Cari sekolah negeri yang diidamkan, mulai dari sekolah top rangking satu sampai duapuluh, semua dicoba, dan sulit. Masalah utama sebetulnya hanya di selembar kertas saja. Iya selembar kertas yang di tanda tangan, dan ada cap pemerintah. Sekolah yang diinginkan harus sesuai dengan wilayah dan jarak rumah pada saat itu. Â Semua tergantung dari Kartu Keluarga. Begitulah kalau jadi perantauan.Â
Sudah mau masuk  tahun ke lima kalau tidak salah, sejak peristiwa "jatuh bangun" mengejar sekolah idaman, hehehe sudah lama. Walaupun setahun lagi mulai berburu sekolah idaman lagi, buat ananda yang bungsu.
Lingkungan Tetap Menjadi Prioritas.
"Iya , Ma. Terserah saja. Ikut saja, boleh sekolah negeri." Masih ingat jawaban ananda tercinta saat itu, sewaktu mau dimasukan ke SMA negeri. Walaupun sebetulnya dalam hati yang terdalam kepengen  tetap di sekolah  swasta. Â
Pernah berkeliling melihat kondisi fisik sekolah negeri dan swasta. Rasanya belum ada rasa nyaman di hati melihat lingkungan sekolah negeri. Yaaah ... uang tetap berbicara. Mau fasilitas yahud, bayar dong!
Di pikiran masih tetap pilihan jatuh ke Sekolah negeri. Namanya juga ada pilihan murah kenapa tidak dicoba.
Kebetulan saat itu, kami sekeluarga tinggal di Provinsi Banten. Kartu keluarga yang ada masih terdaftar di Provinsi Jawa barat.
Entahlah masa itu, apa pemerintah sedang melakukan uji coba sistem pendidikan yang baru. Bisik-bisiknya sih kasihan dengan anak-anak yang rumahnya dekat sekolah, mau daftar tidak bisa. Jadi mereka bersekolah lebih jauh. Apalagi kalau sekolah negeri dekat rumah, sekolah negeri unggulan.Â
Masuk sekolah negeri harus sesuai dengan wilayah kependudukan. Soo, untuk kartu penduduk Jawa barat, lebih sulit mau sekolah ke wilyah Banten. Gampang sih, "tukar" saja KTP nya begitu nasehat ibu-ibu grup di sekolah. Aku sudah cinta sama "Tangkuban perahu". Kenapa susah sih mau sekolah!
Bukan Bisikan Biasa
Menunggu antrian, untuk daftar ke sekolah negeri yang diinginkan. Mulai pagi hari antrian sudah panjang. Saya rasa datang kepagian, ternyata para orang tua datang lebih "subuh". Daftar online sudah dilakukan, tetapi masih kurang beruntung untuk mendapatkan nomer antrian. Ternyata, orang tua lebih "galak" kalau sudah urusan anak-anak. Semua mau yang terbaik.