Mohon tunggu...
Atunk F. Karyadi
Atunk F. Karyadi Mohon Tunggu... Editor - Menulis yang manis dan mengedit yang pahit. Haaa

Suka yang klasik dalam kata, dan futuristik dalam kerja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengecup Kening Ibu

8 Juni 2023   23:30 Diperbarui: 8 Juni 2023   23:52 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun lalu saya punya sahabat baru. Inisialnya KI. Pertemuan awalnya karena dikenalkan sahabat saya yang lainnya. Kesan pertama kenal KI biasa saja. Tapi ternyata kemudian berlanjut asyik.

Sejak KI bujang sampai menikah saya akrab. Bahkan kata dia, dari sekian temannya yang diundang resepsi pernikahannya, yang datang dari wilayah paling jauh adalah saya. Bagi gue sih slow bae, atau jangan-jangan ini bumbu dia saja, buahahaaa.

Tapi sungguh, saya kagum dengan KI ini. Bagi saya ada nilai plus dibanding kenalan saya lainnya. Kami saling kunjung. Menginap di akhir pekan menjadi agenda kami. Dia tanpa beban mengenalkan saya kepada keluarganya; ibunya, bapaknya, kakaknya, suami dan istri kakaknya, tetangganya, dan lainnya.

Ini gila sekali. Zaman semodern gini masih ada orang supel tanpa tedeng aling-aling. Apa KI tidak khawatir ya seandainya saya tiba-tiba berbuat kriminal gitu di rumahnya? Haaa.

Minat dia agak berbeda dengan saya. Ideologi kami juga berbeda. Termasuk jurusan kuliahnya. Tapi ya nyambung. Kami saling mengamati lanskap kota. Meratapi nasib. Sampai memprediksi hal-hal ganjil yang padahal hanya menghabiskan jajan saja. 


Oh ya, saking seringnya berkomunikasi kami pernah berkongsi membuka usaha. Berjalan beberapa waktu. Tapi akhirnya bubar karena kesibukan. Saya lanjut sekolah pascasarjana, dia membantu perusahaan kolega kakaknya. Tetap saja, komunikasi ngopi masih awet.

Diam-diam, saat saya sering menginap di rumahnya, saya amati. Amal apa yang membuat dia sebaik ini? Saya benar-benar heran.

Selidik punya selidik--beruntung saya berbekal pengalaman investigasi dan jurnalistik meski dasar sekali, ada satu hal yang selama ini belum pernah saya lakukan. Sedangkan bagi dia, ini kegiatan rutinitasnya.

Sepele sih, namun jika tidak dibiasakan akan berat. Bahkan enggan. Apakah itu? Jawabannya menjadi judul tulisan ini.

Ya, setiap hendak pergi baik jauh maupun dekat, KI selalu mengecup kening ibunya. Sang ibu meresapi betul kasih sayang anaknya ini. Terkadang saya lihat matanya terpejam. 

Mungkin ini kunci utama sahabat saya ini, kenapa kemudian dia tumbuh menjadi sosok yang menyenangkan sekelilingnya. Cinta dalam keluarga adalah sumber segalanya. Jika dengan keluarganya saja enggan tegur sapa, jarang bersentuhan, dan lainnya, jangan harap kehidupan di luar keluarga berjalan mulus.

Seolah-olah Tuhan menitipkan pesan agung-Nya dalam bahtera keluarga setiap hamba-Nya; Siapa yang memuliakan orangtua dan keluarga, semesta akan bersenyawa memenuhi segala proposal hidupnya.

Jakarta, 2 Oktober 2020
atunk f karyadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun