Konsultasi bukan hanya sekadar momen membantu menentukan cara belajar dan pemilihan jurusan bagi anak. Lebih dari itu, konsultasi adalah pintu terjadinya komunikasi intensif antara siswa dan guru.
Konsultasi pemilihan jurusan bukan hanya memilihkan jurusan yang disukai anak atau yang paling memungkinkan anak diterima di jurusan tersebut atau sekadar lulus saja, namun lebih dari itu.
Konsultasi seharusnya menjadi momentum untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya, membakar semangat dan tekad anak agar berusaha memperjuangkan terwujud impiannya. Dan impian yang dimaksud di sini bukanlah impian keterpaksaan sebagai imbas dari nilai rendah yang dicapai anak atau impian pelarian hanya karena impian awal terlalu tinggi. Karena justru konsultasi adalah momen untuk membebaskan anak agar bermimpi setinggi-tingginya. Dan perlu diingat, nilai rendah yang diperoleh anak belum tentu karena kesalahan anak namun mungkin justru karena ketidakmampuan guru memahami pelajaran yang diajarkannya, ketidakmampuan guru memahami anak, ketidakmampuan guru memahami metode terbaik belajar bagi anak.
Impian jangan dibatasi. Hanya Tuhan yang berhak membatasi impian setiap manusia.
Potensi Manusia
"Anak adalah anugerah dari Tuhan,"
"Anak adalah titipan dari Tuhan,"
Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dengan segala kesempurnaannya. Dibandingkan makhluk lain, manusialah yang paling sempurna. Segala bekal untuk menjalani kehidupan di dunia telah diberikan Tuhan pada setiap manusia.
Tidak ada dalih untuk mengeluh. Potensi yang dimiliki manusia sedemikian besarnya yang pastinya memadai untuk menghadapi segala tantangan yang ada di alam semesta ini.
Kadang orang keliru menyimpulkan bakat seseorang. Mungkin saja terlihat bahwa bakat B lebih menonjol, akhirnya anak diarahkan ke jurusan yang selaras dengan bakat B. Namun sesungguhnya anak memiliki bakat yang terlihat tidak menonjol namun potensinya justru lebih besar. Dan mengetahui bakat mana yang paling memiliki potensi terbesar adalah dengan terlebih dahulu berjuang membangkitkan semua potensinya. Â
Jangan Rendahkan Anak!
Potensi yang dimiliki manusia sangat hebat. Tertanam pada diri manusia. Namun potensi itu harus distimulasi, dikatalis, ditrigger agar bangkit dan meledak.
Sebaliknya, jika setiap manusia direndahkan, dianggap tidak mampu, maka potensi itu akan terkubur dan sia-sia. Kenyataan inilah yang sering terjadi. Banyak orang bahkan orang terdekat anak yaitu orang tua dan guru yang tanpa sadar men-downgrade anak sehingga anak merasa bahwa dirinya memang tidak mampu akhirnya menurunkan level cita-citanya. Hal ini sungguh merendahkan kemampuan Tuhan dalam penciptaan.
Semua Anak Hebat!
Jangan pernah mengatakan bahwa mereka tidak mampu!
Seorang yang menangani konseling harus menghargai anak dengan cara memberitahukan pada setiap anak bahwa mereka semua memiliki kemampuan hebat dan pasti mampu meraih cita-cita mereka setinggi apapun.
Cita-cita setinggi apapun dapat diraih karena mereka ciptaan Tuhan dan tidak mungkin Tuhan menciptakan makhluknya di bawah standar. Bahkan ini adalah standar Tuhan, bukan standar manusia.
Jangan membatasi cita-cita anak hanya karena konselor tidak mampu meraihnya! Jika konselor tak mampu jangan egois dengan membuat anak melakukan yang konselor lakukan di masa lalu dengan membatasi cita-cita. Pengalaman, pilihan buruk, rasa malas, ketidakmampuan konselor di masa lalu jangan ditularkan ke anak! Jangan sampai konselor menjadi penghambat anak meraih cita-cita dan impian!
Sejarah buruk justru harus jadi pelajaran agar tidak terjadi lagi. Hal ini saya katakan karena banyak saya temui ternyata banyak guru yang terpaksa jadi guru dan memiliki masa lalu kelam, misalnya malas belajar, salah memilih jurusan, kalah mental sebelum berjuang dan hal buruk itu malah ditularkan pada anak.
Seharusnya bukan impian yang diturunkan levelnya, tapi usahanya yang ditingkatkan, metodenya diubah dengan yang lebif efektif.
Tipu Daya Terselubung Bimbingan Belajar Dalam Pemilihan JurusanÂ
Mengapa saya menyatakan demikian?
Sering saya temui siswa mengubah pilihan jurusannya, yang notabene skornya tinggi dan menurunkan pilihannya ke jurusan yang skornya rendah hanya gara-gara nasihat dari guru atau orang terdekatnya. Dan kenyataannya jika guru yang melakukan itu ternyata dengan sangat mudah memberikan nasihat itu tanpa menggali lebih dalam faktor apa yang membuat nilai anak rendah. Dan walupun tahu sebabnya, banyak guru yang malas atau menyerah untuk berjuang meningkatkan nilai siswa. Meningkatkan nilai di sini bukan dengan mengatrol atau memberikan nilai fiktif, namun mengajarkan lebih baik lagi agar anak lebih paham pelajaran yang diajarkan.
Mengajarkan lebih baik lagi diawali dengan guru harus mempelajari lagi agar lebih paham tentang apa yang akan diajarkannya.
Dan kenyataan jahat (bagi saya hal ini jahat) adalah banyak guru (di bimbingan belajar yang membanjiri negeri ini) yang dengan semena-mena mengubah pilihan anak dengan kedok strategi. Berstrategi boleh tapi bukan sebagai pelarian atas ketidakmampuan. Mengapa mereka mengubahnya? Jika jurusan yang dipilih anak berat, ditandai dengan tingginya skor minimal untuk lolos dan membludaknya peminat, dan guru itu menganggap sangat sulit meningkatkan peluang lolosnya anak, maka guru akan mengubah pilihan anak. Guru tidak mau direpotkan. Maunya masuk kelas, mengajar seadanya, tak peduli anak paham atau tidak, lalu selesailah sudah.
Padahal anak itu, oleh orang tuanya yang penuh harap rela mengeluarkan sejumlah rupiah berapapun demi anaknya, pastinya mengharapkan jurusan tertentu agar terwujud impiannya. Namun impian itu harus pudar, atau dengan terpaksa diubah pilihannya hanya karena arahan dari gurunya.
Salahkan gurunya mengubah pilihan anak?
Gurunya mengubah pilihan anak mungkin demi kebaikan anak itu, dan orang tua percaya dengan saran dari gurunya yang dianggap lebih tahu dan berpengalaman.
Mengapa hal ini terjadi? Benarkah demi kebaikan anak?
Kenyataan yang saya temui adalah, betapa pentingnya jumlah siswa yang lulus pada suatu lembaga bimbingan belajar sebagai senjata pemasaran. Masuk akal, semakin banyak jumlah siswa di lembaga tersebut yang diterima di perguruan tinggi negeri akan semakin meningkatkan daya tawar di pasaran. Pastinya di setiap kegiatan promosi jumlah kelulusan ini akan diumbar, dikemas dalam suatu iklan yang menggoda "Puluhan ribu siswa kami diterima di perguruan tinggi negeri" menghiasi berbagai media.
Apakah ini hal yang buruk?
Tidak ada yang salah memang. Namun kenyataan yang ada di balik itu sungguh memprihatinkan.
Siswa memang lulus di suatu perguruan tinggi negeri. Namun bukan di jurusan pilihannya, tidak sesuai hatinya. Namun jika siswa dibiarkan memilih jurusan pilihannya namun skor minimal di jurusan tersebut tinggi maka resikonya siswa itu peluang diterimanya kecil bahkan mungkin tidak lulus. Akhirnya guru yang bertugas di suatu lembaga bimbingan belajar akar mengubah pilihan anak itu agar memilih jurusan yang skor minimalnya lebih rendah yang kemungkinan lulusnya lebih besar. Semakin banyak jumlah yang lulus maka semakin mudah memasarkan program yang ditawarkan lembaga tersebut pada periode berikutnya, walaupun harus mengorbankan impian siswa.
Anak dan orang tua memiliki harapan dan impian saat mendaftarkan anaknya di suatu lembaga bimbingan belajar. Namun lembaga itu juga memiliki tujuan, tentu saja sebagai perusahaan yaitu mendapatkan profit sebanyak-banyaknya. Ini bukan hal yang salah namun jika tujuan bisnis ini menjadi tujuan utama dan mengesampingkan tujuan anak dan orang tua maka mungkin ini dapat dikatakan tipu daya. Perlu diketahui bahwa pendaftaran dan pembayaran di awal, sedangkan konsultasi pemilihan jurusan jelang akhir periode kegiatan belajar dan mengajar (KBM).
Kenyataannya banyak guru yang sekadar mengajarkan ilmu namun melupakan fungsi utamanya yaitu sebagai pendidik dan motivator.
Boleh saja mengubah pilihan anak, namun itu dilakukan jika guru (yang sering juga menjadi konselor) telah berjuang maksimal membangkitkan semangat, tekad, daya juang dan mengajarkan pelajaran hingga ke jantungnya bukan hanya kulitnya saja.
Ingat! Apabila di SBMPTN tersedia dua pilihan maka nomor satu adalah impian anak yang tidak boleh diganggu siapapun kecuali oleh Tuhan! Nomor dua barulah pilihan berdasarkan nilai yang diraih anak, dan ini pun setelah dilakukan usaha maksimal oleh guru, orang tua, dan siswa. Salah pilih jurusan, apalagi jika tidak sesuai kata hati, tentu tak ada keikhlasan menjalaninya kan? apalagi kebahagiaan?
Konselor Adalah Pembakar Semangat!
Penyadaran akan potensi yang dimiliki anak adalah tugas utama konselor. Konselor harus mau, mampu dan berjuang meledakkan semangat, tekad dan sikap pejuang tangguh dalam diri anak. Konselor adalah guru, dan juga orang tua serta orang terdekat siswa.
~ Ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan ~
Every child deserves a champion, an adult who never give up on them, who understands the power of connection, and insists that they become the best that they can possibly be. ~ Rita Pierson
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H