Mohon tunggu...
Attala Akbar Ferbianto
Attala Akbar Ferbianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Lingkungan Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Airlangga dari program studi Teknik Lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencari Jalan Tengah: Perlukah Sistem Zonasi Pendidikan Direvisi atau Dihapus?

27 Desember 2024   20:48 Diperbarui: 27 Desember 2024   20:48 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana PPDB zonasi dihapus menjadi isu hangat yang menarik. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meminta agar PPDB zonasi dihapus. Dalam sebuah pernyataan, Gibran meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghapus kebijakan PPDB dengan sistem zonasi. Sistem zonasi ini sendiri merupakan seleksi penerimaan peserta didik baru dari mulai tingkat SD sampai SMA yang lebih menonjolkan jarak rumah siswa dengan sekolah terdekat. Sistem zonasi bertujuan untuk menghilangkan pandangan masyarakat tentang sekolah favorit dan sekolah non-favorit dan membuat pemerataan pendidikan. Sistem zonasi ini awalnya dimulai pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy pada tahun 2017. Tetapi, selama beberapa tahun ini banyak pro dan kontra yang terjadi. Banyak orang yang kecewa dengan system ini khususnya dari kalangan orang tua siswa itu. Sehingga banyak yang mendukung jika program ini harus dilakukan evaluasi kembali.

Faktor-Faktor Zonasi Bermasalah

Perbedaan dalam fasilitas di dalam sekolah, kualitas guru/pengajar, dan prestasi antar sekolah di dalam satu zona/tempat membuat sekolah tertentu menjadi favorit, sementara yang lain kurang diminati dan membuatnya menjadi dianggap sekolah biasa.

  • Aspek geografis

Seringkali ada di suatu keadaan seorang anak di daerahnya tidak memiliki sekolah negeri dan hanya ada sekolah swasta yang notabene membutuhkan biaya sehingga ada siswa yang kesulitan mendapatkan tempat di sekolah dalam zona mereka.

  • Adanya Kecurangan

Beberapa orang tua memanipulasi alamat tempat tinggal seperti menitip anaknya ke KK orang lain dan sebagainya agar anak mereka diterima di sekolah favorit dalam zona tertentu.

  • Menghambat potensi anak

Zonasi sering kali membatasi anak dengan kecerdasan lebih untuk masuk ke sekolah yang dapat mengakomodasi potensinya. Hal ini bisa terjadi ketika sekolah di dalam zona tempat tinggalnya tidak memiliki fasilitas atau program khusus untuk siswa dengan kemampuan unggul.

Perlukah Sistem Zonasi Dihapus?

Menghapus sistem zonasi berisiko mengembalikan era "sekolah favorit" di mana hanya siswa dari kalangan tertentu yang bisa mengakses pendidikan berkualitas. Dampaknya, terjadi sentralisasi kualitas pendidikan di sekolah-sekolah tertentu, sehingga memperbesar kesenjangan antara sekolah favorit dan non favorti dengan fasilitas yang kurang. Selain itu, tanpa zonasi, siswa dari keluarga kurang mampu yang tinggal jauh dari sekolah favorit akan menghadapi banyak kendala contohnya dari segi transportasi. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan menghambat pemerataan pendidikan. Namun, di sisi lain, penghapusan zonasi dapat memberikan kebebasan bagi orang tua dan anak untuk memilih sekolah sesuai pilihan mereka. Meskipun demikian, penghapusan zonasi harus disertai solusi yang jelas agar terjadi pemerataan kualitas sekolah. Jika tidak disetai solusi justru dapat mengulang permasalahan yang sama dan merugikan sebagian besar siswa di Indonesia. Pertanyaannya: apakah sistem zonasi perlu dihapus, atau cukup direvisi agar lebih efektif?

Solusi Terhadap Sistem Zonasi 

  • Pemerataan Fasilitas dan Kualitas Sekolah

Pemerintah perlu memprioritaskan pemerataan fasilitas dan kualitas sekolah di seluruh wilayah. Dengan meningkatkan fasilitas, tenaga pengajar dari sekolah non-favorit dapat mengurangi ketimpangan. Dengan fasilitas yang setara, siswa tidak lagi merasa dirugikan karena harus masuk ke sekolah di sekitar tempat tinggal mereka.

  • Penambahan dan Penyediaan Infrastruktur yang Memadai

Dapat dilakukan dengan cara menambah sekolah baru di zona yang belum memiliki sekolah negeri agar memudahkan siswa mendapatkan sekolah dengan .  Di zona dengan sekolah yang sudah ada tetapi kurang layak, renovasi fasilitas juga perlu dilakukan.

  • Peningkatan Pengawasan untuk Menghindari Kecurangan

Untuk mengatasi masalah kecurangan manipulasi data tempat tinggal, pengawasan yang lebih ketat harus diterapkan. Hal ini dapat dilakukan melalui verifikasi data kependudukan secara digital. Pemberian sanksi terhadap pelanggar perlu dilakukan untuk menjaga integritas kebijakan zonasi.

  • Pemberian Dukungan Terhadap Anak Yang Kurang Mampu

Memberikan prioritas atau kuota khusus untuk anak dari keluarga kurang mampu agar tetap mendapatkan akses pendidikan berkualitas serta menyediakan bantuan pendidikan berupa beasiswa atau program subsidi dengan contoh program afirmasi untuk siswa dengan KIP (Kartu Indonesia Pintar).

Sistem zonasi sebenarnya hadir dengan tujuan yang baik yaitu memberikan kesempatan yang setara bagi semua anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini masih menghadapi banyak tantangan. Ketimpangan kualitas sekolah, hambatan geografis, hingga kecurangan dalam manipulasi data sering kali menjadi kendala yang memengaruhi efektivitasnya. Menghapus sistem zonasi sepenuhnya sepertinya bukanlah langkah yang bijak. Hal ini justru berisiko menghidupkan kembali stigma "sekolah favorit" dan memperbesar kesenjangan sosial dalam akses pendidikan. Sebaliknya, yang diperlukan adalah pembenahan sistem zonasi agar lebih adil dan merata. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap sekolah memiliki fasilitas yang memadai, tenaga pengajar yang berkualitas, serta memberikan dukungan khusus untuk siswa dari keluarga kurang mampu. Dengan revisi yang tepat, sistem zonasi bisa menjadi langkah nyata untuk mewujudkan pemerataan pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun