Setelah tiga minggu berlalu, aku mulai terbiasa tidak terima kabar dari pak beni, aku mengalihkan perhatianku pada kelasku, karena hamper memasuki tengah semester, banyak kegiatan yang membuatku mampu mengalihkan perhatian, bahkan untuk bertemu pak Benipun rasanya enggan, kalau bisa ga usah bicara, ga usah bertemu sekalian, karna kalau bertemu membuatku sulit buat mengendalikan diri antara benci, marah dan rindu, kadang aneh, perasaan ini, dulu aku pernah jatuh cinta dan pacaran cukup lama sampai akhirnya kami putus, tapi rasa seperti saat ini tak pernah kurasakan, padahal aku sama pak beni tak pernah dekat, bahkan berbicara berdua saja belum pernah.
"Mia.... Mia..." aku mendengar suara ibu memanggil " ya bu, kenapa? " tanyaku masih dikamar dan enggan untuk bangkit dari tempat tidur, aku sangat lelah karena kemaren menemani adekku shopping untuk keperluan kuliahnya, jadi aku berfikir hari ini buat istirahat panjang ditempat tidur , kudengar ibu membuka pintu kamarku " ada temanmu diluar " kata ibu sambil senyum " Teman? Teman mana sih ibu, malas ah... suruh aja pulang " ucapku pada ibu, karena kuyakin pasti santi, karena hanya santilah yang akhir -- akhir ini sering dating kerumahku, dia adalah sahabat kecilku yang selalu buat aku emosi " Keluar.. ga enak, ibu dah bilang tadi kau ada " jawab ibu " tapi bu..." belum selesai aku berdalih ibu sudah meninggalkan kamar, akhirnya aku keluar tanpa memperhatikan penampilanku, kucari jilbab sorong rumahan yang selalu ada dikursi kalau aku buru-buru, sambil menggerutu aku keluar dan sampai ruang tengah, alangkah kagetnya aku bahwa disana " Pak Beni?" ucapku seperti tak percaya, ngapain sikunyuk dating kerumahku tanpa informasi dan dari mana dia tahu alamatku? " Maaf bu mia, saya mengganggu?" ucapnya sangat formal " Hm..." aku mendengus, ingin rasanya aku mengusirnya dari rumahku, tapi hatiku tak sanggup buat melakukan, akhirnya aku duduk dikursi " Silahkan duduk " kataku tanpa melihat kearahnya
Melihat sikapku yang acuh sepertinya pak beni juga tidak nyaman " maaf bu mia, kalau saya mengganggu " katanya mencoba untuk berdiri mungkin akan berlalu, sifatnya yang sangat sensitive pasti tahu bahwa aku tidak suka dia dating " sebenarnya saya kesini mau bicara, tapi bu mia sedang tidak mood, saya salah waktu " katanya berbalik badan dan melangkah mau pergi " Maaf pak Beni, ada apa?" ucapku menahan langkahnya, kulihat pak beni kembali melihat kearahku dan duduk kembali " Bisa saya bicara?" katanya sangatlah resmi, seperti sorang walikota mau ketemu pejabat daerah lainnya, entah dari mana kekuatanku, tiba tiba saja sifat jahilku muncul " jangan panggil ibu melulu, apakah aku kayak ibu -- ibu? " tanyaku sambil tersenyum berusaha untuk tidak terlihat centil, sehingga hati hati sekali bicaranya " saya harus panggil siapa? " tanyanya lugu " terserah mau panggil apa, asal jangan ibu, tante dan nenek yah..." kataku ngakak, kulihat wajah pak beni memerah, dia terlalu serius, waktunya hanya buat kerja, masa dating kerumah cewek hari minggu, kemudian dipanggil Ibu, emang aku maknya " Oke, aku panggil namamu saja yah..." katanya sambil malu dengan senym puas aku kembali mencandai dia " ia aa.." jawabku, karna kutahu dia orang sunda, kuperhatikan wajahnya yang merah padam duduk semakin mematung saat kupanggil dia aa "Maaf " kataku karena kulihat dia ga nyaman dengan candaanku " Ga, apa-apa" katanya kemudian kudengar dia bergumam " saya suka dipanggil aa" mendengar gumamannya aku yang tadi tertawa jadi terhenti dan kekakuan pak Beni jadi menular dan jantungku berdegup sangat kuat " kalau kamu panggil saya aa, kamu boleh saya panggil dede " tanyanya serius membuat aku yang tadi kaku sekarang semakin kaku, seperti senjata makan tuan " hm..." aku menyunggingkan senyum kaku dibibirku, aku ga boleh baper, ga boleh baper kataku dalam hati " Panggil nama aja aa " ucapku lirih tanpa berani menoleh " Oke", katanya tersenyum. "Maksud aa kesini mau ajak mia, temanin aa, cari Hp, Hp aa hilang waktu mau pulang kesini, udah hamper 1 bulan ga punya Hp ga enak, ga bisa kirim pesan sama ibu dikampung dan ga tau informasi sekolah juga, Mia kan ngerti daerah sini, mau ya temani aa " katanya ringan " ha...." Kataku melongo, jadi selama ini dia tak ada kabar, ternyata Hpnya hilang " Bisa? " tanyanya saat aku masih melongo " Ayo atuh..." Ucapnya lagi, akhirnya aku pamit dan siap -- siap baru kemudian kami pergi, ini adalah pertama kalinya aku jalan dengan pak Beni
