Dan tentu saja, sikap-sikap dan pribadi Nabi Muhammad yang meletakkan dirinya sebagai manusia biasa adalah sebuah sikap dari orang modern. Sikap yang berwawasan jauh ke depan, semangat egalitarian ini (al-musawât bainan nâsatau konsep equality before law) sudah jauh-jauh diperkenalkan. Setidaknya, kalau orang-orang modern baru meributkan egalitarianisme pada masa Revolusi Prancis abad ke-18, Islam sudah menerapkannya pada abad ke-7.Â
download aplikasi buku yang dibacain untuk anda disini => AudioBuku App
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad ke Yatsrib bisa menjadi fakta sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam catatan sejarah dikatakan bahwa salah satu peninggalan pemikiran Nabi Muhammad pada saat itu adalah mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar dalam tatanan egalitarianisme. Setelah itu, Nabi Muhammad membangun pranata sosial yang begitu egalitarian, yakni Konstitusi Madinah (Madinah Charter), yang sebenarnya banyak mengilhami jiwa-jiwa egalitarianisme pada masa-masa kebangkitan humanisme di Barat.
Akan tetapi, kemudian banyak dari umat Islam sendiri gagal menangkap semangat keberagamaan dan esensi ajaran Islam itu. Oleh karena itu, Islam kemudian mengalami anomali dan titik balik. Sadarkah kita kalau salah satu dari kekuatan dan ke- hebatan agama Islam hingga dengan mudah berkembang adalah daya tolaknya pada hal-hal yang berbau mitos dan kultus?Â
Sebuah semangat yang sebenarnya menjadi pijakan bagi kebangkitan semangat mengembangkan ilmu penge- tahuan, baik di kalangan ilmuwan Muslim sendiri maupun orang-orang Barat yang terinspirasi gagasan-gagasan berlian Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd, yang di Barat dikenal dengan nama Averous, diakui oleh sejarawan Barat menjadi sosok yang menginspirasi bangkitnya semangat mencari ilmu pengetahuan: Averosm. Karya monumental Ibnu Rusyd yang hingga kini dipelajari banyak kalangan adalah Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid.
Berkenaan dengan fakta-fakta sejarah di atas, kita pasti dibuat kaget. Kaget melihat berkembangnya fenomena sosial keberagamaan yang sesungguhnya bertentangan dengan semangat ajaran Islam. Sebagai contoh, muncul gejala mutakhir dengan berkembangnya sikap-sikap pengultusan individu.Â
Mereka begitu diagung-agungkan dan seolah tak pernah  melakukan kesalahan. Akhirnya, kita tetap bisa belajar apa pun dari bangunan Kakbah dan Hajar Aswad bahwa orang Islam harus lebih ber- sikap terbuka dengan fakta-fakta kesejarahan yang sebenar- nya jauh dari segi-segi yang berbau mitos. (Tasirun S)
download aplikasi buku yang dibacain untuk anda disini => AudioBuku App
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H