Mohon tunggu...
Kinar Set
Kinar Set Mohon Tunggu... Pustakawan - rajin dan setia

senang belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Bikin Kita Mundur

1 Februari 2023   23:25 Diperbarui: 1 Februari 2023   23:36 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua decade ini, Indonesia seakan selalu diintai oleh aliran salafi dan wahabi. Alih-alih kemajuan teknologi, beberapa pihak mengatakan bahwa Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di negara asalnya dalam hal ini Saudi Arabia. Karena itu menurut mereka, sesuai dengan ajaran Wahabisme, Islam di Indonesia harus kembali ke jalur yang benar sesuai dengan prinsip Wahabisme.

Karena itu banyak sekali narasi-narasi baik di media sosial dan beberapa pengajian ekskklusif yang mengajarkan purifikasi Islam. Dari hal yang remeh temeh seperti minum harus duduk, sampai pada keengganan / larangan untuk bergaul dengan non muslim. 

Bahkan untuk sekadar berbisnis juga dilarang. Wabisme menekankan pada ajaran-ajaran textual yang kadang menafikan konteks. Sehingga dalam implementasinya, kita melihat mereka kaku dalam bersikap dan bertindak, bahkan intoleran dalam beberapa hal, termasuk kepada umat muslim lain yang berbeda aliran.

Di Saudi Arabia, Wahabi memang menjadi dasar bertindak umat muslim di sana. Namun beberapa tahun terakhir ini wajah Arab Saudi terasa lebih "segar" karena merevisi beberapa kebijakan seperti dihapuskannya larangan beberapa kegiatan bagi wanita seperti mengemudi, bepergian tanpa kawalan dan lain-lain. 

Mohammad bin Salman (MbS ) juga merevisi kebijakan bahwa wahabi adalah satu-satunya aliran umat muslim di negara itu. Sehingga beberapa aliran Sunni lainnya bisa saja dilakukan oleh umat muslim.

Jika saya melihat, kebijakan MbS ini memang tak lepas dari penyesuaiannya pada perkembangan dunia. Bah wa wanita tidak bisa dikekang lagi di rumah dll. Visinyapun menjadi lebih moderat dan mengurangi kesenjangan dengan negara lain yang punya landasan berbeda.

Perkembangan ini tentu saja membuat kitab isa lebih panjang berfikir soal wahabisme di Indonesia. Bahwa aliran ini mungkin terlalu berbeda dengan prinsip kebangsaan kita yang majemuk, toleran dan moderat. Kita ada dan dibesarkan dengan cara dan kondisi pluralis yang menuntut kita bersikap moderat terhadap pihak lain. Wahabisme sangat tidak menyetujui perbedaan dan mengedepankan ajaran mereka.

Dari beberapa sejarah, fakta dan perkembangan global termasuk bagaimana Saudi mennyesuaikan ritme dengan wajah global, maka seharusnyalah kita sadar bahwa aliran ini amat tidak cocok dengan kondisi kita. Bahkan dengan meyakininya, membuat kita mundur jauh ke belakang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun