Mohon tunggu...
AUDIE HARIYADI
AUDIE HARIYADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang belajar menjadi jurnalis yang ahli

mahasiswa yang pengen banget ngelakuin banyak hal tapi keteteran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumiyem, Si Penjual Jamu Lemah Lembut Bermental Baja

3 Juli 2021   01:55 Diperbarui: 3 Juli 2021   01:58 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dulu anak bapaknya (tuan rumah) dinas ke Filipina, aku disuruh ikut ke sana buat bantuin, sampe lima tahun di sana. Ngurusin rumah, nyuci, nyetrika, beres-beres, yo masak juga, belanja juga bisa aku. Awal-awal ditemenin gitu, lama-lama ya sendiri. Biar aku ga bisa baca tapi aku bisa bahasa sana dikit-dikit itu, yang penting bisalah buat beli gitu, kalo ngasih uang juga tinggal minta ditunjukkin sama pedagangnya beres aku mah. Ya kegiatan di Filipina kurang lebih gitu si, ga banyak jalan-jalan aku mah haha," ungkapnya sambil tertawa mengupasi kulit bawang merah. 

Berjalan empat puluh tahun menjajakan jamu, pastinya Buyem mengalami manis pahitnya berjualan. Awal berjualan susah mendapatkan pelanggan bahkan selama seminggu hanya dapat tiga sampai lima pelanggan saja karena orang-orang tidak mudah percaya terhadap kemanjuran jamu Buyem. Ia juga sempat berhenti mengelilingi kampung selama beberapa bulan kemarin  karena enam bulan lalu, ia tertabrak motor ketika sedang berjalan menjajakan jamu dan motor itupun menimpa kaki kiri Buyem, sehingga kaki kiri Buyem agak sulit berjalan secara normal.

Akibatnya, dua bulan ini Buyem tidak menggunakan gerobak lagi untuk berjualan. Ia menggendong lima sampai enam botol jamu yang berukuran satu hingga dua liter di dalam wadah anyaman besar, lalu tangan kirinya membawa ember kecil berisi air untuk tempat cuci gelas sedangkan tangan kanannya memegangi tongkat kayu panjang yang membantunya untuk berjalan. 

Dengan modal yang tak menentu, kadang Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu untuk persediaan tanaman obat selama seminggu, Buyem mendapatkan keuntungan Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu sebulan. Perekonomian rumah tangga Buyem juga dibantu oleh sang suami, Pakde Atim sebagai pengumpul rongsokan. 

Menjual jamu pergelas Rp 5 ribu, gelas besar Rp 10 ribu, Buyem berkeliling saja sekuatnya dari pukul 08.00 WIB -- 11.00 WIB di sekitar Kampung Ragamukti sampai Komplek Arco. Pelanggannya juga lebih banyak di sekitar sana. Di pandemi sekarang ini, Buyem merasa senang karena pelanggannya juga makin menambah. Banyak orang-orang yang sadar akan khasiat turun temurun dari nenek moyang ini. Dengan meminum jamu, imun seseorang juga makin kuat walaupun tidak langsung. Ulasan para pelanggan mengenai jamu Buyem juga memuaskan. (A/S)

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun