Mohon tunggu...
Audrey Devina
Audrey Devina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Transplantasi Organ: Setuju atau Tidak?

21 September 2017   22:01 Diperbarui: 21 September 2017   22:31 4295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kata-kata transplantasi organ pasti sudah sering anda dengar, baik melalui televisi, koran, ataupun buku. Meskipun sudah sering mendengar kata-kata tersebut, apakah anda tahu arti sejelasnya dari kata "transplantasi organ"? Transplantasi organ merupakan pemindahan semua atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Transplantasi atau pemindahan organ biasa dilakukan untuk mengganti organ-organ pada tubuh yang sudah rusak dengan organ-organ yang masih sehat. Organ-organ sehat tersebut berasal dari pendonor, yang merupakan orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. 

Organ-organ yang dapat dipindahkan adalah jantung, ginjal, hati, paru-paru, pankreas, organ pencernaan, dan kelenjar timus. Transplantasi juga dapat dilakukan pada jaringan, seperti cangkok tulang, tendon, kornea, kulit, penanaman katup jantung buatan, saraf, dan pembuluh darah. Transplantasi terbanyak yang sudah pernah dilakukan adalah transplantasi ginjal. Mengapa transplantasi ginjal paling sering dilakukan? 

Jawabannya adalah karena setiap manusia yang normal memiliki sepasang ginjal. Manusia tidak akan meninggal hanya karena ia kehilangan satu ginjalnya. Maka dari itu, banyak orang dapat mendonorkan ginjal mereka kepada yang membutuhkan dengan catatan penerima dan pendonor harus memiliki kemiripan, mulai dari golongan darah hingga sistem kekebalan tubuh, sehingga tidak muncul reaksi penolakan.

Mengapa transplantasi organ perlu dilakukan? Apa yang dimaksud dengan reaksi penolakan? Apakah mudah untuk melakukan transplantasi organ? Beragam pertanyaan pasti terbesit dalam benak anda. Transplantasi organ pada manusia dilakukan apabila kerusakan organ pada tubuh manusia sudah sulit atau tidak bisa diperbaiki dengan obat-obatan. Keberhasilan transplantasi organ dipengaruhi oleh penerima dan juga pendonor (apabila pendonor masih hidup). Apakah penerima dapat bertahan hidup dengan organ baru yang diterimanya, dan apakah pendonor dapat hidup dengan kondisi kekurangan organ. 

Reaksi penolakan terjadi apabila ada ketidak cocokkan penerima dengan organ baru, yang biasanya berasal dari sistem kekebalan tubuh yang sulit dikendalikan. Penolakan dapat terjadi segera setelah pencangkokan atau beberapa minggu setelah pencangkokan. Reaksi penolakan ada yang bersifat ringan ada juga yang berat. 

Reaksi tersebut dapat merusak jaringan atau organ yang dicangkok dan juga beberapa gejala lain seperti demam, perubahan tekanan darah tinggi, dan sebagainya. Oleh karena itu, setelah transplantasi, pasien harus meminum obat penekan imun tubuh sehingga imun tubuh tidak menyerang benda asing di tubuh, yaitu organ yang baru tersebut.

Pada masa sekarang ini, ilmu transplantasi organ sudah jauh berkembang. Salah satu buktinya adalah dengan transplantasi melalui sel induk. Metode ini sangat menjanjikan karena dapat mengatasi kemungkinan reaksi penolakan. Metode ini dilakukan dengan teknik penumbuhan-kembali. Organ tersebut berasal dari sel-sel induk pasien itu sendiri sehingga organ yang dihasilkan memiliki kemiripan karena berasal dari orang yang sama.

Transplantasi organ semakin maju seiring perkembangan zaman. Dr. Anthony dari Institute for Regenerative Medicine South Carolina berhasil mengekstraksi sel otot dan kandung kemih dari tubuh pasien yang kemudian dicetak di cetakan 3 dimensi. University of California Irvine juga sedang mengembangkan teknik sel induk yang dapat menyembuhkan penyakit kelumpuhan dan kebutaan akibat kerusakan retina. 

Selain itu, di Barcelona Metro Hospital, seorang profesor bernama Paolo Macchiarini dari University of Barcelona berhasil melakukan rekayasa jaringan trakea (saluran pernafasan) melalui sebuah pipa yang menyerupai bentuk trakea dari sel induk tulang sumsum pasien.

Dari berbagai penjelasan di atas, tentu sekarang kita tahu bahwa dengan melakukan transplantasi organ, manusia dapat hidup lebih lama dan kemungkinan untuk sembuh dari penyakit juga besar. Namun, bagaimana dengan risiko yang ditimbulkan? Apakah transplantasi organ benar-benar aman bagi kesehatan tubuh?

Gary Schwartz , seorang ahli psikologi dari Arizona State University mengatakan bahwa lebih dari 70 kasus yang ditanganinya, ia melihat adanya efek samping dari transplantasi yaitu perubahan sifat penerima menjadi sesuai dengan sifat pendonor. Tidak hanya itu, perubahan ini bisa jadi sampai ke ingatannya. Perubahan sifat ini muncul setelah pasien menerima transplantasi ginjal, jantung, dan hati. Selain adanya perubahan sifat, risiko kanker pada diri penerima juga ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun