Mohon tunggu...
Atep Abdul Rohman
Atep Abdul Rohman Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri dan Mahasiswa

Pria asal Bandung yang hobi naik gunung tapi takut ketinggian.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Santri dan Kepinding

3 Agustus 2022   07:00 Diperbarui: 3 Agustus 2022   07:12 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan santri, gatal karena gigitan kepinding sudah menjadi hal yang sangat lumrah. Dari sejak dulu sampai sekarang, kepinding menjadi teman sial yang sulit untuk dimusnahkan. Mereka kerap mengganggu tidur nyenyak santri dan merampas darahnya lalu meningalkan jejak dengan bentolan gatal. Menjengkelkan bukan?

Menurut Wikipedia, kepinding mempunyai beberapa julukan, di antaranya ada kutu busuk, tinggi, tumila dan bangsat. Rupanya beberapa gelar tersebut memang cocok disandingkan dengan hewan itu. 

Bahkan, bisa saja penulis menambah julukannya dengan nama lain, seperti jahanam misalnya. Tapi penulis tidak sekejam itu, walaupun setiap malam disakitinya.

Selain menggigit dan mengisap darah, kepinding juga mempunyai aroma yang tidak sedap dan menyengat hidung. Hal ini menambah rasa dongkol saja bagi orang yang menjumpainya. 

Belum lagi mereka doyan tinggal di tempat yang esensial sekali, seperti kasur dan bantal, sehingga sangat mudah bagi mereka untuk maling darah tanpa disadari korbannya.

Sudah begitu banyak upaya yang dilakukan untuk mengusir dan memusnahkan kepinding. Namun, sebanyak itu pula kegagalan yang diperoleh. Hingga akhirnya sebagai santri yang penyabar, penulis rela tidur bersama mereka. Kebayang gak gimana jengkelnya sekasur dengan kepinding setiap hari?

Setelah direnungi, mungkin ini sudah menjadi jalan hidup penulis sebagai santri. Sekian lama tidur nyenyak di rumah, sampai kebablasan telat sembahyang shubuh, kini harus terbangun malam lantaran gangguan kepinding. Hikmahnya, bisa ibadah dan bermunajat kepada Allah penguasa alam di waktu yang ijabah dengan khusyuk.

Selain itu, permusuhan dan pertengkaran antara santri dan kepinding juga menjadi cerita yang asyik untuk didengarkan oleh anak cucu nanti. Bahkan beberapa santri beranggapan bahwa bentolan bekas kepinding itu menjadi legalitas seorang santri. 

Bagaimana tidak, rasa gatal dan tak nyaman karena kepinding dapat merobohkan mental cengeng seorang laki-laki. Jadi, hanya santri yang sanggup menghadapinya. Menurut kaidahnya sih begini, "bukan santri kalau belum bentolan". Masa sih? Emmm ....

Maka dari itu, jangan cengeng karena kepinding. Jangan jadikan alasan kepinding membuat sumpek dan tidak betah di pondok. Semua ada hikmahnya. 

Kepinding saja untuk mencuri darah manusia tidak mau kalah dan terus berjuang walaupun nyawa taruhannya. Hendaknya bagi santri yang hakiki terus berjuang juga walaupun "hanya" kepinding cobaannya.

 

Ditulis tahun 2019 saat masih jadi santri baru. Sekarang sudah tidak merasakan lagi sedotan darah kepinting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun