Setelah runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha, mulai berdiri Kerajaan-kerajaan Islam. Beberapa diantaranya memiliki hubungan atau relasi dengan Kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berdiri sebelumnya.Â
Salah satunya adalah Kesultanan Demak yang merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit. Apakah kamu tahu sejarah tentang Kesultanan Demak? Bagaimana pengaruh Kesultanan Demak dalam penyebaran agama Islam di Indonesia? Mari kita pelajari lebih dalam mengenai Kesultanan Demak.
Kesultanan Demak merupakan kesultanan Islam pertama di Pantai Utara Jawa. Pantai Utara merupakan tempat bertemunya bermacam kebudayaan. Kesultanan Demak merupakan tonggak sejarah berdirinya dan tersebarnya agama Islam di tanah Jawa.Â
Masa berdirinya kesultanan ini adalah 1500-1568. Seiring kekuasaan Majapahit yang melemah, Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak, pun menyerang Majapahit. Setelah Majapahit takluk, Demak menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Berdirinya Kesultanan Demak bermula ketika runtuhnya Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.Â
Saat itu, berita runtuhnya Kerajaan Majapahit membuat beberapa daerah yang berada dibawah kekuasaan Majapahit saling melepaskan diri. Salah satunya adalah Kadipaten Demak, namun karena lokasi nya yang strategis sebagai jalur pelayaran, Demak yang menjadi satu wilayah yang mandiri.Â
Akibatnya, terjadi perebutan kekuasaan yang menyebabkan kekacauan dalam negeri. Pada saat itu terjadi banyak pertempuran antar kadipaten untuk mengklaim bahwa mereka adalah pewaris tahta Kerajaan Majapahit.
Baca juga : Menelusuri Jejak Kesultanan Demak, Pelopor Islam Pertama di Tanah Jawa
Atas bantuan Bupati Pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kesultanan Demak berdiri. Selain itu, Kesultanan Demak juga berada pada tepi selat antara Gunung Muria dan Jawa. Kerajaan Demak juga memiliki lokasi yang strategis untuk pertanian dan perdagangan.Â
Letak Kerajaan Demak ini sangat strategis yaitu diapit oleh dua pelabuhan besar yakni Pelabuhan Jepara dan Pelabuhan Kerajaan Majapahit Kuno.
Raja pertama dari Kerajaan Demak kala itu adalah Raden Patah. Ia menjadi adipati Kesultanan Demak sejak 1478. Raden Patah merupakan putra raja Majapahit terakhir yaitu Brawijaya. Ia memiliki ibu yang beragama Islam yang berasal dari Jeumpa Pasai.Â
Raden Patah merupakan santri Sunan Ampel. Setelah selesai menuntut ilmu kepadanya, Raden Patah kemudian menyebarkan agama Islam di daerah Demak. Brawijaya V kemudian mengangkatnya sebagai adipati Demak. Di bawah pemerintahan Raden Patah, Demak berkembang menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.Â
Setelah Raden Patah, raja yang menggantikannya adalah Pati Unus (1518-1521) dan Sultan Trenggono (1521-1546). Pati Unus sempat menyerang Portugis di Malaka, tetapi gagal.Â
Keberaniannya tersebut membuat ia dijuluki Pangeran Sabrang lor karena pernah menyebrangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan bangsa Portugis. Setelah masa pemerintahannya berakhir, Ia digantikkan oleh Sultan Trenggono.Â
Baca juga : Istana Prawoto, Mengupas Jejak Sejarah Kesultanan Demak dan Nusantara
Sultan Trenggono dikenal sebagai raja yang sangat bijaksana dan gagah berani dan berhasil memperlebar wilayah kekuasaannya yang meliputi dari Jawa Timur dan Barat. Sultan Trenggono berhasil menguasai Sunda Kelapa setelah merebutnya dari Kerajaan Padjajaran.Â
Raja Demak ini berhasil menghalau pasukan Portugis pada tahun 1527. Pada tahun yang sama, Ia berhasil menguasai Tuban, Surabaya, dan Pasuruan. Pada tahun 1529, Ia meluaskan kekuasaan dengan menaklukan Madrun. Selanjutnya pada tahun 1545, Ia berhasil menguasai Malang dan Blambangan.
