Aku seorang perempuan yang menikah diusia 31 tahun, namaku Rahmayu attri murni, profesiku sorang guru SMK di Kota Bengkulu, Â aku akan menulis pengalamanku mengejar impian, seorang buah hati yang kami dambakan, inilah kisahku
Tahun 2009 pada tanggal 26 september aku melangsungkan pernikahan dengan seorang laki -- laki pujaan hatiku, Perbedaan umur antara kami hanya 13 bulan, kehidupan rumah tangga baru kami berjalan seperti kebanyakan orang -- orang, Usai menikah tempat tinggal kami terpisah, suamiku masih bekerja didaerah asalnya yaitu Kota Manna sedangkan aku masih mengajar di SMA N 1 Lais Kabupaten Bengkulu Utara. Tempat tinggal yang jauh dari tempat tugas membuat tantangan baru dalam pernikahanku, selama ini tak terbayang olehku bahwa dalam berumah tangga akan menemui masalah seperti ini.
Rutinitasku terus berjalan sampai 1 tahun pernikahanku, akhirnya aku menyerah, ga kuat bolak balik Bengkulu -- Lais dengan jarak dari rumah kurang lebih 50 KM dan artinya dalam sehari saya harus memacu sepeda motorku 100KM perhari, coba banyangkan dalam seminggu saya kerja 6 hari dalam sebulan 24 hari, bias teman -- teman banyangkan dalam satu tahun perjalananku, akhirnya aku pindah kekota Bengkulu dan mengajar di SMKN 3 Kota Bengkulu.
Satu tahun usia perkawinanku, kami masih hidup berdua, kalau kemaren -- kemaren aku belum hamil mungkin aku terlalu letih dalam bekerja, sehingga aku memaklumi mengapa aku belum hamil. Hari berganti minggu dan minggupun berganti bulan sehingga tahunpun berganti, memasuki usia perkawinan 2 tahun, hidupku semakin sepi, kita akhirnya mulai serius untuk mencari momongan, bayangkan aja teman -- teman seusiaku semua sudah memiliki buah hati, setiap aku bertemu teman lama yang ditanyakan adalah berapa orang anak? Aku mulai minder dengan teman -- teman seperjuangan, ditambah lagi kadang candaan mereka yang kasar dan sangat menyakitkan hati.
Kita mulai berobat, saya mulai sibuk keahli kandungan, dikasih obat yang membuat nafsu makan menambah sehingga badanpun ga bias lagi kukontrol, aku  sangat yakin bahwa aku bias hamil, tapi kenapa ga hamil juga?
Semua pertanyaan berkecamuk dalam jiwa, masyarakat disekitarku sudah mulai pada usil tentang rumah tangga kami, gejolak -- gejolak kecil udah mulai  muncul, rasa minder semakin besar kurasakan, setiap ada orang yang melahirkan hatiku teriris, setiap kulihat bayi ingin rasanya memeluk dan membawanya pulang terus tidur bersamaku, sampai ku terbangun harapan bayi itu ada, harapanku semakin jauh, buah hati yang kuharapkan tak kunjung dating... saying dimanakah kau wahai buah hatiku? Akupun sempat marah kepada Allah mengapa orang yang nikah nya baik -- baik tak Kau beri anak Allah sedangkan mereka yang seenaknya kau kasih buah hati bahkan mereka tidak mendambakannya, mereka dengan sengaja membunuh, menguburkan bayinya hidup -- hidup, membuang disungai, meninggalkannya disemak belukar, sedangkan aku yang sangat berharap tak kau beri rahmat itu...
Selain sama dokter kami juga berobat dengan cara Alternatif, coba bayangkan semua ramuan yang dibuat oleh orang pintar semua kuminum, aku tak takut pahit, tak takut amis, tak takut bau, walau perut seperti terangkat yang ramuan tetap kutelan, setiap doa yang keluar dari mulutku adalah meminta keturunan.
Rasa rindu yang ada didalam jiwa mengalahkan akal sehatku, pergi ketempat -- tempat yang dilarang akidahpun aku jabanin, sampai pada suatu ketika aku benar -- benar merasa lelah, pencarianku tak menampakkan hasil apa -- apa, aku marah pada Tuhan, kenapa mesti aku yang diuji seperti ini, aku bersaudara enam orang dan semua kakak -- kakak ku tak punya kendala dalam keturunan, aku tak dapat memetik hikmah dari cobaan ini, aku mengutuk diriku sendiri, rasa takut dikhianati suami juga mempengaruhi relung  jiwaku, 3 tahun berlalu sampai suatu ketika kakak tertuaku meninggal dunia, ia meninggalkan anak yang masih kecil kecil, anak bungsunya baru berumur 5,5 tahun, dalam keadaan berduka aku meminta pada kakak iparku, untuk anak bungsunya biar aku yang membesarkan, tapi dia menolak, katanya ia masih belum bias melepas anaknya, akhirnya aku diam, biarin aja karena kumemaklumi kondisinya yang masih sangat berduka.
6 bulan kepergian kakak tertuaku, istrinya menelpon untuk disuruh menjemput anaknya karena saat ini ia memiliki kesulitan ekonomi, dan dengan senang hati saya bersama suami menjemput anak keponakan tersebut, dan mulai hari itu hidupku sedikit berubah, kesepepian yang kami rasakan mulai terkikis oleh gelak tawa hendrik. Seorang nak laki -- laki yang kelak akan menjaga dan mendoakanku. Pengobatan masih kami lakukan, tapi saya tidak seperti dulu lagi, berobat hanya dengan mengecek kondisi saja, walau dalam hati masih berharap mendapat keturunan, tetapi dengan posisiku yang sekarang berubah menjadi seorang Ibu, sudah mulai disibukkan oleh hal -- hal yang berhubungan dengan anak.
Tahun berganti anakku menamatkan SD, atas dukungan dan anjuranku, 17 juli 2018 anakku modok dirumah takhfis bakti ilahi, dan ia jarang sekali pulang karena memang aturan disana santri tak boleh sering -- sering pulang, dan tak boleh juga rajin dikunjungi, kembali hariku sepi, disaat suami kerja lembur aku kembali sendirian, begitu juga dengan suamiku, disaat ku keluar kota dia kesepeian dirumah. Akhirnya kita berdiskusi pengobatan kembali kami seriuskan, saya udah ga mau lagi berobat di Bengkulu, kalau berobat kita harus kejakarta, tapi saying kami sudah tidak punya tabungan lagi, sedangkan gaji udah tergadai di Bank.
Saya bilang sama suami bagaimana kalau kita adopsi, tapi suami masih keberatan, ia mau saya hamil dan melahirkan benih dia, apapun usaha akan kita lakukan. Singkat cerita akhirnya kami putuskan berobat Jakarta , dan mulailah saya browsing informasi mulai dari RSCM, RS Kasih Ibu, dan akhirnya keputusan di RSIA, ini saya dapat Informasi dari Fina teman sesama mengajar karena dia punya tetangga yang bekerja disana.