Perayaan Imlek setiap tahunnya adalah perayaan yang tentunya ditunggu-tunggu  oleh etnis Tionghoa di Indonesia, apalagi sejak Almarhum Mantan Presiden Abdurrahman Wahid memerintah, beliau menetapkannya sebagai hari libur nasional. Seluruh warga etnis Tionghoa, penuh suka cita menghadapi momen setahun sekali ini, khususnya di berbagai Wihara yang  turut membersihkan lokasi, termasuk patung Buddha.
Menurut para pedagang yang sempat saya tanyai beberapa waktu lalu saat saya masih liputan, momen ini terus berulang setiap tahunnya. Masyarakat etnis Tionghoa jelang imlek begini katanya, tumpah ruah ke pasar. Tentunya, ornamen dan aksesoris Imlek yang dibeli, tak sedikit. Wajar saja, ini hari besar.
Karena saya orangnya tepat waktu, saya sampai di lokasi pukul 19.00 Wib. Ternyata pelatihnya belum datang. Yang ada hanya anak-anak yang akan berlatih. Saya lihat, tak semua anak yang ikut atraksi ini, bermata sipit. Obrol punya obrol, ternyata mereka bukan anak komplek tersebut (anak luar komplek), yang tak merayakan imlek.Â
Mereka berkata, ikut dalam atraksi Barongsai itu adalah demi hobi dan melestarikan seni yang sudah ada di Medan. Singkat cerita, pukul 20.00 -- 22.00 WIB mereka latihan, tak ada wajah terpaksa. Semua mereka lakukan demi kesenangan hobinya. Begitu pula yang dikatakan pelatihnya, tak ada paksaan apapun kalau ingin itu atraksi ini. Tak ada beda. Kalau salah ya tetap salah.Â
Malah anak-anak sekitar perumahan itu, begitu bersemangat dengan latihan ini. Beberapa hari kemudian kata sang pelatih, grup atraksi Barongsai mereka akan tampil di beberapa tempat, termasuk Mall. Dan benar saja, saat saya ingin meliput kemeriahan imlek di mall, anak-anak yang saya temui beberapa malam sebelumnya, bermain di sana. Mereka terlihat begitu bersemangat. Tentu saja, Barongsainya pun berwarna merah dan Emas.
Saya jadi penasaran, kenapa dua warna itu yang selalu identik dengan Imlek. Yang saya tahu, sesuai dengan yang dikatakan para penjual di Pasar Sukaramai tadi, kedua warna ini melambangkan kebahagiaan.Â
Tak berbeda juga dengan pendapat beberapa warga Kota Medan yang beribadah di beberapa Vihara seperti Vihara Setia Budi dan Vihara Gunung Timur. Menurut mereka, setiap Imlek, mereka memiliki harapan kemakmuran dan kebahagiaan sepanjang tahun. Harapan tersebut, tentu saja sama seperti yang semua kita harapkan.
Pernyataan di atas juga sama seperti yang disampaikan Budayawan dan Pengamat Budaya Tionghoa di Indonesia, David Kwa. Dia mengatakan, warna yang memiliki unsur "Yang" ini, memiliki makna kebahagiaan. Hal serupa dikatakan pula oleh Pakar Feng Shui Suhana Lim, warna merah merupakan simbol kebaikan hati, kebenaran, dan ketulusan hati. Tak hanya warna merah, warna kuning dan emas juga bermakna positif.
Kue ini selalu laris setiap tahunnya. Saat Imlek, biasanya, Kue ini dibandrol seharga Rp 40.000-Rp 45.000 per kotak. Memang agak mahal, karena harga bahan pokoknya juga mengalami kenaikan. Namun demikian, karena yang namanya sudah tradisi, pasti selalu dibeli.
Imlek di Medan, selalu meriah setiap tahunnya. Perayaan yang aman, dengan banyaknya warga etnis Tionghoa yang mengunjungi vihara, memiliki banyak doa dan harapan tentang kebaikan untuk diri sendiri, maupun negara ini. Dengan demikian, sudah sepantasnya, sesama kita menjunjung tinggi toleransi, bukan?
Salam,
Auda Zaschkya
Btw, Semua gambar adalah milik pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H