Menurut catatan Tome Pires, Demak merupakan kesultanan yang sangat makmur, pertaniannya menghasilkan beras yang berlimpah, bahkan sebagian di ekspor ke Malaka melalui pelabuhan milik kesultanan tersebut. Demak telah memiliki armada kapal jung (besar) hingga 40 buah. Kapal-kapal ini melayani jalur perdagangan di sepanjang pantai utara Jawa hingga ke Palembang, Jambi, Bangka, Belitung, dan Tanjungpura.Â
Sedangkan, kondisi kebudayaannya dimulai dari raja nya. Raden Patah dikenal sebagai orang yang menyukai seni, terutama wayang. Ia mengubah bentuk wayang sehingga tidak lagi sama bentuknya dengan yang terpahat pada relief candi. Ia juga membangun Masjid Agung Demak, sebuah masjid yang masih berdiri megah di Kota Demak sampai saat ini.Â
Selain itu, ia menciptakan seperangkat gamelan yang diberi nama gamelan sekati. Sampai sekarang, gamelan ini masih terawat dengan baik dan masih dimainkan pada waktu-waktu tertentu di halaman Masjid Agung Demak, terutama pada perayaan Maulid Nabi.
Masyarakat Demak menjalankan kehidupannya dengan berpedoman pada ajaran agama Islam. Berbicara mengenai Kesultanan Demak, tidak akan jauh-jauh dari Wali Songo.Â
Wali Songo atau Wali Sembilan merupakan istilah bagi 9 tokoh  penting dalam penyebaran agama Islam atau kaum ulama , terutama di Pulau Jawa. Nama-nama 9 Wali Songo adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.Â
Wali Songo menempati posisi terhormat dalam masyarakat dan pemerintahan Kerajaan Demak. Para wali tersebut juga berperan sebagai penasihat kerajaan. Selain Wali Songo, terdapat juga beberapa wali "lokal" yang hanya berpengaruh di daerahnya, yaitu Syeh Abdulmuhyi, Syeh Siti Jenar, Sunan Geseng, Sunan Tembayat, dan Sunan Panggung.
Peristiwa tersebut menyebabkan konflik terus berlanjut. Putra Sedo Lepen, Arya Penangsang, kemudian menyingkirkan Pangeran Prawoto. Ipar Sedo Lepen, Jaka Tingkir, dengan dibantu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi, kemudian mengalahkan Arya Penangsang.Â
Atas jasanya, Jaka Tingkir kemudian memberikan tanah perdikan atau daerah otonom Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan, sedangkan Ki Penjawi diangkat sebagai adipati di Pati. Jaka Tingkir kemudian menjadi sultan Demak tahun 1568. Ia kemudian memindahkan ibu kota dari Demak ke Pajang.
Kesultanan ini memiliki riwayat yang singkat namun telah menghasilkan kisah sejarah yang dapat dilihat dari berdirinya Masjid Agung Demak. Peninggalan sejarah tentang adanya Kerajaan Demak yang masih bisa dinikmati hingga sekarang adalah adanya masjid Agung Demak. Masjid ini didirikan pada masa Walisongo sekitar tahun 1479 M.Â
Bangunan ini menjadi salah satu bukti bahwa Kerajaan Demak kala itu merupakan pusat kegiatan pengajaran dan keagamaan. Bahkan tidak hanya orang Jawa saja yang menimba ilmu di kesultanan Demak, melainkan dari berbagai nusantara, seperti Ambon, Ternate, Banjarmasin dan Sumatera. Masjid ini memiliki lokasi yang strategis yaitu di alun-alun kota Demak dan mudah dijangkau.Â
Di dalam kompleks masjid Demak juga terdapat makam Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak. Pada tahun 1995 Masjid ini pernah dicalonkan menjadi salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Di dalam masjid ini juga terdapat maksurah. Maksurah merupakan ukiran kaligrafi ayat Al quran yang digunakan sebagai interior dinding Masjid Agung Demak. Maksurah ini dibangun saat kekuasaan Aryo Purbaningrat yang merupakan adipati Demak tahun 1866 dan kaligrafi ini menceritakan mengenai ke-Esaan Allah.
Buku Cetak Sejarah Minat kelas 11 Â - Penerbit Erlangga
https://www.zonareferensi.com/nama-nama-wali-songo/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-demak/
https://moondoggiesmusic.com/sejarah-kerajaan-demak/
https://www.romadecade.org/kerajaan-demak/#!
https://sejarahlengkap.com/indonesia/kerajaan/sejarah-kerajaan-demak
https://seruni.id/sejarah-kerajaan-demak/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H