Mohon tunggu...
Auberta Amadea Puttiwi
Auberta Amadea Puttiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan ( Universitas Indonesia )

Mahasiswa Program S1 Reguler Ilmu Keperawatan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perawat sebagai Profesi yang Memiliki Independensi dan Otonomi dalam Pelayanan Kesehatan di Indonesia

20 Desember 2021   02:33 Diperbarui: 20 Desember 2021   05:53 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih banyak orang yang salah kaprah ketika saya bertanya "apa yang terlintas di benak Anda tentang profesi perawat?"

Sebagian besar orang menjawab bahwa perawat adalah asisten atau bahkan pembantu dokter. Dalam hal ini dikatakan demikian karena masyarakat berasumsi bahwa profesi perawat adalah pekerjaan yang berdasar pada setiap perintah dokter (hanya menuruti dokter), perawat harus siap sedia 24 jam untuk berhadapan dan bersentuhan langsung dengan pasien, serta membantu pasien dalam hal mandi, makan, dan lain sebagainya.  Ketidaktahuan masyarakat mengenai tugas dan tanggung jawab perawat yang sebenarnya ini membuat banyaknya stigma 'pembantu dokter' melekat pada perawat.

Dampak yang lebih serius dari persepsi masyarakat yang masih memandang rendah profesi perawat dan dianggap hanya bawahan dokter yaitu semakin maraknya kekerasan baik fisik maupun verbal yang ditujukan kepada perawat akibat ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. 

Dikutip dari Tirto.id, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) 2017, Harif Fadhilah mengatakan bahwa persepsi masyarakat menganggap perawat lebih rendah dari dokter, sehingga pasien, keluarga atau yang lainnya merasa berhak untuk melakukan kekerasan kepada perawat. 

Contoh sederhananya, seringkali pasien komplain masalah pelayanan dokter ke perawat, padahal saat dokternya datang, mereka diam saja dan tidak berani berbicara.  

Pola pikir masyarakat mengenai stigma tersebut memang perlu diluruskan. Pasalnya, perawat memang orang yang paling sering dilibatkan dalam beragam perawatan pasien, tetapi bukan berarti profesi perawat dianggap rendah dan menjadi sasaran pelampiasan kemarahan pasien, apalagi hingga melakukan kekerasan fisik.

Perawat adalah sebuah profesi yang setara dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. 

Perawat bukanlah asisten dokter karena perawat memiliki independensi dan otonomi dalam menjalankan wewenangnya terkait asuhan keperawatan (caring) pada pasien, sedangkan dokter memberikan pengobatan/medikasi (curing) dan tindakan kedokteran lain. 

Perawat adalah sebuah profesi yang didasari Ilmu Pengatahuan Keperawatan dan dipandu dengan kode etik profesi Keperawatan yang merupakan persyaratan profesi sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat suatu keputusan. Kode etik keperawatan di Indonesia disusun oleh organisasi yang menaungi profesi perawat yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Perawat adalah sebuah Profesi, bukan sekedar pembantu dokter.

Keberadaan perawat sebagai profesi diperkuat dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1239/MENKES/SK/XI/2001 yang menyatakan alasan perawat dijadikan sebuah profesi karena terdapat landasan ilmu pengetahuan yang jelas (Scientific Nursing) dan memiliki cabang-cabang ilmu seperti keperawatan medikal bedah, keperawatan anak, dan lain sebagainya.

Pendidikan berbasis keahlian tersebut memiliki standar kompetensi yang berbeda-beda, dimulai dari jenjang pendidikan D3 hingga S3 yang terbagi menjadi 3 tingkatan pendidikan, yaitu pendidikan vokasi, pendidikan akademik, dan pendidikan profesi  Ners serta Spesialis keperawatan yang nantinya akan mempengaruhi fungsi, tujuan, dan gelar yang akan diperoleh seorang perawat dalam melaksanakan tanggung jawabnya (PPNI, 2017).

Perawat sebagai profesi yang independen serta memiliki otonomi dalam menjalankan peran dan wewenangnya.

Menilik dari peran perawat sendiri, sebagaimana telah diatur oleh Undang-undang Nomor. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pada pasal 1 dikatakan bahwa keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

Perawat merupakan bentuk pelayanan profesional dan bagian integral dari sebuah pelayanan kesehatan yang memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik, meliputi biologi, psikologi, sosiologi, dan spiritual. 

Profesi perawat memiliki kewenangan, kemandirian (independen) serta tanggung jawab dalam mengatur kehidupan profesi yang mencakup otonomi dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan melalui penyelenggaraan pendidikan, riset dan praktik keperawatan (Kemenkes RI, 2014).

Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya perawat memang sebuah profesi yang patut diakui karena memiliki wewenang untuk mengambil keputusan secara mandiri dan memiliki otonomi untuk melakukan asuhan keperawatan. 

Tentunya fungsi independen dan prinsip otonomi tersebut harus didasarkan pada kode etik keperawatan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan keahlian praktik yang telah didapatkan selama menempuh pendidikan. Selain memiliki fungsi independen, perawat juga memiliki fungsi dependen dan interdependen yang dimaksud untuk berkolaborasi bersama profesi kesehatan lain, seperti dokter, apoteker, ahli gizi, dan lainnya.

Diperlukan proses untuk Perawat dapat eksis sebagai profesi, termasuk dalam mengubah pandangan dan meningkatkan citra perawat itu sendiri di mata masyarakat. Perawat dan dokter memiliki ruang lingkup yang berbeda sehingga harus memiliki kolaborasi diantara keduanya. Perawat dan dokter adalah partner atau mitra kerja dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan kepada klien atau pasien. 

Keberadaaan dan kerja sama yang baik diantara keduanya sangat diperlukan bahkan akan  menentukan mutu pelayanan yang diberikan. Penataan program pendidikan tenaga kesehatan khususnya pendidikan profesi di Indonesia telah membuat profesi kesehatan termasuk Dokter, Perawat (Ners) dan Apoteker menjadi setara. 

Oleh karena itu, tidak ada profesi kesehatan yang lebih rendah ataupun lebih tinggi. Harapannya, melalui artikel ini dapat memberi pemahaman yang cukup bagi masyarakat tentang eksistensi profesi Perawat dan dapat memberi pengakuan yang selayaknya  pada harkat dan martabat profesi perawat.

Referensi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan. Retrieved from http://hukor.kemkes.go.id/

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Retrieved from https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2014/uu38-2014bt.pdf

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Pendidikan Keperawatan. Retrieved from https://inna-ppni.or.id.pendidikan-keperawatan/

Putri, Aditya Widya. (2017). Risiko Kekerasan dan Dilema Perawat. Retrieved from https://tirto.id/risiko-kekerasan-dan-dilema-perawat-cle2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun