Antri di sekolah negeri favorit di daerah tempat tinggal saat itu, lumayan panjang, tetapi panitia sekolah sudah menyiapkan kursi sehingga bisa melepaskan penat. Â Sudah ada "bisikan" sih, "Langsung saja lewat Bapak "anu" biasanya biaya segini, sudah pasti masuk.
Ah, sayakan  penduduk yang baik. Sesuai sajalah, mengikuti prosedur. Ternyata, nama absensi ananda tidak masuk. Ada kriteria yang harus disesuaikan seperti :
- Standar Kuota siswa yang bisa diterima. Ada perbedaan antar sekolah.
- Nilai yang diperbandingkan antara calon siswa satu dengan yang lain. Nilai lebih tinggi mengalahkan yang lain.
Yah, sudahlah kalau memang begitu. Walaupun nilai ijazah anak saya bagus, barangkali bukan rejekinya bersekolah negeri favorit.
Â
Ternyata, bisik-bisik itu benar. Teman yang anaknya memang "kurang" bisa di terima. Hehehe maafkan maksudnya kurang di sini anak yang malas belajar. Ah, biasalah obrolan para mama yang suka mengeluh ke sesama mama lain lol.
Menyesal? Tidak juga, karena anaknya merasa senang karena tidak jadi masuk sekolah negeri. Jadi kembali ke jalur swasta saja.Â
Entahlah, sepertinya bisik-bisik yang beredar di tengah para orang tua musti diberantas dulu. Apalagi, ada bisikan, sekolah negeri gurunya kadang masuk, kadang enggak. Santai dalam pelajaran. Ih terlalu banyak bisikan di kepala yang membuat pandangan terhadap sekolah negeri menjadi negatif.
Pilihan Negeri  Karena Isi Dompet?
Di mata orang tua sekolah negeri terkenal murah. Harga murah inilah yang dikejar para orang tua, walaupun mereka sanggup menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta. Apalagi lulusan sekolah negeri kesempatan masuk Universitas negeri unggulan lebih banyak diterima, karena adanya kuota yang sudah disediakan.Â
Kalau di ambil garis besarnya masuk sekolah negeri itu hanya harga murah dan masa depan masuk universitas negeri lebih terjamin. Dari sisi dompet mama papa juga tidak terguncang. Apalagi kalau isi dompet pas-pasan. Benar apa benar?Â