Kini kita telah sampai pada generasi Alpha. Generasi ini lahir pada tahun 2010 sampai sekarang. Sebelumnya adalah generasi Z yang lahir tahun 1997 sampai 2012. Saat ini mereka berusia 8-23 tahun.  Generasi Z ini adalah yang sejak mereka lahir sudah terdapat berbagai teknologi informasi, sehingga mereka fasih memainkan internet.
Sebelumnya, juga ada yang sejagat raya yaitu generasi millennials. Generasi milienials adalah generasi yang lahir pada tahun 1981 sampai 1996. Berbeda dengan beberapa benua yang mendahului mengenal revolusi informasi, computer di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1990 dan dalam lima tahun memang sudah berkembang dengan pesat. Dan teknologi handphone berkembang sesuadahnya. Singkat kata, sejak kanak-kanak millennials memang sudah mengenal teknologi namun mereka lebih mengenalnya lagi saat remaja.
Singkat kata, tiga generasi ini memang sudah mengenal teknologi dengan baik lebih dari generasi X dan babby boomers yang lahir sebelum masa itu. Generasi Alpha adalah orang-orang yang lahir sepanjang abad ke-21. Keuntungannya adalah tiga generasi itu lebih banyak dan lebih lihai dalam mengakses informsi melalui teknologi dibanding dua generasi sebelumnya.
Kelihaian mendapat dan mengakses informasi itu Bagai pisau bermata dua. Mereka bisa mendapatkan informasi dengan cara yang mudah. Persoalannya banyak informasi bersifat baik, ada yang tidak baik (negative). Nah yang negative ini ada bermacam-macam. Ada judi online, ada pornografi, ada radikalisme, dan bermacam-macam.
Dalam dua minggu ini kita mendapat kabar seorang pelajar di Batu ditangkap karena merencanakan bom bunuh diri di dua rumah ibadah di Malang. Di rumah orangtuanya ditemukan bahan-bahan peledak dan alat-alat untuk membuat bom. Jika kita tilik, HOK- sang perencana bom bunuh diri itu termasuk generasi Z. Generasi yang memang sudah mengenal teknologi sejak mereka lahir.
Aparat mengindentifikasi bahwa HOK adalah one wolf. Artinya dia bertindak sendiri dan tidak masuk dalam jaringan apapun. Beberapa media memang menulis bahwa dia berhubungan dengan JAD namun aparat tetap mengutarakan bahwa dia bertindak sendiri.
Jika kita tilik, beberapa tindakan penyerangan dan pribadi yang bersimpati dengan organisasi terorisme di luar negeri memang mendapatka faham radikal itu melalui teknologi. Mungkin saja dia punya tokoh panutan yang sefaham dengan dia, namun dia tidak bertemu secara offline, namun melalui teknologi. Melalu youtube atau grup grup telegram yang tersebar diseluruh dunia. Kita tahu bahwa ISIS kerap membagikan konten-konten yang dikemas secara menarik melalui jalur telegram.
Inilah tantangan kita semua. Kita harus waspada terhadap swaradikalisasi yang mungkin banyak terjadi pada generasi millennials, generasi Z bahkan mulai menyerang generasi alpha. Ingat, terorisme tidak lahir dari ruang hampa. Pada masa kecil mungkin mereka sering melihat sikap dan tindakan intoleran, baik di sekelilingnya maupun melalui media sosial. Akibatnya bisa diduga, dia akan menjadi simparisan bahkan pelaku terorisme. Marilah kita menjaga generasi kuda dari bahaya swaradikalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H