Anda pecinta novel? Jika iya jangan berbangga dulu sebelum bisa menulis novel. Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) punya program Akademi Menulis Novel. Pada 2014, Akademi ini membuka pelatihan tiga bulan bagi 12 peserta dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara. Peserta berusia maksimal 25 tahun tersebut lolos dari syarat mengirimkan sinopsis novel yang sedang ditulis dan melampirkan cerpen yang pernah dimuat media cetak.
Dari 12 peserta itu tidak semuanya berlatar belakang jurusan sastra. Ada yang kuliah akutansi, teknik, computer, pendidikan, hukum dan pesantren. Dari beragam latar belakang itulah, kami merasa memiliki banyak warna yang indah.
Selama tiga bulan kami digembleng materi sastra oleh sastrawan AS Laksana dan Yusi Pareanom yang tak asing lagi di dunia kesusastraan Indonesia. Kepada peserta pelatihan Laksana berkali-kali berpesan bahwa menulis bagus itu sulit.
“Jika ada orang yang berkata mudah itu bohong,” katanya. Ya, butuh ketekunan mendalam. Bagi dia, cerita yang bagus selalu berpedoman pada pakem perlihatkan (lewat tulisan), jangan mengatakan, melakukan metode penulisan serta menulis bebas.
Sementara itu, Yusi Pareanom sering memberi semangat dengan mengatakan kita bisa melahirkan karya bagus ketika bacaan kita juga bagus, seperti karya Hemningway, William Shakespeare dan Salman Rushdie.
“Orang yang mengonsumsi makanan cair maka ketika BAB pun cair, kalau padat, ya, padat. Begitu juga dalam berkarya,” ucap cerpenis penggemat novel berjudul Prajurit Schweik karya Jaroslav Hasek itu.
Selain kedua mentor itu, ada juga guru tamu. Mereka adalah Hetih Rusli editor GPU yang menyampaikan materi "Gender dan Erotika dalam Sastra", Nezar Patria anggota CNN Indonesia bicara tentang "Filsafat, aktivisme dan Sastra" serta Linda Christanty jurnalis dan cerpenis berorasi seputar "Jurnalisme dan Sastra".
Tak seperti pembelajaran di kampus umumnya, suasana di dalam kelas ramai dengan gelak tawa. Satu sama lain saling memberi masukan dan kritikan ketika selesai mengerjakan tugas.
Pertemuan dalam kelas hanya berlangsung setiap hari Sabtu, tetapi komunikasi dilanjutkan di luar kelas juga di ruang milis dan group facebook. Ketika ada waktu senggang kami mengadakan diskusi ringan di kafe, menghadiri pameran lukisan dan foto, mengikuti bedah buku dan film atau sekadar mencari novel untuk menambah nutrisi kesastraan.
Karya Bermutu
DKJ sudah mengadakan program ini tiga kali, yaitu pada 2008, 2009 dan 2014. Para peserta berhasil menelurkan novel kolaboratif Lenka yang diterbitkan Banana Jakarta pada 2011. Hal itu sesuai misi Komite Sastra DKJ yang ingin mencetak generasi muda yang mampu berkarya sastra dengan baik lewat Akademi Menulis Novel.
Untuk mendukung misi tersebut, setiap dua tahun sekali DKJ mengadakan Sayembara Novel. Dari situ, sejumlah karya lahir mewarnai dunia kesusastraan Indonesia seperti novel Stasiun karya Putu Wijaya, Olenka karya Budi Darma, atau Saman Ayu Utami.
Namun, dalam perjalan beberapa kali tidak ada penobatan juara utama. Bahkan dalam beberapa periode sayembara terpaksa ditutup karena dinilai kualitas karya semakin merosot. Kegelisahan ini mendorong Komite Sastra DKJ untuk membuka pendidikan. Maka dibentuklah Akademi Menulis Novel.
Akademi ini terbukti membawa hasil signifikan. Terbukti dengan terpilihnya novel Semusim dan Semusim Lagi karya Andina Dwifatma sebagai juara utama pada Sayembara Novel DKJ 2012. Ia adalah peserta Akademi Menulis Novel angkatan 2008.
Ke depan DKJ akan membuka Akademi Novel lagi. Kalian bisa ikut dengan mempersiapkan diri banyak membaca novel dan menulis cerpen di media. Serta ikuti terus infonya di website www.dkj.or.id dan akun Twitter @JakArtsCouncil.
Artikel ini dimuat Harian Kompas, Selasa 27 Jan 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H