Usai keliling nyari Hp , pak Beni ngajak makan, baru mau melangkah masuk aku melihat Tia dengan tunangannya juga kearah yang kami tuju, ingin rasanya aku sembunyi tapi tia udah melihat duluan " Mia..." panggil tia " sama siapa?" tanyanya belum sempat aku menjawab tia melihat ada pak Beni dibelakang dan tia " Cie..., udah jalan bareng aja " katanya sambil melihat pak Beni menyusul dibelakangku " Mia, ini aa lihat disana ada, mungkin kamu suka " Pak beni memberiku mainan gantungan tas, mendengar kata pak beni tia langsung tertewa ngakak " udah dipanggil aa, nih pak beni?" ucap butia dan pak beni menutup mulutnya kemudia tia dan tunangannya tertawa bersamaan sementara aku dan pak beni terdiam, aku benar -- benar mati gaya kali ini, usai ketemu tia dan makan sepertinya kami dobleded aja, tapi kami satu sama lain ga ada yang berbicara, yang berkicau hanya butia dan tunangannya saja, mereka mengolok -- olokkan kami, tapi semua yang mereka bicarakan menancap semua dihatiku, Usai makan siangpun sudah dijemput sore, aku harus pulang, pak Benni mengantarkan ku pulang. Semoga besok disekolah Tia tidak memberi informasi apa -- apa agar grup wa jurusan ga heboh
Keesokan harinya kami kembali kesekolah, aku berusaha untuk biasa memasuki kantor, kulihat pak Beni sudah ada dimejanya, Tumben dia duduk disana, biasa nya pasti keruang computer, aku tersenyum sekilas, tak lama Bu tia sampai, melihat kearahku, Butia berbeda dengan guru -- guru yang lain, dia cendrung diam apabila terjadi pembulian antar teman, melihat diruangan hanya kami berdua, dia memilih, aku permisi ya bu, pak katanya berlalu dan membiarkan kami berdua, aku menunduk dan mencari sesuatu yang aku sendiri tak tau mencari apa pokoknya sibuk aja dan kulihat sekilas pak beni memandang kearahku " Kamu cari apa? Bisa aa bantu? " katanya sambil senyum, tapi senyumnya membuat duniaku runtuh " aku melirik " pak, disekolah tolong jangan pakai aa, nanti kita kena buli " ucapku berbisik tanpa berani memandang kearahnya " Bukankah mia sendiri yang mau panggil aa" katanya bingung minta penjelasan "Itu hanya"kataku terhenti karena tiba -- tiba ibu kajur masuk " pak beni, ibu mia " saya mau minta tolong hari ini, anak-anak ada kegiatan diluar dan harus diawasi guru dua orang, ibu tia dan pak maman harus mengerjakan tugas yang lain, pak beni dan bu mia awasi anak mulai jam 9.00 wib -- 16.00 wib " jangan meninggalkan lokasi, karena takut kalau ada masalah dengan anak -- anak nanti " kemudian ibu kajur pergi keruangannya kami berdua saling menatap, apakah ini cara Allah untuk mendekatkan ku untuk mengenal dia? Bisik hatiku
Selama kegiatan berlangsung kami selalu duduk berdekatan, sulit sekali aku berbicara didepan anak-anak, aku memilih diam dan kuperhatikan pak Benipun sama, dia lebih banyak diam dan bicara hanya dengan siswa saja, Dua siswa putri yang selalu cari perhatian pak beni seperti dihindarinya, dia tidak seantusias sebelumnya menghadapi dua siswa putri itu, perhatiannya padaku agak berlebih walau tanpa bicara, bahkan usai kegiatan pak bennipun mengantarkanku pulang kerumah, sebelum turun dari sepeda motornya pak beni bilang " masih boleh aa main kerumahnya? " Tanya pak beni kepadaku meminta jawaban penuh harap, aku melihat kearahnya, kupandangi wajahnya tanpa bicara aku hanya mengangguk saja, " selamat istirahat " katanya kemudian langsung membelokkan sepeda motornya dan pergi.
Seperti biasa aku sekolah dan langsung masuk kekantor, kulihat diruangan tidak ada siapa -- siapa, saat aku mau buka pintu, aku mendengar ada suara isak tangis tertahan sepertinya suara perempuan, mau kutarik pintunya aku mendengar suara laki -- laki, dan suara itu sangat kukenal, kutempelkan kupingku kepintu taku aku salah mengenali suara itu " Bapak minta maaf " suara itu sayup dan cukup berat kudengar, ada apakah? Dengan bismilah kudorong pintu itu, terserahlah, saat pintu terbuka, kulihat dua pasang mata memandang kearahku, yang satu dengan cepat membersihkan air mata dan yang satunya hanya menatap pasrah " Maaf menggangu" kataku berlalu sambil menatap tajam kearah mereka berdua dan aku meletakkan tasku dimeja dan kemudian langsung keluar dari dalam kantor membiarkan pak beni dengan salah satu siswa yang selalu meminta perhatian pak beni yang bernama sisi, mungkin mereka butuh privasi kata hatiku, tapi saat menoleh kearah sisi ada gejolak aneh yang kurasakan, rasa tidak suka melihat sisi menangis dihadapan pak Beni "hm.." hanya hembusan nafar yang bisa menahan rasa yang kupendam, aku terus berjalan kearah taman, namun belum sampai ditaman, aku ketemu buk tia " Kenapa Mia?" tanyanya mensejajarkan langkah mengikutiku " Entahlah Tia, aku akhir --akhir ini sulit sekali focus " ucapku sambil tetap memandang kedepan. " Butuh teman cuhat?" Tanya tia kepadaku, kutolehkan wajahku menatap bu tia sekilas " Hm.... Mungkin ia " kataku sekenanya dan ibu tia menarik ku pada salah satu kurni yang ada ditaman sekolah, suasana ini cukup sepi dan teduh juga, sedikit sekali orang yang lewat sini, mungkin ini cukup nyaman buat bicara serius " ada masalah apa?" Tanya bu tia tanpa basa -- basi katanya sambil melihat kearahku, " Pak Beni? " katanya memperkuat dugaan yang ada, sulit bagiku menjawabnya dan kutopangkan daguku ditangan disanggah meja taman , kemudian tersunggung senyum sinis dimataku " Hm.... Sudah kutebak, pasti masalahnya dia kan?" katanya dengan sangat yakin " Ia, sikunyuk itu " ucapku dengan nada jengkel, aku bingung juga kenapa aku gampang sekali marah kalau bicara masalah dia, sensitive dan mudah tersinggung, Tia memegang tanganku kemudian bilang " kamu suka dia? " katanya menuduhku tanpa basa basi lagi " Tau....ah..." Jawabku sekenanya dan tidak mau bicara banyak, bayangan sisi yang menangis didekatnya terbayang terus dipelupuk mataku dan suaranya meminta maaf itu membuatku berfikir macam -- macam. " Kamu suka dia ga? " kembali pertanyaan itu tia ditujukan padaku, " kalau kamu suka sama dia, aku akan bantu kamu " katanya meyakinkan ku " Aku bingung tia " ucapku lemah dan akhirnya akupun ga bisa melanjutkan curhatku karena Bel masuk sudah berbunyi, kami berdua bergegas menuju kantor dan disana juga sudah banyak guru yang lainnya, juga pak beni sikunyuk yang membuat duniaku jungkir balik akhir -- akhir ini.
Hari ini aku pulang kekampung ayah, karena ada acara pernikahan sepupuku, aku dengan sepupuku berbeda enam bulan, dia selalu menjadi kakak yang baik bagiku, kami selalu bersama semenjak SMA, karena saat SMA dan sampai kuliah dia tinggal dirumahku, orang tuanya tinggal dikampung, sementara dia ngotot untuk sekolah dikota, sementara bapak ibunya belum percaya untuk dia tinggal sendiri dikota sehingga ibunya menitipkan anaknya pada ayahku, karena ibunya adalah kakak ayahku, jadi karena sudah lama bersama kami sangat akrab, dia adalah kakak yang baik untukku, paling mengerti kondisiku, walau perbedaaan kami hanya enam bulan dan kami sekolahnya sama, kalau didepan dia aku pasti bertinkah sebagai anak kecil dan sangat nyaman apabila dia dating, seolah -- olah duniaku terlindungi, tapi hari ini dia akan menikah, pastilah aku tak bisa lagi menguasai waktunya, sehingga ada rasa sedih yang sangat dalam, tapi apabila melihat senyum bahagianya, aku juga bahagia, bagaimanapun jua dia menikahi lelaki yang sangat dicintainya dari SMA..." Kak Tari, selamat yah...." Kataku sambil memeluknya, dan enggan sekali untuk melepaskannya, rangkulan kak tari sama kuatnya " hm... anak manja, adek kakak, jangan nangis dong, nanti kakak ikutan nangis" Katanya memelukku semakin erat, akhirnya akupun menyadari posisi saat ini, kulonggarkan pelukanku, kupaksakan tersenyum, " kakaku saying, mia bahagia kok". Ucapku sambil memegang pipi kak tari, seperti biasa yang selalu kulakukan, apabila aku sedih maupun bahagia, kembali kami berpelukan.
Usai acara kak tari, aku duluan pulang kerumah, karena besok harus masuk sekolah, aku tidak boleh meninggalkan kelas, kasihan siswaku kalau nanti tidak belajar, sementara semua keluarga memahami kondisiku yang tidak mungkin berlama -- lama dikampung ayah, hari ini dan dua hari kedepan, aku benar -- benar sendiri dirumah, yang biasanya cukup ramai penunggunya, tapi ga apa -- apa juga, baik juga bagiku, aku bisa lebih banyak merenung, tapi disaat kesendirian ini, aku teringat kak tari, dia adalah sosok yang benar -- benar mau meninggalkan semua aktivitasnya hanya untuk mendengar curhatanku, ibu sebenarnya tidak suka dengan sikapku yang memonopoli waktu kak tari  sesuai keinginan ku, tapi anehnya kak tari tidak pernah komplen dengan semua tindakanku, akhinya ibu hanya membiarkan walau pada dasarnya dia tetap tidak setuju denga semua caraku, kali ini benar -- benar terasa, disaat lamunan panjangku masih berlangsung, aku mendengar pintu gerbang diketok, kembali kudengarkan apa ia pintu diketok? Karena selain cerewet aku sedikit penakut, kemudian aku mendengar suara " Assalamualaikum " sayub dari luar, akhirnya akupun keluar dan melihat siapa yang dating disiang bolong panas terik ini " waalaikum salam " jawabku sedikit berlari kearah pintu, saat kubuka " aa Beni? " kataku bergumam, senyumannya membuat rasa kesal dan benciku runtuh " kenapa kesini aa? " ucapku basa basi padahal dalam hati aku sangat bahagia " boleh masuk? " tanyanya sedikit gugup " maaf aa, kita diteras aja, masalahnya rumah kosong, aku ga enak takut disangka yang ga -- ga sama tetangga, tetangga kami sangat perhatian" jawabku memecahkan kekakuan yang tercipta " emang ayah , ibu dan yang lain kemana? " Tanya aa beni kepo " masih dikampung ayah, karena sepupuku nikah " ucapku memberi penjelasan. " Neng, ga ikut? " ucapnya bertanya, aku kaget, ini pertama kali siaa manggil aku neng, biasanya juga namaku, dan disekolah pakai ibu malah " apa aa? " ulangku menyakinkan panggilannya " Neng ga ikut? " ulangnya tanpa curiga, keluwesannya bicara membuatku yang tadi rilek menjadi kaku "oh... aku pulang duluan, karena besok harus masuk, ayah ibu dan keluarga yang lain mungkin masih dua atau tiga hari lagi dikampung ayah " kataku, " silahkan duduk aa, dari tadi berdiri aja " ucapkan sambil mempersilahkan pak beni duduk dan aku pamit kedalam beberapa saat setelah dia duduk, tak berapa lama akupun keluar membawa secangkir kopi pahit, karena ku tahu pak beni sukanya kopi tanpa gula.
