imun harus, bahkan wajib diberikan kepada pasien pasca transplantasi untuk menghindari beragam reaksi penolakan yang dapat mengakibatkan kegagalan transplantasi organ. Kegagalan dalam transplantasi organ mengharuskan pasien untuk menjalani dialisa atau cuci darah.

Meskipun obat penekan imun menjadi faktor penyebab munculnya kesempatan bagi kanker untuk berkembang, tidak seluruhnya merupakan akibat dari pengonsumsian obat penekan imun. Sesuai pernyataan Engels, bisa saja sudah terdapat sel kanker pada diri pasien sebelum dilakukan transplantasi.

Menerima organ transplantasi dari pendonor yang sudah meninggal tidak menurunkan kemungkinan timbulnya kanker. Tim peneliti dari Universitas Washington yang diketuai oleh Peter Noble mengatakan bahwa beberapa gen pada tubuh yang sudah meninggal (post-mortem) masih dapat bekerja hingga beberapa hari. Beberapa gen dari tubuh yang sudah meninggal memiliki kelebihan di saat darurat. Gen-gen tersebut memicu inflamasi (upaya tubuh untuk perlindungan diri, tujuannya adalah untuk menghilangkan rangsangan berbahaya), mengerahkan kerja sistem imun, dan melawan stres. 

Namun, tidak semua gen tersebut bermanfaat bagi kehidupan. Peneliti menemukan bahwa beberapa gen promosi kanker menjadi lebih aktif pada tubuh post-mortem. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh timnya, Noble mengatakan bahwa hal tersebut menjelaskan mengapa pasien yang menerima transplantasi dari pendonor yang sudah meninggal memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, ditemukan bahwa resiko melanoma (kanker kulit) bagi penerima transplantasi organ meningkat dua kali lipat daripada orang-orang pada umumnya. Tingkat penyebaran melanoma ke bagian tubuh lainnya juga empat kali lebih tinggi dimiliki oleh penerima transplantasi organ. 

Dalam penelitian tersebut, para peneliti memeriksa tingkat melanoma pada hampir 14.000 pasien yang menerima transplantasi organ di Amerika Serikat antara tahun 1987 sampai 2010. Hasil menunjukkan bahwa ternyata pasien melanoma yang telah melakukan transplantasi organ memiliki kemungkinan meninggal dunia lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan transplantasi.

Apabila kita simak kembali artikel di atas, sebenarnya bukan transplantasi organ itu sendiri yang dapat menyebabkan kanker pada pasien di kebanyakan kasus, melainkan akibat pengonsumsian obat penekan imun. Hal itu menunjukkan bahwa transplantasi organ bukan lah suatu hal yang buruk. Justru bisa dibilang bahwa transplantasi organ adalah suatu kemajuan pesat dalam ilmu kedokteran yang mampu menyelamatkan nyawa manusia dari penyakit yang bahkan sudah tidak bisa ditangani oleh obat-obatan. 

Transplantasi merupakan salah satu kisah sukses terbesar dalam dunia kedokteran yang memiliki cara yang sangat efektif untuk pasien dengan penyakit organ yang parah. Karena memang, ada risiko terkena kanker, maka pasien harus mau bekerja sama dengan pihak dokter untuk bersama-sama menurunkan kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Untuk menurunkan faktor risiko, pasien pasca transplantasi harus menaati saran-saran dari dokter seperti jangan merokok, patuhi praktik kesehatan yang baik, kenakan tabir surya, dan jika sudah transplantasi, jalani skrinin pemutaran yang disarankan oleh dokter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun