Mohon tunggu...
Audiva Try Qirana
Audiva Try Qirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi membaca dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sengketa Laut China Selatan: Dimensi Geopolitik dan Dampaknya

6 Desember 2024   11:45 Diperbarui: 6 Desember 2024   14:03 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik Laut China Selatan dapat ditelusuri dari berbagai faktor yang saling berhubungan, baik itu aspek ekonomi, geopolitik, sejarah, maupun keamanan. Laut China Selatan kini menjadi fokus strategis global karena kaya akan sumber daya alam seperti gas alam, minyak bumi, dan ikan, serta memiliki jalur pelayaran yang sangat vital bagi perdagangan internasional. Lebih dari sepertiga perdagangan dunia melewati perairan ini setiap tahun, menjadikannya titik krusial dalam perekonomian global. Tidak hanya itu, kawasan ini juga diyakini memiliki cadangan besar minyak dan gas, dengan China mengklaim bahwa cadangan minyaknya mencapai lebih dari 213 miliar barel, yang sepuluh kali lipat lebih banyak dari cadangan minyak Amerika Serikat. Sementara itu, cadangan gas alam di Laut China Selatan diperkirakan setara dengan yang dimiliki Qatar, sekitar 900 triliun kaki kubik. Oleh karena itu, negara-negara yang terlibat dalam klaim wilayah ini, seperti China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, berusaha untuk menguasai wilayah ini untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam tersebut.

Selain kekayaan alam, aktivitas pelayaran yang menggunakan jalur Laut China Selatan juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia, khususnya di China. Laut China Selatan menjadi salah satu jalur perdagangan utama dunia yang menghubungkan Asia dengan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Peningkatan volume perdagangan ini turut mendorong perkembangan ekonomi negara-negara di kawasan sekitar, tetapi juga menambah ketegangan antara negara-negara yang memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut. Negara-negara seperti China dan Amerika Serikat melakukan upaya pengamanan kepentingan masing-masing, baik melalui jalur diplomatik maupun militer, untuk mencegah provokasi dan ofensif dari pihak lain. China, misalnya, terus memperkuat kehadirannya dengan membangun pulau-pulau buatan dan pangkalan militer di Laut China Selatan. Sementara itu, Amerika Serikat, meskipun tidak terlibat langsung dalam klaim teritorial, berkomitmen untuk menjaga kebebasan navigasi dan mendukung negara-negara yang terlibat dalam klaim wilayah melalui latihan militer bersama atau operasi kebebasan navigasi. Namun, ketegangan ini sering kali berkembang menjadi konfrontasi yang lebih intens, dengan beberapa negara menggunakan ancaman atau intimidasi militer untuk menunjukkan kekuatan mereka di kawasan tersebut. 

Konflik terbuka di Laut China Selatan bermula sejak 1970-an, seiring dengan mulai diperebutkannya wilayah perairan tersebut oleh negara-negara di kawasan. Sejarah konflik ini dipengaruhi oleh perubahan penguasaan wilayah yang silih berganti dan beragam klaim teritorial yang diajukan oleh negara-negara tersebut. Pada 1988, konfrontasi antara Angkatan Laut China dan Vietnam di wilayah Spratly Islands menyebabkan kehilangan 70 personel militer Vietnam dan menandai eskalasi ketegangan yang lebih besar. Klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan, yang dikenal dengan “sembilan garis putus-putus”, memperburuk ketegangan ini, karena bertentangan dengan klaim yang diajukan oleh negara-negara lain, seperti Filipina dan Vietnam, yang juga memiliki hak berdasarkan hukum internasional, seperti UNCLOS. Pada 2012, konflik ini semakin meluas ketika China mengklaim wilayah Laut China Selatan secara mutlak, termasuk wilayah yang dekat dengan Indonesia. Meskipun Indonesia tidak memiliki klaim langsung atas wilayah ini, klaim China terhadap perairan yang masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, khususnya di Laut Natuna, menyebabkan ketegangan dan memaksa Indonesia terlibat dalam konflik ini. Konflik ini kemudian terus berkembang seiring dengan meningkatnya ketegangan antara China dan negara-negara yang terlibat dalam klaim wilayah tersebut, serta antara China dan kekuatan besar seperti Amerika Serikat yang berupaya untuk menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan Asia-Pasifik.

Dimensi Geopolitik

Konflik Laut China Selatan memiliki dimensi geopolitik yang kompleks, yang mencakup kepentingan ekonomi, keamanan, dan pengaruh politik di kawasan Asia-Pasifik. Secara ekonomi, wilayah ini kaya akan sumber daya alam, terutama minyak dan gas alam, yang sangat bernilai bagi negara-negara yang terlibat dalam klaim wilayah. Selain itu, Laut China Selatan juga merupakan jalur pelayaran vital bagi perdagangan internasional, dengan lebih dari sepertiga volume perdagangan global melewati perairan ini setiap tahunnya. Negara-negara yang terlibat dalam klaim wilayah, seperti China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei, berlomba-lomba untuk menguasai potensi sumber daya ini, yang juga mencakup hasil perikanan dan tambang offshore.

Dari sisi keamanan, konflik ini melibatkan persaingan militer antara China dan negara-negara lainnya, serta kekuatan besar seperti Amerika Serikat. China telah memperkuat kehadiran militernya di kawasan tersebut dengan membangun pangkalan-pangkalan militer di pulau-pulau buatan yang dibangunnya, yang memicu ketegangan dengan negara-negara seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia yang memiliki klaim wilayah di Laut China Selatan. Sementara itu, Amerika Serikat, meskipun tidak terlibat langsung dalam klaim teritorial, berusaha menjaga kebebasan navigasi dan mendukung negara-negara yang terlibat untuk menyeimbangkan dominasi China. Amerika Serikat juga sering melakukan operasi militer di kawasan ini sebagai bagian dari komitmennya terhadap sekutu-sekutunya di Asia.

Selain aspek ekonomi dan keamanan, konflik ini juga menyentuh isu politik dan hukum internasional. Negara-negara yang terlibat dalam klaim wilayah, seperti China, Vietnam, dan Filipina, melihat Laut China Selatan sebagai area strategis yang mempengaruhi posisi mereka dalam tatanan geopolitik regional. China, misalnya, menganggap wilayah ini sebagai bagian dari “sejarah kedaulatan” mereka dan berupaya memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut. Di sisi lain, negara-negara seperti Filipina dan Vietnam berusaha mempertahankan hak kedaulatan mereka atas wilayah tersebut. Perselisihan ini juga melibatkan perdebatan tentang penerapan hukum internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang menjadi dasar klaim wilayah maritim. Meskipun Mahkamah Arbitrase 2016 memutuskan untuk menolak klaim China atas sebagian besar Laut China Selatan, China menolak keputusan tersebut, memperburuk ketegangan yang ada.

Dampak Konflik

Konflik Laut China Selatan memiliki dampak yang luas dan signifikan dalam berbagai aspek, mulai dari kemanusiaan hingga ekonomi dan keamanan regional.

1. Dampak Kemanusiaan

Konflik ini dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat yang tinggal di kawasan yang terlibat dalam sengketa, terutama di negara-negara pesisir seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun