Kadang ketemu merek yang entahlah, kok tiba-tiba baru ada. Kayaknya kesempatan dalam kesempitan buka "lahan" jualan minyak goreng. Suka takut juga dengan merk yang kurang dikenal.
Baca Juga
Pagi tadi, lagi masak tiba-tiba Ibunda nyamperin di dapur, "Dy, tahu enggak merk "ini" ternyata jelek loh! Yang bagus yang "itu", terbuat dari 'kelapa'. Jadi kalau pilih jangan yang dari 'kelapa sawit'."
"Iya betul, tapi yang dari 'kelapa' harganya dari dulu aduhai. Mau beli dulu suka pikir dua kali. Jadi ngakalinnya, minyak mahal untuk menumis saja. Kalau gorengan banyak pakai minyak sawit yang murah tapi bagus. Sampai segitunya menyiasati cara pakai minyak goreng di dalam rumah tangga.
Kalau untuk menu sih, sesuai anjuran dokter sudah harus masak rebusan atau kukusan. Pertama sih tidak terlalu dirisaukan. Setelah beberapa bulan dengan menu tanpa minyak goreng, akhirnya nyerah juga. Setiap makan pasti mulai datang rasa mualnya. Jadi, sedikit nakal tidak mematuhi larangan nasehat dokter.
Setiap hari menu yang dibuat harus ada menu lauknya. Seperti Ananda di rumah, setiap hari harus ada menu gorengan yang tersedia. Kalau tidak ada bikin enggak semangat mau makan.Â
Baca Juga
Nasehat sih sudah disampaikan. Â "Kalau makan gorengan bisa nyeri tenggorokannya. Jadi detoks saja ya."
Tetap jawaban, "ga enak, Ma!"
Ya sudahlah, pakai dengan bijaksana. Minimal tiga kali pemakaian minyak bekas, setelah itu dibuang. Jadi untuk saya harga minyak goreng naik atau turun tidak berpengaruh, kecuali harus rela puasa minyak goreng saja, mulai dengan menu kukusan atau rebusan.
Bagaimana di rumah ibu-ibu? Apa ada kiat khusus?
Love, Audy Jo
ceritadiri.com