Mohon tunggu...
Atunk F. Karyadi
Atunk F. Karyadi Mohon Tunggu... Editor - Menulis yang manis dan mengedit yang pahit. Haaa

Suka yang klasik dalam kata, dan futuristik dalam kerja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

“Hujan-hujanan” Bersama Sapardi Djoko Damono

21 Agustus 2015   19:35 Diperbarui: 21 Agustus 2015   19:35 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibanding dengan karya sebelumnya, Tetralogi Soekram, novel ini tidak tebal hanya 135 halaman. Hampir serupa dengan karya peraih nobel Ernest Hemingway “The Old Man and The Sea” yang pernah diterjemahkan oleh SDD ke dalam bahasa Indonesia (Lelaki Tua dan Laut, Balai Pustaka, 1973). SDD memang lebih tertarik menulis novel dalam ukuran kecil karena baginya, penulis benar-benar diuji menampilkan cerita yang memukau dalam halaman yang terbatas. Juga melatih kepiawaian seorang penulis membuang kata-kata tak penting, dan memasukkan diksi menarik.

Bercerita tanpa Bertuah

Seperti diketahui, SDD selalu berperan menjadi dua sosok tokoh saat mengarang. Pertama, berusaha menjadi seperti nabi yang mampu mengeluarkan petuah dengan santun dan mampu mengubah segalanya. Kedua, menjadi anak-anak yang selalu riang bermain menikmati permainan.

Melalui novelnya ini, sosok anak-anak lebih mendominasi dari diri SDD. Pembaca akan diajak bermain hujan kata-kata dan cerita indah di novel ini. Bahkan tanpa ada nasihat atau larangan sama sekali. Wajar karena sosok ‘nabi’ tidak tergambar banyak.

Membaca novel ini kita akan teringat karya-karya sastra adiluhung sastrawan tanah air. SDD menuturkan, cara dia menulis novel ini terilhami dari novel ‘Belenggu’ karya Arjmin Pane dan ‘Jalan Tak Ada Ujung’ karya Muchtar Lubis. Kedua sastrawan itu menjadi tokoh favorit SDD kategori penulis dalam negeri praperang dan pascaperang kemerdekaan.

Peran editor dalam buku ini cukup kentara sekali. Terutama saat menyebut teknologi dan hal-hal kekinian. Saya menduga, istilah WA (Whatsapp), selfie, iPad, earphone, dan sejenisnya adalah tambahan dari editor bukan penulisnya langsung. Tetapi tidak menutup kemungkinan, SDD mengenal bahkan menggunakan kata-kata itu dalam kesehariannya. Benda-benda modern itu cukup membantu jalannya cerita, sekalipun jika tidak ada, kita tetap asyik bermain “hujan-hujanan” bersama Sapardi Djoko Damono.

IDENTITAS BUKU

Judul : Hujan Bulan Juni
Pengarang : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Edisi : Pertama, Juni 2015
Hal : vi+135 halaman
ISBN : 978-602-031843-1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun