"Emmm ... Iya deh. Besok jawabnya, ya," kata Wanda berharap.
"Iya iya, insya Allah," jawab Irfan.
Sejujurnya Irfan tidak mau membahas pertanyaan yang menurutnya tak penting itu. Cuma bahagia, main tebak-tebakan di kelas aja sudah menjadi undangan kebahagiaan, kan?
Keesokan harinya, Irfan berangkat sekolah dengan penuh semangat membara. Senyum merekah tak terlewatkan untuk orang yang berpapasan dengannnya.
"Assalamu'alaikum ...." Irfan memberi salam sebelum masuk kelas.
"Wa'alaikumussalam ..." teman-teman menjawab.
Hal yang tak biasa ketika Wanda paling keras menjawab salamnya. Perasaan Irfan mulai tidak nyaman, berharap Wanda tak minta membahas obrolan kemarin. Setelah duduk di bangku, Irfan berusaha untuk menyibukan diri dengan membuka buku pelajaran, barangkali Wanda segan mengganggu orang yang belajar.
"Irfan, hari ini loe akan jawab pertanyaan gue yang kemarin, kan?
Kalimat yang mencetus tiba-tiba datang dari belakang, membuatnya naik jantung seketika. Bagaimana tidak, orang sesholeh Irfan tidak akan mau diganggu oleh wanita, apalagi wanita yang terpandang rusak hidupnya. Ia berusaha menghindar dari Wanda, tapi nurani tak sanggup mengatakan yang sebenarnya.
"Wanda, aku juga bingung, gimana sih bahagia itu? Coba tanya ke yang lain, pasti mereka tahu," jelas Irfan mengalihkan.
Setelah ia coba alihkan pembicaraan, terlihat dari Wanda yang seakan kecewa dengan respon Irfan. Dari bibirnya nampak senyum keterpaksaan, matanya berkaca-kaca tanda wanita mulai tersakiti. Dalam keadaan seperti itu Irfan semakin bingung saja.
"Oke oke, Wanda, sebenarnya aku bingung harus jawab apa? Menurutku itu pertanyaan tak penting yang tak harus kujawab. Semua orang pasti pernah ngerasain kebahagiaan, termasuk kamu. Jadi gak usah ditanyakan lagi. Aku bingung," jelas Irfan mengungkapkan gejolak hatinya.