Sampah Dalam Identitas Kolektif Boruk Tana Bojang Kebo Kilibatu
Keberadaan sampah  yang bukan pada tempatnya menunjukkan adanya penurunan kualitas kesehatan  lingkungan. Lebih dari itu, dengan penyebaran melalui udara, air dan organisme lainnya, sampah dapat membawa wabah penyakit bagi masyarakat sekitar.
Lantas, adakah kasadaran pemerintah maupun masyarakat akan dampak dari sampah tersebut?
Fenomena sampah tak hanya terjadi di kawasan  perkotaan, di kawasan pedesaan pun kini telah menjadi masalah. Salah satunya adalah Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Seperti yang dipantau penulis, Â tidak tersedianya tempat pembuangan Akhir (TPA) , lahan milik warga dan tepi jalan pun mendadak menjadi tempat pembuangan sampah. Lokasi tersebut juga adalah tempat yang dianggap sakral, dimana pada masa tertentu pada tempat tersebut dilakukan seremonial adat oleh warga setempat. Hal ini dianggap mencoreng nilai- nilai kesakralan budaya setempat.
Saya mencoba mendekati tumpukan sampah itu yang letaknya tidak jauh dari rumah penduduk, dan tak jauh pula dari bibir kali, Â tepatnya di tepi jalan trans Flores, arah barat Desa Boru.
Kondisi tersebut menimbulkan bau menyeruak saat berada di sekitar lokasi tersebut. Setiap orang yang melintasi jalan tersebut pasti diberikan hadiah bauh yang tak sedap. Ketika hujan datang sampah dibawah banjir ke perkebunan sekitar hingga ke kali bahkan sampai ke pemukiman warga.Â
Menurut keterangan warga pemilik kebun sekitar, pada lokasi ini sudah dipasang tanda larang untuk tidak membuang sampah pada tempat tersebut,  namun masih saja yang membuangnya. Banyak oknum-oknum yang mengerti  bahkan orang-orang dari desa tetangga pun kepergok membuang sampah pada lokasi tersebut.  Hal ini disebabkan oleh minimnya tingkat kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan serta tidak tersedianya tempat pembuangan akhir sampah.
Terhadap kondisi ini, diharapkan Pemerintah Kabupaten Flores Timur melalui Dinas Lingkungan Hidup, pihak Kecamatan maupun Pemerintah Desa agar harus lebih serius dalam melakukan langkah langkah progresif terkait sampah yang nantinya akan menjadi sumber bencana dan wabah penyakit bagi warga.
Sebagaimana diketahui, Desa yang lazim disebut Boruk Tana Bojang Kebo Kilibatu ini, telah memiliki indentitas kolektif sejak zaman dahulu. Salah satunya mengatur tentang tempat dan kegunaannya yang biasa disebut dengan Klu'ut Dun. Namun seiring meningkatatnya populasi penduduk, dibarengi dengan perkembangan global yang pesat, Klu'ut Dun tidak diberlakukan lagi.