Beberapa saat kami saling diam, dia mengirup sedikit kopi pahitnya dan kemudian menaroknya kembali " Neng, aa kesini mau ngomong " ucapnya Nampak sekali kekakuannya dan beberapa kali dia menarik nafas kemudian memandang kearahku, saat dia memandangku, jantungku seperti mau copot dan tanganku sedikit gemetar " Ya Allah kenapa begitu teduh pandangannya, kenapa aku begitu nyaman saat dia ada didekatku " bisik hatiku " Besok, ibu aa dari kampong mau kesini " katanya memulai pembicaraan dan memperhatikan wajahku yang menunduk " aa mau neng kenal sama ibu aa, apa neng bersedia? " ucapnya pelan tapi tidak lagi memandang kearahku, sekarang malah terbalik aku yang menatapnya tapi yang kulihat hanya sisi muka sebelah kirinya aja " Maksud aa memperkenalkan aku gimana?" kataku tak mengerti " Apa neng bersedia kenal dengan ibu aa?" jawabnya kembali membuat pengertian ganda dalam diriku, aku tak mau seperti kemaren, berharap tapi da memberi harapan pada semua wanita " Hm..." kutarik nafas dalam " Aku diperkenalkan buat apa aa? " ucapku ragu " ditatapnya wajahku, kemudian dia berucap lemah " Neng, keberatan yah? " keluhnya pelan dan diam " Bukan aa, tapi aku tak paham, kenapa aa mempernalkan aku ke ibumu " ucapku dengan sangat lugu, kali ini au benar benar lugu " aa mau neng tau kondisi aa yang sebenarnya, tau ibu aa seperti apa, sampai neng yakin apakah aa ini pantaskah buat neng " katanya menunduk, ah... aku benar -- benar kaget, apakah saat ini dia sedang ngungkapkan perasaannya padaku, atau dia hanya membuat janji janji manis saja? "aa..." ucapku tersekat tanpa sengaja mata kami saling bertemu dan pada akhirnya aku menunduk " Neng mau?" katanya mengulang dan aku hanya bisa mengangguk, tak lama kemudian terdengan suara azan ashar, usai azan pak beni pamit mau kemesjid sekaligus pulang, katanya ga enak karena rumah sepi, dia takut juga atas kekepoan tetanggaku, usai pak beni pulang akupun melompat -- lompat karna kegirangan sampai kakiku tersandung dan sepertinya keseleo
Malamnya aku sendiri usai kakiku diurut, untuk ada tetanggaku tkang urut sehingga sakitnya agak berkurang, saat aku istirahat dikamar , aku melihat ada panggilan diponselku dan kulihat nama pak beni disana, jantungku kembali berdegup, tapi aku suka dan bahagia, kuterima panggilannya " Assalamualaikum neng " terdengar suara yang sangat berkarisma diujung sana " Waalaikum salam " ucapku pelan dan sedikit serak, " Gimana kakimu neng?" tanyanya langsung kepermasalahannya, karena tadi usai diurut aku bilang aku terjatuh dan pergelangan kakiku terseleo, sepertinya dia khawatir tapi ga enak buat dating " udah lumayan aa " ucapku ringan " Neng, hati -- hati, kalau neng begini, aa khawatir" katanya dari seberang " ga apa -- apa aa " ucapku senang diperhatikan, udah lama juga ga dapat perhatian cowok bathinku " aa... " kataku ku tak mendengar suara dari seberang " Hm..." katanya menarik nafas dalam " Neng, aa khawatir " Ulangnya " bolehkan aa, menghawatirkan mu? Mencemaskanmu? " katanya panjang " Neng tau ga sih bahwa sebenarnya aa tu suka sama neng " katanya kemudian langsung terhenti " aa" kataku akhirnya kami saling diam dan hanya hembusan nafas aja yang terdengar, aku seperti tidak memegang ponsel tapi seperti melihatnya langsung sedang memegang mawar sambil bicara cinta, dan tiba- tiba aku dikejutkan oleh panggilan lain " aa, maaf ya, ada telp ibu, aku angkat dulu ya pamitku, dan kutak mendengar jawaban tapi percakapan kami terhenti, akupun menerima telp ibu.