Mohon tunggu...
Atunk F. Karyadi
Atunk F. Karyadi Mohon Tunggu... Editor - Menulis yang manis dan mengedit yang pahit. Haaa

Suka yang klasik dalam kata, dan futuristik dalam kerja.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Peran Jurnalis sebagai Pembina & Pengembang Bahasa

7 Desember 2015   11:05 Diperbarui: 7 Desember 2015   11:37 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Peserta Penyegaran Keterampilan Berbahasa Indonesia untuk Wartawan 2015.

Tak hanya guru bahasa Indonesia di berbagai lembaga pendidikan formal, jurnalis juga memiliki peran penting dalam pengembangan bahasa Indonesia. Caranya, melalui berbagai karya jurnalistik berbahasa Indonesia yang mereka terbitkan di media cetak, elektronik maupun dalam jaringan (daring) alias online.  

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Pemasyarakatan, Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Drs Mustakim, MHum dalam acara Penyegaran Keterampilan berbahasa Indonesia untuk Wartawan, di Jakarta, 1-3 Desember 2015. "Bahasa media massa sekarang jadi rujukan masyarakat luas. Bahkan, murid-murid sekolah pun berpedoman kepada media ketimbang guru mereka," ungkap Mustakim.

Mustakim mengisahkan, ada seorang siswa yang ketika ditegur menggunakan bahasa Indonesia justru menjawab, "Lho, di koran, majalah, ditulis kaya gini kok, Bu/Pak." Ini menegaskan bahwa media massa menjadi rujukan siswa dalam belajar bahasa Indonesia.

Sementara itu, Kepala Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof Dr Gufran Ali Ibrahim MS, menyatakan, wartawan adalah pekerjaan mulia. "Jadi sebenarnya, wartawan dan para jurnalis adalah orang yang memuliakan bahasa. Karena setiap hari mereka menggunakan bahasa Indonesia," tambahnya.

Para jurnalis, kata Gufran, memiliki peran sebagai pembina dan pengembang bahasa. Pembina berarti orang yang menjadi contoh atau panutan. Sedangkan pengembang adalah orang yang terus melestarikan dan menyebarkan bahasa Indonesia.

"Tapi jangan sampai, para jurnalis malah mengadu domba. Seperti misalnya ada judul 'Caleg A dan Caleg B Bertarung Sengit'. Ini nanti akan dimaknai berbeda oleh akar rumput dan para elite. ‘Bertarung’ yang seperti apa maksudnya?" jelasnya.

Pemateri lain, Dr Yeyen Maryani merasa miris menyaksikan nama toko dan reklame iklan di pinggir jalan Jakarta yang lebih banyak berbahasa asing ketimbang bahasa Indonesia.

"Selain nama-nama toko dan mal yang menggunakan bahasa asing, toilet juga banyak bertuliskan ladies dan gents bukan pria dan wanita. Apakah para pengunjungnya banyak turis? Kan tidak, ya orang-orang kita sendiri," jelas Peneliti Badan Bahasa itu.

Yeyen juga mengimbau, kita perlu belajar bahasa asing sebagai bahasa internasional namun, jangan lupa bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Hal ini sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945, UU Nomor 24 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 Tahun 2014.

Acara yang diselenggarakan oleh Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayan ini diikuti oleh sekira 50 wartawan dari Jakarta, Semarang, Jombang, Madura dan Palembang. Hadir pula sebagai narasumber; Penyuluh Badan Bahasa, Dra Meity Taqdir Qodratillah, MHum; Peneliti Badan Bahasa, Drs SST Wisnu Sasangka, MPd; Ketua Forum Bahasa Media Massa (FBMM), Drs Tendy K. Somadi; dan Kepala Subbidang Penyuluhan, Drs Suladi, MPd. (atunk/rfa)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun